ISLAM itu indah-----ISLAM itu sempurna dan ISLAM itu rahmatan lil 'alamin-----JANGAN Hanya menilai ISLAM dari pengikut / umatnya...!-----tapi Nilai lah ISLAM dari ajarannya...!-----Pelajarilah...!-----Jika Tidak Tahu Bertanyalah Pada Ahlinya-----maka anda akan mengetahui betapa menakjubkanya Islam bagi kehidupan manusia

Senin, 14 April 2025

Suara Burung Bulbul (صوت صفير البلبل الخليفة)

"Ṣawtu Ṣafīril-Bulbul" (Suara Burung Bulbul)

Khalifah Abbasiyah, Abu Ja’far Al-Manshur, ingin membatasi pemberian hadiah kepada para penyair. Ia dikenal sebagai seseorang yang bisa menghafal syair hanya dari sekali mendengarnya. Ia juga memiliki seorang pelayan laki-laki (ghulām) yang mampu menghafal syair setelah mendengarnya dua kali, dan seorang pelayan perempuan (jāriyah) yang mampu menghafal syair setelah mendengarnya tiga kali.

Maka, para penyair menyusun syair-syair panjang, mengarangnya selama satu malam, dua malam, bahkan tiga malam. Setelah selesai, mereka pun mempersembahkannya kepada khalifah. Namun ketika mereka membacakannya, khalifah akan berkata kepada mereka:

“Aku telah mendengar syair ini sebelumnya.”

“Jika itu adalah karanganmu sendiri, maka engkau akan diberi imbalan emas seberat tulisan syair itu. Namun jika itu adalah hasil kutipan dari orang lain, maka kami tidak akan memberimu apa pun.” 

Maka sang penyair pun membacakan syairnya kepada khalifah, dan khalifah langsung menghafalnya dari pertama kali mendengarnya. Lalu khalifah berkata, “Aku telah menghafalnya sejak lama.”

Kemudian khalifah membacakannya kembali, dan memanggil seorang pelayan laki-laki yang juga hafal syair itu, dan ia pun membacakannya secara lengkap. Lalu dipanggillah seorang gadis pelayan yang mendengarkan syair itu sebanyak tiga kali, dan ia pun mampu mengulanginya secara lengkap.

Sang penyair pun mulai ragu terhadap dirinya sendiri dan berpikir, “Mungkinkah aku hanya mengutip syair ini dari orang lain tanpa sadar?” Demikian pula yang terjadi pada semua penyair lainnya. Akhirnya mereka semua merasa depresi.



Dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba datanglah Al-Aṣmaʿī kepada mereka. Maka mereka pun mengadu padanya tentang apa yang terjadi. Mereka berkata, “Kami bersusah payah menyusun syair semalaman dengan pikiran dan tenaga sendiri, tapi ternyata ada tiga orang yang sudah hafal sebelum kami menyampaikannya!”

Lalu Al-Aṣmaʿī berkata, “Apakah benar kejadian ini?”

Mereka menjawab, “Ya.”

Ia bertanya, “Di mana?”

Mereka menjawab, “Di istana Amirul Mu’minin.”

Maka ia berkata, “Serahkan urusan ini padaku.”

Al-Aṣmaʿī pun menyusun sebuah syair yang penuh dengan keragaman tema dan gaya, lalu ia menyamar sebagai seorang badui dan datang menghadap khalifah untuk membacakan syairnya.

Khalifah pun berkata, “Apakah kamu tahu syaratnya?”

 Ia menjawab, “Ya.”

Khalifah berkata, “Sampaikan syairmu!” Maka ia pun membacanya…

صَوْتُ صَفِيرِ الْبُلْبُلِ

هَيَّجَ قَلْبِي الثَّمِلِ

Suara kicauan burung bulbul,

Telah menggugah hatiku yang mabuk cinta.

الْمَاءُ وَالزَّهْرُ مَعًا

مَعَ زَهْرِ لَحْظِ الْمُقَلِّ

Air dan bunga bersatu indahnya,

Bersama pandangan mata si jelita nan memesona.

وَأَنْتَ يَا سَيِّدَ لِي

وَسَيِّدِي وَمَوْلِيَ لِي

Dan engkaulah tuanku,

Tuanku dan juga kekasihku.

فَكَمْ فَكَمْ تَيَّمَنِي

غُزَيْلٌ عَقِيقَلِي

Betapa seringnya membuatku tergila-gila,

Seekor rusa mungil nan manis bagai akik merah.

قَطَّفْتُهُ مِنْ وَجْنَةٍ

مِنْ لَثْمِ وَرْدِ الْخَجَلِ

Kupetik ia dari pipi merah merona,

Seperti mencium bunga malu-malu.

فَقَالَ لَا لَا لَا لَا لَا

وَقَدْ غَدَا مُهَرْوِلِي

Ia pun berkata: “Tidak, tidak, tidak, tidak!”,

Namun malah berlari mendekatiku.

وَالْخُوذُ مَالَتْ طَرَبًا

مِنْ فِعْلِ هٰذَا الرَّجُلِ

Dan helm-helm pun condong karena gembira,

Melihat perbuatan lelaki ini yang luar biasa.

فَوَلْوَلَتْ وَوَلْوَلَتْ

وَلِي وَلِي يَا وَيْلَلِي

Mereka pun berteriak dan merintih pilu,

“Aduh, celaka! Wahai malangnya aku!”

فَقُلْتُ لَا تُوَلْوِلِي

وَبِينِي اللُّؤْلُؤَ لِي

Lalu aku berkata, “Janganlah merintih begitu,

Berikan saja mutiara (kata manis) itu kepadaku.”

قَالَتْ لَهُ حِينَ كَذَا

اِنْهَضْ وَجُدْ بِالنُّقَلِ

Dia pun berkata padanya saat itu juga,

“Berdirilah dan berilah permen manis sebagai hadiah.”

وَفِتْيَةٍ سَقَوْنَنِي

قَهْوَةً كَالْعَسَلِلِي

Dan para pemuda pun menyuguhiku,

Kopi manis laksana madu.

شَمَمْتُهَا بِأَنْفِي

أَزْكَى مِنَ الْقُرَنْفُلِ

Kuhirup dengan hidungku aromanya yang harum,

Lebih wangi dari bunga cengkeh yang semerbak.

فِي وَسَطِ بُسْتَانٍ حُلِي

بِالزَّهْرِ وَالسُّرُورِ لِي

Di tengah kebun yang indah permai,

Penuh bunga dan kebahagiaan yang membuat hati damai.

وَالْعُودُ دَنْدَنَ دَنَا لِي

وَالطَّبْلُ طَبْطَبَ طَبَّ لِي

Alat musik ‘ūd berdendang mendekatiku,

Dan genderang berdetak-detak menemaniku.

طَبْ طَبْطَبْ طَبْ طَبْطَبْ

طَبْ طَبْطَبْ طَبْطَبْ طَبْ لِي

“Tab-tabtab, tab-tabtab,”

Tabuhan riang yang mengiringiku.

وَالسَّقْفُ سَقْ سَقْ سَقْ لِي

وَالرَّقْصُ قَدْ طَابَ إِلَيَّ

Langit-langit pun ikut berderak, “sak-sak-sak”,

Dan tarian menjadi semakin menggembirakan.

شَوَى شَوَى وَشَاهِشْ

عَلَى وَرَقِ سِفْرَجَلِ

Dendangan “shawā shawā wa shāhish” pun terdengar,

Di atas daun pohon quince yang lebar.

وَغَرَّدَ الْقُمْرِيُّ يَصِيحُ

مَلَلْ فِي مَلَلِلِ

Burung tekukur pun berkicau lantang,

“Bosaaaan… bosan yang panjang.”

وَلَوْ تَرَانِي رَاكِبًا

عَلَى حِمَارٍ أَهْزَلِ

Andaikan kau lihat aku menaiki,

Seekor keledai kurus yang letih sekali.

يَمْشِي عَلَى ثَلَاثَةٍ

كَمِشْيَةِ الْعَرَنْجَلِي

Berjalan dengan tiga kaki,

Seperti gaya jalannya orang berpenyakit aneh sekali.

---

وَالنَّاسُ تَرْجُمُ جَمَلِي

فِي السُّوقِ بِالْقُلْقُلِلِي

Orang-orang melempar unta milikku,

Di pasar ramai dengan bunyi gaduh bertalu-talu.

وَالْكُلُّ كَعْكَعْ كَعِكَعْ

خَلْفِي وَمِنْ حُوَيْلَلِي

Dan semua orang ribut berisik di belakangku,

Juga di sekeliling kanan dan kiriku.

لَكِنْ مَشَيْتُ هَارِبًا

مِنْ خَشْيَةِ الْعَقْنَقَلِي

Tapi aku pun lari terbirit-birit,

Karena takut pada “al-‘aqnaqali” yang mengancam seperti petir.

إِلَى لِقَاءِ مَلِكٍ

مُعَظَّمٍ مُبَجَّلِ

Menuju pertemuan dengan seorang raja,

Yang agung dan sangat mulia.

يَأْمُرُ لِي بِخِلْعَةٍ

حَمْرَاءَ كَالْدَّمْ دَمَلِي

Ia pun memerintah agar aku diberi pakaian kehormatan,

Berwarna merah laksana darah mengalir dalam kehidupan.

أَجُرُّ فِيهَا مَاشِيًا

مُبَغْدِدًا لِلذَّيْلِلِي

Aku berjalan menjuntaikan ujung jubah itu dengan gagah,

Berlenggak-lenggok penuh wibawa dan indah.

أَنَا الْأَدِيبُ الْأَلْمَعِي

مِنْ حَيِّ أَرْضِ الْمَوْصِلِ

Akulah sastrawan yang brilian nan cemerlang,

Dari kampung halaman di tanah Mosul yang tenang.

نَظَمْتُ قِطْعًا زُخْرِفَتْ

يَعْجِزُ عَنْهَا الْأَدْبُلِي

Telah kususun bait-bait berhias indah menawan,

Sampai sastrawan terbaik pun tak mampu menyamai keindahan.

أَقُولُ فِي مَطْلَعِهَا

صَوْتُ صَفِيرِ الْبُلْبُلِ

Kubuka bait ini dengan ucapan penuh seni:

*"Ṣawtu Ṣafīril-Bulbulī" — Suara kicau

an burung bulbul yang berseri.


Saat itu Amirul Mukminin pun terkejut dan kebingungan.

Ia berkata, “Wahai ghulām, wahai jāriyah!”

Keduanya menjawab, “Kami belum pernah mendengar bait-bait ini sebelumnya, wahai Tuanku.”

Maka sang khalifah berkata, “Tunjukkan tempat engkau menuliskan syair ini, agar kami timbang dan kami berikan emas seberat itu.”

Sang penyair menjawab, “Aku mewarisi sebatang tiang marmer dari ayahku, dan aku telah menulis syair ini di atasnya. Tiang itu kini berada di atas punggung untaku. Tak akan mampu mengangkatnya kecuali sepuluh prajurit.”

Lalu mereka membawanya, dan benar—tiang marmer itu ditimbang, dan seluruh beratnya dibayar dengan emas.

Maka sang wazir pun berkata, “Wahai Amirul Mukminin, aku yakin bahwa orang ini tak lain adalah al-Aṣma‘ī.”

Sang khalifah pun berkata, “Bukalah cadarmu, wahai orang Arab dusun!”

Lalu ia membuka penutup wajahnya, dan ternyata benar—ia adalah al-Aṣma‘ī.


Khalifah pun berkata, “Apakah kau mempermainkan Amirul Mukminin seperti ini, wahai al-Aṣma‘ī?”

Ia menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, engkau telah memutus rezeki para penyair dengan caramu ini.”

Khalifah berkata, “Kembalikanlah emas itu, wahai al-Aṣma‘ī.”

Al-Aṣma‘ī menjawab, “Aku tidak akan mengembalikannya.”

Khalifah kembali berkata, “Kembalikanlah.”

Al-Aṣma‘ī menjawab, “Dengan satu syarat.”

Khalifah bertanya, “Apa itu?”

Al-Aṣma‘ī menjawab, “Agar engkau memberikan hak kepada para penyair atas apa yang mereka karang maupun yang mereka kutip.”

Khalifah pun berkata, “Engkau mendapatkan apa yang engkau minta.”


Kisah ini menunjukkan kecerdikan al-Aṣma‘ī dan hikmah di baliknya: bahwa karya sastra, baik ciptaan orisinal maupun kutipan, layak dihargai. 

__________________________________________

Berikut biografi singkat tentang Khalifah Abu Ja’far al-Manshur dan al-Aṣma‘ī:

1. Abu Ja‘far al-Manshūr (أبو جعفر المنصور)

Nama lengkap: ʿAbdullāh ibn Muḥammad ibn ʿAlī ibn ʿAbdillāh

Gelar: Abu Ja‘far al-Manshūr

Lahir: Tahun 95 H / 714 M

Wafat: Tahun 158 H / 775 M

Kekhalifahan: 136–158 H / 754–775 M

Dinasti: Bani Abbasiyah (Khalifah kedua setelah As-Saffah)


Keistimewaan dan peran:


Pendiri sejati kekhalifahan Abbasiyah: Meskipun as-Saffāḥ adalah khalifah pertama Abbasiyah, namun al-Manshūr yang meletakkan fondasi pemerintahan yang kokoh.


Pendiri kota Baghdad (145 H): Kota ini menjadi ibu kota kekhilafahan dan pusat ilmu pengetahuan Islam dunia.


Terkenal cerdas dan tegas: Ia hafal syair dari sekali dengar dan menguji para penyair yang datang padanya.


Mendukung ilmu dan ilmuwan, namun juga dikenal keras terhadap lawan politik dan pemberontak.


---


2. Al-Aṣma‘ī (الأصمعي)


Nama lengkap: ʿAbd al-Malik ibn Quraib al-Aṣmaʿī (عبد الملك بن قريب الأصمعي)

Lahir: Sekitar 122 H / 740 M

Wafat: Sekitar 216 H / 831 M

Asal: Basrah, Irak

Madhhab fiqh: Sunni


Keistimewaan dan peran:


Ahli bahasa Arab, sastra, dan syair klasik dari masa awal Abbasiyah.


Guru besar dalam nahwu, lughah, dan adab; sering diundang ke istana khalifah untuk membacakan syair dan menjelaskan bahasa Arab klasik.


Termasuk dalam kelompok “Ruwāt al-shi‘r”, yakni para perawi syair Arab Jahiliyyah dan Islam awal.


Dekat dengan khalifah Harun ar-Rashid dan al-Mahdi, namun juga dikenal sejak zaman al-Manshūr.

Karya-karyanya:


Al-Aṣma‘iyyāt – kumpulan syair Arab klasik.

Kitāb al-Khayl – tentang kuda Arab.

Kitāb al-Ibil – tentang unta.

*Kitāb al-Sha’ir wa al-Shu‘arā’ – tentang para penyair dan syair mereka.

Al-Aṣma‘ī juga dikenal sebagai tokoh cerita humor, kecerdikan, dan sindiran, seperti dalam kisah Ṣawtu Ṣafīril-Bulbul di atas.



Referensi:

Diterjemahkan dari : https://ar.m.wikisource.org/wiki 

Partnership : App Chatgpt


✍🏼MHA El kanzu

🏡 Jogorogo - Ngawi- JATIM Indonesia Raya 🇮🇩

⌚ 14:55 WIB

📝13 Syawal 1446 H / 14 April 2025 M


0 komentar:

Posting Komentar

Recent Post