ISLAM itu indah-----ISLAM itu sempurna dan ISLAM itu rahmatan lil 'alamin-----JANGAN Hanya menilai ISLAM dari pengikut / umatnya...!-----tapi Nilai lah ISLAM dari ajarannya...!-----Pelajarilah...!-----Jika Tidak Tahu Bertanyalah Pada Ahlinya-----maka anda akan mengetahui betapa menakjubkanya Islam bagi kehidupan manusia

(Ibnul Qoyyim rahimahullah[Ad-Daa' wa ad-Dawaa' 94])

“”

IMAM SYAFI'I MENUTURKAN :

Siapa yang tulus menjalin persaudaraan dengan sahabatnya maka ia akan menerima kesalahan-kesalahannya,, mengisi kekuranagnnya dan memaafkan ketregelincirannya".

RASULULLAH Shalallahu 'alaihi wasalam bersabda :

"Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia". (HR. Muslim)

RASULULLAH shlallahu 'alaihi wasalam bersabda :

"Seorang Muslim Adalah Bersaudara, Janganlah Mendzolimi, Merendahkan Dan Janganlah Mengejeknya. (HR. Muslim)

RASULULLAH shlallahu 'alaihi wasalam bersabda :

"Barangsiapa yang memudahkan orang yang sedang berada dalam kesulitan, maka Allah akan memudahkannya baik di dunia maupun di akherat". (HR. Muslim)

Imam Syafi'i pernah berkata :

"Aku berangan-angan agar orang-orang mempelajari ilmuku ini dan mereka tidak menisbahkan sedikitpun ilmuku kepadaku selamanya, lalu akupun diberi ganjaran karenanya dan mereka tidak memujiku" (Al-Bidaayah wa An-Nihaayah 10/276)

Ibnul Qayyim (Al Fawaid 1/147)

el kanzu

Selasa, 18 Maret 2025

Hanya bergantung dan meminta kepada Allah

Abu Hazim Salamah bin Dinar (أبو حازم سلمة بن دينار), seorang tabi’in yang terkenal sebagai ulama, ahli zuhud, dan pendakwah di Madinah pada abad ke-2 Hijriyah.

Profil Singkat

  • Nama lengkap: Abu Hazim Salamah bin Dinar
  • Kunyah: Abu Hazim
  • Era: Tabi’in (hidup di masa setelah sahabat Nabi)
  • Tempat tinggal: Madinah
  • Keistimewaan:
    • Dikenal sebagai seorang ulama yang zuhud dan wara’ (sangat menjaga diri dari hal-hal syubhat dan duniawi).
    • Menyampaikan banyak nasihat yang penuh hikmah kepada para khalifah dan penguasa.
    • Sering menolak hadiah dan bantuan dari para penguasa, karena merasa cukup dengan apa yang Allah berikan kepadanya.
    • Guru dari Imam Malik bin Anas dan banyak ulama lainnya.

Sikap terhadap Penguasa

Seperti dalam riwayat yang Anda tanyakan, Abu Hazim menolak untuk mengajukan kebutuhan kepada para khalifah, termasuk dari Bani Umayyah. Dia lebih memilih untuk menggantungkan dirinya kepada Allah saja.

Contoh kisah:
Ketika Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik meminta nasihat darinya, Abu Hazim berkata:
"Wahai Amirul Mukminin, jauhilah dunia karena dunia akan meninggalkanmu, dan carilah akhirat karena engkau pasti akan mendatanginya."

Wafatnya

Abu Hazim wafat sekitar akhir abad ke-2 Hijriyah (sekitar tahun 140 H).

Ia dikenal sebagai sosok yang sangat istiqamah dalam kesederhanaan dan keikhlasan, sehingga menjadi panutan bagi banyak ulama setelahnya.

Riwayat tentang beliau :

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ مَالِكٍ، ثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ، حَدَّثَنِي أَبِي، ثَنَا يَحْيَى بْنُ عَبْدِ الرَّحْمٰنِ، ثَنَا زَمْعَةُ بْنُ صَالِحٍ، قَالَ: كَتَبَ بَعْضُ بَنِي أُمَيَّةَ إِلَى أَبِي حَازِمٍ يَعْزِمُ عَلَيْهِ إِلَّا رَفَعَ إِلَيْهِ حَوَائِجَهُ، فَكَتَبَ إِلَيْهِ: أَمَّا بَعْدُ، جَاءَنِي كِتَابُكَ تَعْزِمُ عَلَيَّ إِلَّا رَفَعْتُ إِلَيْكَ حَوَائِجِي، وَهَيْهَاتَ! رَفَعْتُ حَوَائِجِي إِلَى مَنْ لَا يَخْتَزِنُ الْحَوَائِجَ، وَهُوَ رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ، فَمَا أَعْطَانِي مِنْهَا قَبِلْتُ، وَمَا أَمْسَكَ عَنِّي قَنِعْتُ.

Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Malik, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, telah menceritakan kepadaku ayahku, telah menceritakan kepada kami Yahya bin Abdurrahman, telah menceritakan kepada kami Zam’ah bin Shalih, ia berkata:

Salah seorang dari Bani Umayyah menulis surat kepada Abu Hazim, bersikeras memintanya agar mengajukan kebutuhannya kepadanya. Maka Abu Hazim menulis surat balasan kepadanya:

“Amma ba’du, telah sampai kepadaku suratmu yang memaksaku untuk mengajukan kebutuhanku kepadamu. Namun, sungguh mustahil! Aku telah mengajukan kebutuhanku kepada Dzat yang tidak membutuhkan tempat penyimpanan untuk kebutuhan, yaitu Rabbku ‘Azza wa Jalla. Apa yang Dia berikan kepadaku, aku terima, dan apa yang Dia tahan dariku, aku merasa cukup.”

----

حَدَّثَنَا أَبِي رَحِمَهُ اللَّهُ، ثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ الْحَسَنِ، ثَنَا سُفْيَانُ بْنُ وَكِيعٍ، وَحَدَّثَنَا أَبُو مُحَمَّدِ بْنُ حَيَّانٍ، ثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ سَعِيدٍ، ثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عُبَيْدَةَ، قَالَا: ثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ، Telah menceritakan kepada kami ayahku—semoga Allah merahmatinya—telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Muhammad bin Hasan, telah menceritakan kepada kami Sufyan bin Waki’, dan telah menceritakan kepada kami Abu Muhammad bin Hayyan, telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Muhammad bin Sa’id, telah menceritakan kepada kami Ahmad bin ‘Ubaidah. Mereka berdua berkata:

قَالَ: كَتَبَ أَمِيرُ الْمُؤْمِنِينَ إِلَى أَبِي حَازِمٍ، وَقَالَ إِبْرَاهِيمُ: كَتَبَ سُلَيْمَانُ إِلَى أَبِي حَازِمٍ: اِرْفَعْ إِلَيَّ حَاجَتَكَ، 

Telah menceritakan kepada kami Sufyan bin ‘Uyainah, ia berkata:

Amirul Mukminin menulis surat kepada Abu Hazim. Ibrahim berkata: “Sulaiman menulis surat kepada Abu Hazim, ‘Sampaikan kepadaku kebutuhanmu.’”

Abu Hazim menjawab:

قَالَ: هَيْهَاتَ! رَفَعْتُ حَاجَتِي إِلَى مَنْ لَا يَخْتَزِنُ الْحَوَائِجَ، فَمَا أَعْطَانِي مِنْهَا قَنِعْتُ، وَمَا أَمْسَكَ عَنِّي مِنْهَا رَضِيتُ.

 “Sungguh mustahil! Aku telah mengajukan kebutuhanku kepada Dzat yang tidak membutuhkan tempat penyimpanan untuk kebutuhan. Apa yang Dia berikan kepadaku, aku merasa cukup dengannya, dan apa yang Dia tahan dariku, aku ridha terhadapnya.”

Wallahu a’lam.


Referensi:
https://www.islamweb.net/ar/library/content/131/861/
Partnership : App Chatgpt

✍🏼MHA El kanzu

🏡 Jogorogo - Ngawi- JATIM Indonesia Raya 🇮🇩
⌚ 06:52 WIB
📝 19 Ramadhan 1446 H / 19 Maret 2025 M


Selasa, 11 Maret 2025

Shalat Dan Shalat

Jogonen shalat sak apik2 e

{ وَمَا مَنَعَهُمۡ أَن تُقۡبَلَ مِنۡهُمۡ نَفَقَٰتُهُمۡ إِلَّآ أَنَّهُمۡ كَفَرُواْ بِٱللَّهِ وَبِرَسُولِهِۦ وَلَا يَأۡتُونَ ٱلصَّلَوٰةَ إِلَّا وَهُمۡ كُسَالَىٰ وَلَا يُنفِقُونَ إِلَّا وَهُمۡ كَٰرِهُونَ }
[Surat At-Taubah: 54]
Dan yang menghalang-halangi infak mereka untuk diterima adalah karena mereka kafir (ingkar) kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka tidak melaksanakan salat, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menginfakkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan (terpaksa).

Bani Israil juga memiliki syariat shalat dalam ajaran mereka. Dalam Tafsir As-Sa'di terkait QS. Al-A'raf: 170, disebutkan bahwa orang-orang yang berpegang teguh pada kitab Allah (Taurat) dan menegakkan shalat akan mendapatkan pahala dari Allah. Ini menunjukkan bahwa shalat juga disyariatkan dalam agama mereka.

Surat At-Taubah Ayat 54

وَمَا مَنَعَهُمْ أَن تُقْبَلَ مِنْهُمْ نَفَقَاتُهُمْ إِلَّا أَنَّهُمْ كَفَرُوا۟ بِٱللَّهِ وَبِرَسُولِهِۦ وَلَا يَأْتُونَ ٱلصَّلَوٰةَ إِلَّا وَهُمْ كُسَالَىٰ وَلَا يُنفِقُونَ إِلَّا وَهُمْ كَـٰرِهُونَ

"Dan tidak ada yang menghalangi diterimanya infak mereka, melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya, dan mereka tidak mengerjakan shalat melainkan dengan malas, serta mereka tidak berinfak melainkan dengan rasa terpaksa."

---
Tafsir As-Sa'di

Allah menjelaskan bahwa infak orang munafik tidak diterima karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya.

Mereka melakukan shalat dengan malas, bukan karena iman, tetapi hanya untuk berpura-pura di hadapan manusia.

Infak mereka pun diberikan dengan terpaksa, bukan karena keikhlasan, tetapi hanya untuk kepentingan dunia.

Ini menjadi ciri utama kemunafikan:

• Malas dalam shalat.
• Infak tidak ikhlas.
• Hanya berpura-pura beriman.

---
Tafsir Ibnu Katsir

Ayat ini turun terkait orang-orang munafik yang shalat dan berinfak hanya untuk menipu kaum muslimin.

Mereka tidak memiliki iman sejati, sehingga ibadah mereka hanya sebatas formalitas.

Malas dalam shalat menunjukkan bahwa mereka tidak mendapatkan ketenangan dalam ibadah, berbeda dengan orang beriman yang merasa senang dengan shalat.

Infak mereka sia-sia, karena dilakukan tanpa keikhlasan, dan Allah hanya menerima amal yang didasari keimanan dan ketulusan.

---
Kesimpulan

1. Tiga ciri utama orang munafik dalam ibadah:

• Kafir kepada Allah dan Rasul.
• Shalat dengan malas.
• Infak dengan terpaksa.

2. Amal tanpa iman dan keikhlasan tidak diterima.
3. Orang beriman merasakan kebahagiaan dalam shalat dan infak, sedangkan munafik justru merasa berat.

Wallahu a'lam.


Dalam beberapa ayat Al-Qur'an lainnya, Allah juga menyebutkan bahwa shalat telah diperintahkan kepada para nabi sebelum Islam. Contohnya:

1. Nabi Musa عليه السلام
"Dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku." (QS. Thaha: 14)


2. Nabi Isa عليه السلام
"Dan Dia (Allah) memerintahkan kepadaku shalat dan zakat selama aku hidup." (QS. Maryam: 31)

Namun, tata cara shalat mereka tentu berbeda dengan syariat Islam, dan mereka banyak yang menyimpang dari ajaran aslinya.

Selain Bani Israil, Al-Qur'an juga menyebutkan beberapa nabi yang diperintahkan untuk mendirikan shalat:

1. Nabi Ibrahim عليه السلام

"Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang yang tetap mendirikan shalat. Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku."
(QS. Ibrahim: 40)

2. Nabi Ismail عليه السلام

"Dan dia (Ismail) menyuruh keluarganya untuk shalat dan zakat, dan dia adalah seorang yang diridhai di sisi Tuhannya."
(QS. Maryam: 55)

3. Nabi Syuaib عليه السلام

Kaumnya berkata kepadanya:
"Wahai Syu'aib! Apakah shalatmu yang menyuruhmu agar kami meninggalkan apa yang disembah oleh nenek moyang kami...?"
(QS. Hud: 87)
➡ Ini menunjukkan bahwa Nabi Syuaib عليه السلام memiliki ajaran shalat dalam syariatnya.

4. Nabi Zakariya عليه السلام

"Maka para malaikat memanggilnya, ketika ia sedang berdiri melaksanakan shalat di mihrab..."
(QS. Ali 'Imran: 39)

5. Nabi Isa عليه السلام

"Dan Dia (Allah) memerintahkan kepadaku shalat dan zakat selama aku hidup."
(QS. Maryam: 31)

Kesimpulan

Para nabi yang disebut dalam Al-Qur'an diperintahkan untuk shalat:

1. Ibrahim
2. Ismail
3. Musa
4. Harun (karena beliau mengikuti syariat Musa)
5. Syuaib
6. Zakariya
7. Isa

Ini menunjukkan bahwa shalat adalah ibadah yang sudah ada sejak zaman dahulu dan menjadi bagian dari ajaran para nabi sebelum Islam.

Wallahu a’lam.


Referensi:
Al Qur'an 
Partnership : App Chatgpt

✍🏼MHA El kanzu

🏡 Jogorogo - Ngawi- JATIM Indonesia Raya 🇮🇩
⌚ 14:25 WIB
📝 11 Ramadhan 1446 H / 11 Maret 2025 M

Minggu, 09 Maret 2025

KEUTAMAAN MENGAJAR, BELAJAR ATAU MEMBACA AL-QUR'AN DI MASJID

Keutamaan Mengajar, Belajar Atau Membaca Al-qur'an Di Masjid

خَرَجَ رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ وَنَحْنُ في الصُّفَّةِ، فَقالَ: أَيُّكُمْ يُحِبُّ أَنْ يَغْدُوَ كُلَّ يَومٍ إلى بُطْحَانَ، أَوْ إلى العَقِيقِ، فَيَأْتِيَ منه بنَاقَتَيْنِ كَوْمَاوَيْنِ في غيرِ إثْمٍ، وَلَا قَطْعِ رَحِمٍ؟ فَقُلْنَا: يا رَسولَ اللهِ، نُحِبُّ ذلكَ، قالَ: أَفلا يَغْدُو أَحَدُكُمْ إلى المَسْجِدِ فَيَعْلَمُ، أَوْ يَقْرَأُ آيَتَيْنِ مِن كِتَابِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، خَيْرٌ له مِن نَاقَتَيْنِ، وَثَلَاثٌ خَيْرٌ له مِن ثَلَاثٍ، وَأَرْبَعٌ خَيْرٌ له مِن أَرْبَعٍ، وَمِنْ أَعْدَادِهِنَّ مِنَ الإبِلِ. الراوي : عقبة بن عامر | المحدث : مسلم | المصدر : صحيح مسلم | الصفحة أو الرقم : 803 | خلاصة حكم المحدث : [صحيح] | التخريج : أخرجه أبو داود (1456)، وأحمد (17408)، وابن حبان (115) جميعهم بلفظه.

Rasulullah ﷺ keluar (menuju kami) sementara kami berada di Shuffah, lalu beliau bersabda:

"Siapa di antara kalian yang suka pergi setiap pagi ke lembah Bathan atau ke lembah ‘Aqiq, lalu kembali membawa dua ekor unta yang besar tanpa melakukan dosa dan tanpa memutus tali silaturahmi?"

Kami menjawab: "Wahai Rasulullah, kami semua menyukai hal itu."

Maka beliau bersabda:

"Mengapa salah seorang dari kalian tidak pergi ke masjid lalu mempelajari atau membaca dua ayat dari Kitabullah (Al-Qur’an)? Itu lebih baik baginya daripada dua ekor unta, tiga ayat lebih baik daripada tiga ekor unta, empat ayat lebih baik daripada empat ekor unta, dan begitu seterusnya sesuai jumlahnya dari unta-unta tersebut."

(HR. Muslim No. 803, juga diriwayatkan oleh Abu Dawud No. 1456, Ahmad No. 17408, dan Ibnu Hibban No. 115 dengan lafaz yang sama.)

Dalam riwayat lain disebutkan: "Mengapa tidak mengajarkan atau membaca dua ayat dari Kitab Allah ?"

*PENJELASAN HADITS :*

🟪Maksudnya, orang yang pergi ke rumah Allah (masjid), lalu mempelajari satu ayat dan menghafalnya, atau memahami hukum syar'i yang terkandung dalam ayat tersebut, maka itu lebih bermanfaat baginya daripada mendapatkan seekor unta yang gemuk dan besar, bahkan lebih baik daripada mendapatkan dua ekor unta yang besar sebagaimana disebutkan dalam hadits.

🟦Ini adalah harta karun yang sangat besar dan pahala yang agung di sisi Allah سبحانه وتعالى. Jika seseorang datang ke rumah Allah, lalu mempelajari satu ayat, baik dengan membacanya, menghafalnya, atau memahami hukum-hukum syar’inya, maka itu lebih baik baginya daripada memiliki unta-unta terbaik di dunia.

🟩Penjelasan hadis ini menunjukkan bagaimana Nabi ﷺ mengajarkan keutamaan mempelajari, mengajarkan, dan membaca Al-Qur’an kepada para sahabatnya.

Dalam hadis ini, ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Nabi ﷺ mendatangi mereka yang sedang duduk di Shuffah, yaitu tempat teduh di Masjid Nabawi yang menjadi tempat tinggal bagi kaum Muhajirin yang miskin. Beliau bertanya:

"Siapa di antara kalian yang suka pergi pada pagi hari ke lembah Bathan atau lembah ‘Aqiq, lalu kembali dengan membawa dua ekor unta yang besar tanpa melakukan dosa dan tanpa memutus tali silaturahmi?"

Bathan adalah suatu tempat dekat Madinah yang membentang dari selatan hingga baratnya, sedangkan ‘Aqiq adalah lembah di Madinah yang airnya mengalir dari daerah Aqiq, sekitar 100 km dari Madinah, hingga ke pinggir kota. Kedua tempat ini disebut karena merupakan pasar unta terdekat dari Madinah.

Ketika para sahabat menyatakan bahwa mereka menyukai hal tersebut, Nabi ﷺ kemudian mengajarkan kepada mereka sesuatu yang lebih baik, yaitu:

"Mengapa salah seorang dari kalian tidak pergi ke masjid, lalu mempelajari atau membaca dua ayat dari Kitabullah (Al-Qur’an)? Itu lebih baik baginya daripada dua ekor unta, tiga ayat lebih baik daripada tiga ekor unta, empat ayat lebih baik daripada empat ekor unta, dan seterusnya sesuai jumlahnya dari unta-unta tersebut."

Hadis ini menunjukkan bahwa belajar Al-Qur’an lebih baik daripada mencari harta. Ini berlaku secara umum, terutama bagi mereka yang memiliki waktu luang.

*FAEDAH DARI HADIS INI :*

1. Keutamaan menuntut ilmu dan belajar Al-Qur’an.

2. Besarnya pahala membaca dan memahami Al-Qur’an.

3. Perhatian Nabi ﷺ dalam memberikan nasihat dan bimbingan kepada para sahabatnya.

4. Anjuran bagi pemimpin untuk meneladani Nabi ﷺ dalam membimbing rakyatnya.

Wallahu a‘lam.
-------------------------------------------------------------------

Ingin tahu jika di kurskan ke nilai rupiah ? 

Satu lembar mushaf Madinah terdiri dari dua halaman, dan setiap halaman rata-rata berisi 15 ayat, sehingga satu lembar memiliki sekitar 30 ayat.

Dalam hadits, Rasulullah ﷺ menyatakan bahwa setiap satu ayat lebih baik daripada satu unta.

PERHITUNGAN:

Jika satu unta dihargai 20 juta – 28 juta Rupiah, (Maret 2025) maka:

Satu lembar (30 ayat) setara dengan 30 unta

NILAI DALAM RUPIAH:

30 x 20.000.000 = 600.000.000 Rupiah (600 juta Rupiah)

30 x 28.000.000 = 840.000.000 Rupiah (840 juta Rupiah)

KESIMPULAN:

Mempelajari atau mengajarkan satu lembar (dua halaman) Al-Qur'an lebih baik daripada mendapatkan 600 juta – 840 juta Rupiah menurut perumpamaan dalam hadits.

Bagaimana jika kamu belajar sepekan sekali di Masjidi, hanya membaca 1 lembar saja ? Dan masuk uang ke rekeningmu 600 juta - 840 juta (bahkan Al Qur'an lebih baik dari nilai uang sebesar itu)

Subhanallah, betapa besar keutamaannya!

Referensi:
• https://dorar.net/hadith/sharh/23408
• https://shamela.ws/book/36971/143
• Partnership : App Chatgpt

✍🏼MHA El kanzu

🏡 Jogorogo - Ngawi- JATIM Indonesia Raya 🇮🇩

⌚ 13:40 WIB

📝 10 Ramadhan 1446 H / 10 Maret 2025 M

DOA SEBELUM BERBUKA PUASA

Doa

السُّؤَالُ
Pertanyaan:

مَا هِيَ صِيغَةُ الدُّعَاءِ الوَارِدِ عَنِ الرَّسُولِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ الإِفْطَارِ وَقَبْلَ الشُّرُوعِ فِي الأَكْلِ؟
Apa lafaz doa yang diajarkan oleh Rasulullah ﷺ saat berbuka puasa dan sebelum mulai makan?


الإِجَابَةُ
Jawaban:
الحَمْدُ لِلَّهِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَىٰ رَسُولِ اللَّهِ، وَعَلَىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ، أَمَّا بَعْدُ:
Segala puji bagi Allah, salawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, beserta keluarga dan para sahabatnya. Amma ba‘du:

فَإِنَّهُ يُسَنُّ لِلصَّائِمِ وَغَيْرِهِ عِنْدَ تَنَاوُلِهِ لِلطَّعَامِ أَنْ يُسَمِّيَ اللَّهَ تَعَالَىٰ، فَإِذَا أَفْطَرَ قَالَ عَقِبَ فِطْرِهِ: ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ العُرُوقُ، وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ. وَهَذَا وَرَدَ فِي حَدِيثٍ صَحِيحٍ رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ.

Disunnahkan bagi orang yang berpuasa maupun yang tidak berpuasa untuk _(membaca bismillah)_ menyebut nama Allah ketika hendak makan.

Jika seseorang berbuka puasa, maka setelah berbuka dianjurkan membaca doa:

"Telah hilang rasa dahaga, telah basah urat-urat, dan telah tetap pahala, insya Allah."

Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Dawud dan dinyatakan sahih.

وَيَقُولُ أَيْضًا: اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ بِرَحْمَتِكَ الَّتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ أَنْ تَغْفِرَ لِي. رَوَاهُ ابْنُ مَاجَهْ مِنْ دُعَاءِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ العَاصِ، وَحَسَّنَهُ ابْنُ حَجَرٍ فِي تَخْرِيجِ الأَذْكَارِ.
Ia juga boleh membaca doa:

"Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dengan rahmat-Mu yang meliputi segala sesuatu, agar Engkau mengampuniku."

Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari doa Abdullah bin Amr bin Al-Ash dan dinilai hasan oleh Ibnu Hajar dalam Takhriij al-Adzkaar.

وَلَهُ أَنْ يَقُولَ أَيْضًا: اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ، وَعَلَىٰ رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ. رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ مُرْسَلًا، وَقَالَ عَنْهُ عَبْدُ القَادِرِ الأَرْنَاؤُوطُ فِي تَحْقِيقِهِ لِلأَذْكَارِ لِلنَّوَوِيِّ: وَلَكِنَّهُ لَهُ شَوَاهِدُ يُقَوَّىٰ بِهَا.

وَاللَّهُ أَعْلَمُ.
Selain itu, ia juga dapat membaca doa:

"Ya Allah, karena-Mu aku berpuasa, dan dengan rezeki-Mu aku berbuka."

Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam bentuk mursal. Abdul Qadir Al-Arna’uth dalam Tahqiq Al-Adzkaar karya An-Nawawi mengatakan bahwa hadis ini memiliki syawahid (penguat) yang memperkuatnya.

Dan Allah lebih mengetahui.
Referensi:

•https://www.islamweb.net/ar/fatwa/162607
• Partnership : App Chatgpt

✍🏼MHA El kanzu

🏡 Jogorogo - Ngawi- JATIM Indonesia Raya 🇮🇩

⌚ 16:18 WIB

📝 09 Ramadhan 1446 H / 09 Maret 

2025 M

PUASA KARENA IMAN DAN MENGHARAP PAHALA

Makna berpuasa karena keimanan dan mengharapkan pahala

السُّؤَالُ:
مَا مَعْنَى (مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا)؟

Pertanyaan:

Apa makna (مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا) Barang siapa yang berpuasa Ramadan dengan keimanan dan mengharap pahala,?

الإجَابَةُ:

Jawaban:

الْحَمْدُ لِلَّهِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ، أَمَّا بَعْدُ:

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, beserta keluarga dan sahabatnya. Amma ba’du:

فَفِي الصَّحِيحَيْنِ مِنْ حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.

Dalam Shahihain, dari hadits Abu Hurairah, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: "Barang siapa yang berpuasa Ramadan dengan keimanan dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu."

قَالَ الْحَافِظُ ابْنُ حَجَرٍ فِي "فَتْحِ الْبَارِي": الْمُرَادُ بِالْإِيمَانِ: الِاعْتِقَادُ بِفَرْضِيَّةِ صَوْمِهِ. وَبِالِاحْتِسَابِ: طَلَبُ الثَّوَابِ مِنَ اللَّهِ تَعَالَى.

Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menjelaskan: "Yang dimaksud dengan ‘Imanan’ (dengan keimanan) adalah keyakinan akan kewajiban berpuasa, sedangkan ‘Ihtisaban’ (mengharap pahala) adalah mencari pahala dari Allah Ta’ala."

وَقَالَ الْخَطَّابِيُّ: احْتِسَابًا أَيْ: عَزِيمَةٌ، وَهُوَ أَنْ يَصُومَهُ عَلَى مَعْنَى الرَّغْبَةِ فِي ثَوَابِهِ طَيِّبَةً نَفْسُهُ بِذَلِكَ غَيْرَ مُسْتَثْقِلٍ لِصِيَامِهِ وَلَا مُسْتَطِيلٍ لِأَيَّامِهِ.

Al-Khaththabi berkata: "Ihtisaban (mengharap pahala) maksudnya adalah dengan tekad yang kuat, yaitu ia berpuasa dengan harapan mendapatkan pahala, dalam keadaan jiwanya merasa senang, tidak merasa terbebani dengan puasanya, dan tidak merasa berat dengan hari-harinya."

وَقَالَ الْمُنَاوِيُّ فِي "فَيْضِ الْقَدِيرِ": مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا: تَصْدِيقًا بِثَوَابِ اللَّهِ أَوْ أَنَّهُ حَقٌّ، وَاحْتِسَابًا لِأَمْرِ اللَّهِ بِهِ، طَالِبًا الْأَجْرَ أَوْ إِرَادَةَ وَجْهِ اللَّهِ، لَا لِنَحْوِ رِيَاءٍ، فَقَدْ يَفْعَلُ الْمُكَلَّفُ الشَّيْءَ مُعْتَقِدًا أَنَّهُ صَادِقٌ لَكِنَّهُ لَا يَفْعَلُهُ مُخْلِصًا بَلْ لِنَحْوِ خَوْفٍ أَوْ رِيَاءٍ.

Al-Munawi dalam Faydhul Qadir berkata: "Barang siapa yang berpuasa Ramadan dengan keimanan, yakni membenarkan adanya pahala dari Allah atau meyakini bahwa puasa itu benar adanya, dan dengan ihtisaban (mengharap pahala), yakni menaati perintah Allah, mencari pahala, atau mengharap wajah Allah, bukan karena riya’. Karena bisa saja seseorang melakukan suatu amalan dengan keyakinan yang benar, tetapi ia tidak melakukannya dengan ikhlas, melainkan karena takut atau riya’."

وَقَالَ الْإِمَامُ النَّوَوِيُّ: مَعْنَى إِيمَانًا: تَصْدِيقًا بِأَنَّهُ حَقٌّ مُقْتَصِدٌ فَضِيلَتَهُ، وَمَعْنَى احْتِسَابًا، أَنَّهُ يُرِيدُ اللَّهَ تَعَالَى لَا يَقْصِدُ رُؤْيَةَ النَّاسِ وَلَا غَيْرَ ذَلِكَ مِمَّا يُخَالِفُ الْإِخْلَاصَ.

Imam An-Nawawi berkata: "Makna ‘Imanan’ adalah meyakini bahwa puasa itu benar dan memiliki keutamaan. Sedangkan makna ‘Ihtisaban’ adalah ia melakukannya karena Allah Ta’ala, tidak bertujuan untuk dilihat manusia, dan tidak ada maksud lain yang bertentangan dengan keikhlasan."

وَاللَّهُ أَعْلَمُ.

Dan Allah lebih mengetahui.


Kesimpulan Makna "Imanan" dan "Ihtisaban"

1. Imanan (إِيمَانًا):

• Meyakini kewajiban berpuasa Ramadan.

• Membenarkan adanya pahala yang dijanjikan Allah.

• Yakin bahwa puasa itu benar dan memiliki keutamaan.

2. Ihtisaban (وَاحْتِسَابًا):

• Berpuasa dengan niat mencari pahala dari Allah.

• Melakukannya dengan senang hati, tanpa merasa terbebani.

• Tidak ada unsur riya’ atau paksaan selain karena Allah.

• Mengharapkan wajah Allah dan pahala-Nya, bukan tujuan duniawi.

Sehingga, puasa yang diterima adalah puasa yang dilakukan dengan keyakinan yang benar serta keikhlasan dalam mengharap pahala dari Allah.

Referensi:

•https://www.google.com/amp/s/www.islamweb.net/amp/ar/fatwa/65723/

• Partnership : App Chatgpt


✍🏼MHA El kanzu

🏡 Jogorogo - Ngawi- JATIM Indonesia Raya 🇮🇩

⌚ 16:12 WIB

📝 09 Ramadhan 1446 H / 09 Maret 

2025 M

Sabtu, 08 Maret 2025

Kemudahan Adalah Ujian

Hidup ini adalah ujian

{ تَبَٰرَكَ ٱلَّذِي بِيَدِهِ ٱلۡمُلۡكُ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ قَدِيرٌ }
[Surat Al-Mulk: 1]
Mahasuci Allah yang di tangan-Nya (segala) kerajaan, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.

{ ٱلَّذِي خَلَقَ ٱلۡمَوۡتَ وَٱلۡحَيَوٰةَ لِيَبۡلُوَكُمۡ أَيُّكُمۡ أَحۡسَنُ عَمَلٗاۚ وَهُوَ ٱلۡعَزِيزُ ٱلۡغَفُورُ }
[Surat Al-Mulk: 2]
Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalannya. Dan Dia Mahaperkasa, Maha Pengampun.

Iya, hidup ini akan terus berputar dari satu ujian ke ujian berikutnya

- ujian bagi manusia setelah mengetahui kebenaran firman Allah, kebenaran Tuhannya, kebenaran tanda kekuasaan Allah maukah ia menyembahnya ? Maukah ia menjadi muslim pasrah berserah diri kepada Tuhannya ? Atau justru menjadi sombonga dan berpaling 

{ سَأَصۡرِفُ عَنۡ ءَايَٰتِيَ ٱلَّذِينَ يَتَكَبَّرُونَ فِي ٱلۡأَرۡضِ بِغَيۡرِ ٱلۡحَقِّ وَإِن يَرَوۡاْ كُلَّ ءَايَةٖ لَّا يُؤۡمِنُواْ بِهَا وَإِن يَرَوۡاْ سَبِيلَ ٱلرُّشۡدِ لَا يَتَّخِذُوهُ سَبِيلٗا وَإِن يَرَوۡاْ سَبِيلَ ٱلۡغَيِّ يَتَّخِذُوهُ سَبِيلٗاۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمۡ كَذَّبُواْ بِـَٔايَٰتِنَا وَكَانُواْ عَنۡهَا غَٰفِلِينَ }
[Surat Al-A'raf: 146]
Akan Aku palingkan dari tanda-tanda (kekuasaan-Ku) orang-orang yang menyombongkan diri di bumi tanpa alasan yang benar. Kalaupun mereka melihat setiap tanda (kekuasaan-Ku) mereka tetap tidak akan beriman kepadanya. Dan jika mereka melihat jalan yang membawa petunjuk, mereka tidak (akan) menempuhnya, tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka menempuhnya. Yang demikian adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lengah terhadapnya.

- Semua nikmat yang kita terima juga ujian, fasilitas, kemudahan hidup yang Allah berikan, yang Allah sediakan juga merupakan ujian,
Kita hidup di zaman kemudahan 
1. Kemudahan makan dan minum murah bisa itukah
2. Kemudahan pakaian untuk shalat
3. Kemudahan beli kuota data, wifi, tatring, mengakses ilmu atau maksiat
4. Kemudahan kendaraan, untuk pergi kajian, ke masjid, Kemudahan listrik lampu jalan. Jaman dulu pakai oncor
5. Kemudahan cari uang, dapat pasangan, punya anak, rumah, dll disisi lain orang lain di ujian sulit cari uang, cari pasangan, rumah dll

Mari kita mengambil pelajaran dari firman Allah:

Pertama : Allah menguji Bani Israil 


{ وَسۡـَٔلۡهُمۡ عَنِ ٱلۡقَرۡيَةِ ٱلَّتِي كَانَتۡ حَاضِرَةَ ٱلۡبَحۡرِ إِذۡ يَعۡدُونَ فِي ٱلسَّبۡتِ إِذۡ تَأۡتِيهِمۡ حِيتَانُهُمۡ يَوۡمَ سَبۡتِهِمۡ شُرَّعٗا وَيَوۡمَ لَا يَسۡبِتُونَ لَا تَأۡتِيهِمۡۚ كَذَٰلِكَ نَبۡلُوهُم بِمَا كَانُواْ يَفۡسُقُونَ }
[Surat Al-A'raf: 163]
Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeriyang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabat,(yaitu) ketika datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, padahal pada hari-hari yang bukan Sabat ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami menguji mereka disebabkan mereka berlaku fasik.

Kedua : Allah menguji para sahabat Nabi 

{ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَيَبۡلُوَنَّكُمُ ٱللَّهُ بِشَيۡءٖ مِّنَ ٱلصَّيۡدِ تَنَالُهُۥٓ أَيۡدِيكُمۡ وَرِمَاحُكُمۡ لِيَعۡلَمَ ٱللَّهُ مَن يَخَافُهُۥ بِٱلۡغَيۡبِۚ فَمَنِ ٱعۡتَدَىٰ بَعۡدَ ذَٰلِكَ فَلَهُۥ عَذَابٌ أَلِيمٞ }
[Surat Al-Ma'idah: 94]
Wahai orang-orang yang beriman! Allah pasti akan menguji kamu dengan hewan buruan yang dengan mudah kamu peroleh dengan tangan dan tombakmu agar Allah mengetahui siapa yang takut kepada-Nya, meskipun dia tidak melihat-Nya. Barang siapa melampaui batas setelah itu, maka dia akan mendapat azab yang pedih.

Disebutkan dalam tafsir Ibnu Katsir:
Bahwa Maqatil bin Hayyan (seorang ulama ahli tafsir dari generasi tabi‘in.) berkata:

"Ayat ini turun dalam peristiwa Umrah Hudaibiyah. Ketika itu, binatang liar, burung, dan hewan buruan mendatangi mereka di tempat peristirahatan mereka, sesuatu yang belum pernah mereka lihat sebelumnya. Maka Allah melarang mereka membunuh hewan-hewan tersebut selama mereka dalam keadaan ihram."

Umrah Hudaibiyah terjadi pada tahun 6 Hijriyah (628 M). Peristiwa ini berakhir dengan Perjanjian Hudaibiyah, di mana kaum Muslimin tidak jadi memasuki Makkah tahun itu dan baru diperbolehkan melakukan umrah pada tahun berikutnya (7 H).

Masih dalam tafsir Ibnu Katsir:

*"Yakni, Allah menguji mereka dengan buruan yang mendatangi mereka di tempat peristirahatan mereka, yang bisa mereka tangkap dengan tangan dan tombak mereka, baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Dengan begitu, akan tampak siapa yang benar-benar taat kepada-Nya baik dalam keadaan tersembunyi maupun terang-terangan. Sebagaimana firman Allah:

﴿إِنَّ ٱلَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُم بِٱلْغَيْبِ لَهُم مَّغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ كَبِيرٌ﴾ 
(Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Tuhan mereka dalam keadaan ghaib, bagi mereka ampunan dan pahala yang besar) [Al-Mulk: 12]."


Pelajaran dari Tafsir As Sa'di 
1. Diantara hikmahnya adalah  "Agar Allah mengetahui," yakni agar ilmu-Nya yang tampak bagi makhluk menjadi bukti yang berujung pada pahala dan hukuman, "siapa yang takut kepada-Nya dalam keadaan ghaib," 
فَيَكُفُّ عَمَّا نَهَىٰ ٱللَّهُ عَنْهُ مَعَ قُدْرَتِهِ عَلَيْهِ وَتَمَكُّنِهِ، فَيُثِيبُهُ ٱلثَّوَابَ ٱلْجَزِيلَ
sehingga ia menjauhi larangan Allah meskipun mampu dan berkesempatan untuk melakukannya. Orang seperti ini akan diberi pahala yang besar.

مِمَّن لَا يَخَافُهُ بِٱلْغَيْبِ، فَلَا يَرْتَدِعُ عَنْ مَعْصِيَةٍ تَعْرِضُ لَهُ
Berbeda dengan orang yang tidak takut kepada Allah dalam keadaan ghaib, sehingga ia tidak menjauh dari maksiat yang ada dihadapannya (ketika sendiri)."


"Maka barang siapa di antara kalian yang melampaui batas setelah itu," yakni setelah penjelasan yang memutuskan segala alasan dan menjelaskan jalan yang benar, "maka baginya azab yang pedih," yaitu azab yang sangat menyakitkan dan menyiksa, yang hanya Allah yang mengetahui kadar kepedihannya.

Sebab tidak ada alasan bagi pelanggar tersebut untuk membela diri, dan yang menjadi tolok ukur adalah siapa yang takut kepada-Nya dalam keadaan ghaib, bukan ketika ia berada di hadapan manusia. Karena menampakkan rasa takut kepada Allah di hadapan manusia bisa jadi hanya karena takut kepada mereka, sehingga hal itu tidak berpahala.

Hewan yang boleh dibunuh
Dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan ada 5 hewan:

ثَبَتَ فِي الصَّحِيحَيْنِ مِنْ طَرِيقِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ عُرْوَة، عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ قَالَ: "خَمْسُ فَواسِق يُقْتَلْنَ فِي الحِلِّ والحَرَم الغُراب وَالْحِدَأَةُ، والعَقْرب، وَالْفَأْرَةُ، وَالْكَلْبُ العَقُور".
Terdapat dalam hadits shahih dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah Ummul Mukminin, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

"Ada lima hewan fasik yang boleh dibunuh baik di tanah halal maupun tanah haram: 
1. burung gagak,
2. burung elang,
3. kalajengking,
4. tikus, dan 
5. anjing gila." (Muttafaqun ‘alaih).
Wallahu a’lam.


Referensi:
Tafsir Ibnu Katsir 
Tafsir As Sa'di 
Partnership : App Chatgpt

✍🏼MHA El kanzu

🏡 Jogorogo - Ngawi- JATIM Indonesia Raya 🇮🇩
⌚ 09:10 WIB
📝 09 Ramadhan 1446 H / 09 Maret 2025 M

Jumat, 07 Maret 2025

Allah Maha Pengampun

"Tidak ada orang baik saat ini, yang tidak punya masa lalu (kesalahan dan dosa)"...

"Dan tidak ada orang buruk yang tidak memiliki masa depan (untuk berbuat baik & bertaubat)"

Jangan terpengaruh bisikan dan bayangan setan : "dosamu terlalu besar"

Ingat Allah Al-'Afwu ( Yang Maha Pemaaf) Al-Ghafur & Al-Ghaffar (Yang Maha Pengampun) At-Tawwab (Yang Maha Penerima Taubat)

Ibnul Qayyim berkata :
"Ada orang yang masuk surga karena kemaksiatannya (membuatnya menyesal dan bertaubat) ... Dan ada orang yang masuk neraka karena kebaikannya (merasa sombong, angkuh, congkak)"

🖊️faedah UTB hafidzahullahu ta'ala kitab ensiklopedi Asmaul Husna (Syeikh Prof. Dr. Abdurrazzaq bin Abdulmuhsin Al Badr hafidzahullahu ta'ala)

MSH

Berikut ada tanya jawab yang pernah manfaat insyallah dari www.islamweb.net...

السُّؤَالُ:
مَا رَأْيُ فَضِيلَتِكُمْ فِي إِطْلَاقِ لَفْظِ: (ذَنْبٌ يُدْخِلُكَ الْجَنَّةَ) عَلَى هَذَا الْمَوْضُوعِ: ذَنْبٌ يُدْخِلُ صَاحِبَهُ الْجَنَّةَ؟ قَالَ بَعْضُ السَّلَفِ: قَدْ يَعْمَلُ الْعَبْدُ ذَنْبًا فَيَدْخُلُ بِهِ الْجَنَّةَ، وَيَعْمَلُ الطَّاعَةَ فَيَدْخُلُ بِهَا النَّارَ! قَالُوا: وَكَيْفَ ذَلِكَ؟ قَالَ: يَعْمَلُ الذَّنْبَ فَلَا يَزَالُ يَذْكُرُ ذَنْبَهُ، فَيُحْدِثُ لَهُ انْكِسَارًا وَذُلًّا وَنَدَمًا، وَيَكُونُ ذَلِكَ سَبَبَ نَجَاتِهِ، وَيَعْمَلُ الْحَسَنَةَ، فَلَا تَزَالُ نُصْبَ عَيْنَيْهِ، كُلَّمَا ذَكَرَهَا أَوْرَثَتْهُ عُجْبًا وَكِبْرًا وَمِنَّةً، فَتَكُونُ سَبَبَ هَلَاكِهِ - جَزَاكُمُ اللَّهُ خَيْرًا -؟
Pertanyaan:
Bagaimana pendapat Anda tentang penggunaan ungkapan "Dosa yang memasukkan seseorang ke surga" dalam konteks ini: Seorang hamba melakukan dosa, lalu masuk surga karenanya, dan melakukan ketaatan, lalu masuk neraka karenanya? Para salaf berkata: Bagaimana bisa demikian? Dijawab: Seorang hamba melakukan dosa, lalu dosa itu selalu teringat olehnya, sehingga menimbulkan kehancuran hati, ketundukan, dan penyesalan, yang menjadi sebab keselamatannya. Sebaliknya, seorang hamba melakukan kebaikan, namun kebaikan itu selalu ia ingat, hingga menimbulkan rasa bangga, kesombongan, dan menganggap dirinya berjasa, sehingga menjadi sebab kebinasaannya. Bagaimana pendapat Anda?

الإِجَابَةُ:
الْحَمْدُ لِلَّهِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ، أَمَّا بَعْدُ:

فَإِنَّ دُخُولَ الْجَنَّةِ لَيْسَ بِسَبَبِ الذَّنْبِ، وَإِنَّمَا هُوَ بِسَبَبِ التَّوْبَةِ، كَمَا قَالَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْ عِبَادِهِ الْمُتَّقِينَ:
Jawaban:
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarga, dan para sahabatnya. Amma ba'du:

Sesungguhnya masuknya seseorang ke dalam surga bukan karena dosanya, tetapi karena taubatnya. Sebagaimana firman Allah tentang hamba-hamba-Nya yang bertakwa:

﴿وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ ۝ أُولَئِكَ جَزَاؤُهُمْ مَغْفِرَةٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَجَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَنِعْمَ أَجْرُ الْعَامِلِينَ﴾ {آلِ عِمْرَانَ: 135-136}.
"Dan orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, mereka segera mengingat Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosa mereka. Dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain Allah? Dan mereka tidak terus-menerus melakukan dosa itu sedang mereka mengetahui. Mereka itulah orang-orang yang balasannya adalah ampunan dari Tuhan mereka, serta surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Dan itulah sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang beramal." (Ali Imran: 135-136)

فَلَيْسَتِ الْفَائِدَةُ فِي الذَّنْبِ بِذَاتِهِ، وَإِنَّمَا هِيَ فِي الْخَوْفِ مِنْ خَطَرِهِ الَّذِي سَبَّبَ التَّوْبَةَ، الَّتِي تُورِثُ ذُلًّا وَانْكِسَارًا، فَتَكُونُ خَيْرًا مِمَّا قَدْ يُورِثُهُ الْعَمَلُ الصَّالِحُ لَدَى بَعْضِ النَّاسِ مِنَ الْعُجْبِ.
Jadi, bukan dosa itu sendiri yang membawa manfaat, melainkan rasa takut terhadap bahaya dosa, yang mendorong seseorang untuk bertaubat. Taubat inilah yang menumbuhkan ketundukan dan kehancuran hati, yang lebih baik dibandingkan amal shalih yang justru bisa menimbulkan kesombongan pada sebagian orang.

وَهَذَا الْكَلَامُ ذَكَرَهُ بَعْضُ السَّلَفِ، كَمَا قَالَ ابْنُ الْقَيِّمِ فِي مَدَارِجِ السَّالِكِينَ، وَلَكِنَّهُ لَا يُرَادُ بِهِ التَّنْوِيهُ بِالذُّنُوبِ، كَمَا قَالَ الْمُنَاوِيُّ فِي فَيْضِ الْقَدِيرِ عَنْ ابْنِ عَطَاءِ اللَّهِ:
Ucapan ini memang disebutkan oleh sebagian salaf, sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Qayyim dalam Madarij As-Salikin, namun bukan untuk memuji perbuatan dosa. Sebagaimana Al-Munawi dalam Faidl Al-Qadir mengutip perkataan Ibnu Atha'illah:

"رُبَّ مَعْصِيَةٍ أَوْرَثَتْ ذُلًّا وَافْتِقَارًا، خَيْرٌ مِنْ طَاعَةٍ أَوْرَثَتْ عِزًّا وَاسْتِكْبَارًا". اهـ.
"Betapa banyak maksiat yang menghasilkan kehinaan dan ketergantungan kepada Allah, lebih baik daripada ketaatan yang menimbulkan kesombongan dan merasa diri mulia."

قَالَ الْمُنَاوِيُّ: "وَهَذَا كُلُّهُ لَيْسَ تَنْوِيهًا لِارْتِكَابِ الْخَطَايَا، بَلِ الْمُرَادُ أَنَّهُ إِذَا أَذْنَبَ فَنَدِمَ بِذُلِّهِ وَانْكِسَارِهِ، نَفَعَهُ ذَلِكَ". اهـ.
Al-Munawi menjelaskan:
"Ucapan ini bukanlah untuk menyanjung perbuatan dosa, melainkan maksudnya adalah jika seseorang berbuat dosa, lalu ia menyesal dan merasa hina, maka hal itu bisa membawa manfaat baginya."

وَقَالَ ابْنُ الْقَيِّمِ فِي مَدَارِجِ السَّالِكِينَ:
Ibnu Qayyim berkata dalam (kitab) Madarij As-Salikin:

الْوَجْهُ الْخَامِسُ: أَنَّ الذَّنْبَ قَدْ يَكُونُ أَنْفَعَ لِلْعَبْدِ إِذَا اقْتَرَنَتْ بِهِ التَّوْبَةُ، مِنْ كَثِيرٍ مِنَ الطَّاعَاتِ، وَهَذَا مَعْنَى قَوْلِ بَعْضِ السَّلَفِ: قَدْ يَعْمَلُ الْعَبْدُ الذَّنْبَ فَيَدْخُلُ بِهِ الْجَنَّةَ، وَيَعْمَلُ الطَّاعَةَ فَيَدْخُلُ بِهَا النَّارَ،
Penjelasan kelima: Dosa yang disertai dengan taubat bisa lebih bermanfaat bagi seorang hamba dibandingkan banyak ketaatan. Inilah makna dari perkataan sebagian salaf: "Seorang hamba bisa melakukan dosa lalu masuk surga karenanya, dan bisa melakukan ketaatan lalu masuk neraka karenanya."

قَالُوا: وَكَيْفَ ذَاكَ؟
Mereka bertanya: "Bagaimana bisa?"

 قَالَ: يَعْمَلُ الذَّنْبَ فَلَا يَزَالُ نُصْبَ عَيْنَيْهِ، إِنْ قَامَ، وَإِنْ قَعَدَ، وَإِنْ مَشَى ذَكَرَ ذَنْبَهُ، فَيُحْدِثُ لَهُ انْكِسَارًا، وَتَوْبَةً، وَاسْتِغْفَارًا، وَنَدَامًا، فَيَكُونُ ذَلِكَ سَبَبَ نَجَاتِهِ.
Dijawab: "Seorang hamba berbuat dosa, tetapi dosa itu selalu teringat dalam benaknya, baik ketika berdiri, duduk, maupun berjalan. Ia pun menjadi rendah hati, bertaubat, beristighfar, dan menyesal. Hal ini akhirnya menjadi sebab keselamatannya.

وَيَعْمَلُ الْحَسَنَةَ، فَلَا تَزَالُ نُصْبَ عَيْنَيْهِ، إِنْ قَامَ، وَإِنْ قَعَدَ، وَإِنْ مَشَى، كُلَّمَا ذَكَرَهَا أَوْرَثَتْهُ عُجْبًا وَكِبْرًا وَمِنَّةً، فَتَكُونُ سَبَبَ هَلَاكِهِ.
Sebaliknya, ada orang yang melakukan kebaikan, tetapi kebaikan itu selalu teringat dalam benaknya. Setiap kali ia mengingatnya, hal itu justru menumbuhkan rasa bangga, sombong, dan merasa berjasa. Akhirnya, kebaikan itu menjadi sebab kebinasaannya."

فَيَكُونُ الذَّنْبُ مُوجِبًا لِتَرَتُّبِ طَاعَاتٍ وَحَسَنَاتٍ، وَمُعَامَلَاتٍ قَلْبِيَّةٍ، مِنْ خَوْفِ اللَّهِ، وَالْحَيَاءِ مِنْهُ، وَالْإِطْرَاقِ بَيْنَ يَدَيْهِ مُنَكِّسًا رَأْسَهُ خَجِلًا، بَاكِيًا نَادِمًا، مُسْتَقِيلًا رَبَّهُ،
Sehingga dosa tersebut bisa menjadi penyebab munculnya berbagai amal ketaatan dan perbuatan baik lainnya, seperti rasa takut kepada Allah, malu kepada-Nya, tunduk di hadapan-Nya dengan kepala tertunduk karena malu, menangis penuh penyesalan, serta memohon ampun kepada-Nya.

 وَكُلُّ وَاحِدٍ مِنْ هَذِهِ الْآثَارِ أَنْفَعُ لِلْعَبْدِ مِنْ طَاعَةٍ تُوجِبُ لَهُ صَوْلَةً، وَكِبْرًا، وَازْدِرَاءً بِالنَّاسِ، وَرُؤْيَتَهُمْ بِعَيْنِ الِاحْتِقَارِ.
Setiap dari pengaruh tersebut lebih bermanfaat bagi seorang hamba dibandingkan ketaatan yang justru membuatnya bersikap angkuh, sombong, meremehkan orang lain, serta memandang mereka dengan hina.

وَلَا رَيْبَ أَنَّ هَذَا الذَّنْبَ خَيْرٌ عِنْدَ اللَّهِ، وَأَقْرَبُ إِلَى النَّجَاةِ وَالْفَوْزِ مِنْ هَذَا الْمُعْجَبِ بِطَاعَتِهِ، الصَّائِلِ بِهَا، الْمَانِّ بِهَا وَبِحَالِهِ عَلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعِبَادِهِ، وَإِنْ قَالَ بِلِسَانِهِ خِلَافَ ذَلِكَ، فَاللَّهُ شَهِيدٌ عَلَى مَا فِي قَلْبِهِ. اهـ
Tidak diragukan lagi bahwa dosa yang disertai dengan taubat dan kehinaan diri ini lebih baik di sisi Allah serta lebih dekat kepada keselamatan dan keberuntungan dibandingkan seorang yang tertipu dengan ketaatannya, menyombongkan diri dengannya, merasa berjasa atasnya di hadapan Allah dan hamba-hamba-Nya. Meskipun lisannya mengucapkan hal yang berbeda, Allah Maha Mengetahui apa yang ada dalam hatinya.

Wallahu a’lam.

Referensi:
https://www.islamweb.net/ar/fatwa/229396/
Partnership : App Chatgpt

✍🏼MHA El kanzu

🏡 Madiun - JATIM Indonesia Raya 🇮🇩
⌚ 06:00 WIB
📝 08 Ramadhan 1446 H / 08Maret 2025 M

Senin, 03 Maret 2025

Puas & Ambisi

Puas (ridho) dengan ketentuan (taqdir) yang Allah tetapkan tapi juga menginginkan kebaikan dan perbaikan diri serta mengembangkannya

القناعة والطموح: 
Kepuasan dan Ambisi: 

كن ذا شخصية بسيطة واستمتع بكلّ شيء، واقنع بكل ما بين يديك، ولكن لا تجعل ذلك مبالغاً فيه لدرجة تكبت طموحك في التحسين والتطوير في حالك، وحال ما حولك، 
Milikilah kepribadian yang sederhana, nikmati segala sesuatu, dan bersyukurlah dengan apa yang ada di tanganmu. Namun, jangan sampai hal itu berlebihan hingga menekan ambisimu untuk memperbaiki dan mengembangkan dirimu serta keadaan di sekitarmu.

واسأل نفسك دائماً كيف يمكن أن يكون الوضع أفضل، حتى لو لم تكن قادراً على تحسينه في الحال، . 
Selalu tanyakan pada dirimu, "Bagaimana keadaan ini bisa menjadi lebih baik?"—meskipun saat ini kamu belum mampu memperbaikinya.

واصنع خططاً بقدر قدرتك فيما لك عليه قدرة، بحيث يكون لك في كلّ شهر مثلاً أو أسبوع ما تغيّره للأفضل بدرجة ما
Buatlah rencana sesuai dengan kemampuanmu dalam hal yang bisa kamu ubah, sehingga setiap bulan atau minggu, ada sesuatu yang kamu tingkatkan menjadi lebih baik, meskipun sedikit.

Partnership : App Chatgpt

✍🏼MHA El kanzu

🏡 Ngawi - JATIM Indonesia Raya 🇮🇩
⌚ 05:20 WIB
📝 04 Ramadhan 1446 H / Maret 2025 M

Recent Post