Salah seorang dosen kami berkata "hari ini Indonesia mencela Saudi karena kami mengadakan acara Riyadh Season dan tidak peduli dengan rakyat Palestina, bagaimana pendapat kalian dalam hal ini?" beliau bertanya kepada kami yang dari Indonesia.
Kami menjawab bahwa itu adalah pandangan sebagian mereka dan kami tidak setuju dengan (semua) yang mereka katakan.
Beliau melanjutkan "hari ini banyak orang yang berbicara tentang suatu permasalahan tapi tidak memiliki pengetahuan menyeluruh. Ada ahli agama, tapi tidak mengetahui sedikitpun tentang politik, tidak pula tahu kebudayaan negara lain, akhirnya ia memutuskan perkara hanya dengan ayat dan hadis saja. Ada politikus tapi tidak memiliki pemahaman agama yang memamadai, maka dia memutuskan dan menilai berdasarkan undang-undang dan angka-angka saja statistik. Ada sebagian politikus yang paham agama, namun belum mampu membuatnya memberi keputusan yang bagus"
Beliau kembali bertanya "apakah kalian mau Tabuk dan Thaif diserang, kemudian mereka merampas Madinah dan Makkah?"
Kerajaan Saudi diam karena mereka tahu apa yang bisa mereka lakukan dan mereka tidak akan mengatakan kecuali yang bisa mereka lakukan. Orang-orang mengutuk Saudi sedangkan di Saudi tidak ada kedutaaan Israel, negara lain yang mereka puji malah di sana ada kedutaan Israel.
Saudi mengetahui Israel saat ini adalah negara yang kuat secara meliter dan peralatan perang, mereka dibantu oleh Barat, ini harus diakui. Beberapa negara Arab pernah berperang 4 kali melawan Israel, semuanya kalah kecuali 1 kali, itupun hanya mengambil kembali sebagian wilayah Mesir yang dirampas Israel pada perang sebelumnya. Artinya kita negara Islam sedang dalam keadaan lemah, bagaimana agar kita umat Islam menjadi kuat, kita kuatkan negara kita, kita kuatkan ekonomikan sehingga tidak lagi bergantung kepada Barat.
Saya bersedih atas yang terjadi di Palestina, bahkan saya menangis menyaksikannya. Di Indonesia banyak tempat-tempat wisata dibuka, seperti di Puncak dna di Bali, mengapa kalian tidak ditutup saja?
Mereka mencela Saudi karena tidak turun ke jalan dan berteriak-teriak untuk membela Palestina, mereka tidak tahu bahwa keluar ke jalan atau berdemo bukan kebudayaan Saudi.
Tahukah kalian siapa yang menggaji pemerintahan Palestina? Yang menggaji mereka adalah Arab Saudi.
Tahukah kalian sekolah-sekolah yang dihancurkan itu dibangun oleh Saudi?
Tahukah kalian syang membuat jalan aspal di Palestina adalah Saudi?
Bahkan distrik terbesar di Gaza yaitu Distrik Al Malik Abdullah dibangun oleh raja Saudi.
Tapi sayang setelah Raja Abdullah meninggal mereka malah mencelanya.
Sebagian orang matanya tertuju ke Saudi? Yang nampak hanya kesalahan saja. Apakah karena di Saudi ada haramain? Mereka melihat Saudi seperti "anak gadis seorang syaikh besar" sehingga ia salah sedikit saja langsung dikecam.
Sekian yang beliau sampaikan.
Satu hal yang menarik dari pernyatan beliau adalah seseorang yang menghukumi sesuatu tapi ilmunya terbatas pada satu bidang saja, padahal yang ia hukumi mencakup banyak bidang. Beliau menyebut di sini agama, politik dan kebudayaan. Karena sesbagai seorang muslim landasan utama kita adalah agama, sedangkan politik karena permasalahan Palestina saat ini berkaitan erat dengan politik, baik dalam penentuan sikap, kesepakatan bahkan sampai ke pengiriman bantuan, begitu pula dengan perperang. Sedangkan kebudayaan maka siapa yang tidak tahu kebudayaan, kebiasaan dan pola pikir suatu kaum atau negara maka ia bisa saja salah menilai. Budaya tidak dapat dihukumi, karena setiap suku dan bangsa berbeda, kecuali berkaitan dengan hukum agama.
(Abu Ady)
Dosen yang dimaksud adalah salah seorang dosen kami di KSU, fakultas Bahasa. Nama beliau tidak disebutkan karena orang Saudi kebiasaannya tidak berbicara tentang politik kalaupun ada itu bukan konsumsi umum.
____________________________________
Masih ingat pemerintah ukraina? Yang menurut netizen salah dalam mengambil keputusan terkait warning rusia? Negaranya luluh lantak... Rakyatnya jadi korban, mengungsi, meninggalkan negaranya sendiri...
Pemerintah Arab Saudi bukan pemerintah malaikat, mereka manusia biasa bisa salah dan bisa benar,
Jangan sampai lidah kita fasih mencela tapi tak sekalipun berdoa, untuk penguasa, keluarga dan kaum muslimin secara umum semua
Muslim.or.id
khutbah jumat
Mari Mendoakan Kebaikan bagi Para Pemimpin Kita
M. Saifudin Hakim oleh M. Saifudin Hakim 27 Juli 2022 Waktu Baca: 8 menit
Mendoakan Pemimpin
Daftar Isi
Ketaatan pada Pemimpin, Salah Satu Prinsip Penting Aqidah Ahlus Sunnah
Bersabar, Itu yang Utama
Janganlah Mendokan Mereka dengan Kejelekan
Selain Berdoa, Apalagi yang Harus Kita Lakukan (sebagai Rakyat)?
Referensi:
Akhir-akhir ini, banyak kita jumpai saudara-saudara kita kaum muslimin yang tanpa sadar banyak menghujat dan mendoakan jelek para pemimpin di negeri ini. Ketika mereka melihat (menganggap) pemimpin atau pemerintah melakukan kesalahan atau kekeliruan (menurut prasangka mereka), begitu mudahnya kata-kata celaan, hujatan, bahkan doa jelek pun keluar dari ucapan mereka. Padahal sebagai seorang muslim, Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan bagaimanakah sikap yang benar sebagai rakyat kepada para pemimpin dan pemerintah. Melalui tulisan singkat dan sederhana ini, kami bermaksud untuk mengingatkan diri kami sendiri dan juga saudara-saudara kami kaum muslimin untuk senantiasa mendoakan kebaikan bagi mereka, bukan menghujat dan mendoakan kejelekan bagi mereka.
Ketaatan pada Pemimpin, Salah Satu Prinsip Penting Aqidah Ahlus Sunnah
Ketika menjelaskan prinsip-prinsip pokok aqidah ahlus sunnah wal jama’ah, Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi rahimahullah (wafat tahun 321H) berkata dalam kitab beliau, Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyyah,
وَلَا نَرَى الْخُرُوجَ عَلَى أَئِمَّتِنَا وَوُلَاةِ أُمُورِنَا
“Dan kami (ahlus sunnah) tidak berpendapat (bolehnya) keluar (memberontak) dari pemimpin dan penguasa kami (yaitu kaum muslimin, pen.)”.
Ini adalah salah satu prinsip aqidah ahlus sunnah, yaitu tidak boleh keluar (memberontak) dari penguasa dan pemerintah kaum muslimin. Allah Ta’ala berfirman,
Haji Express Haramainku
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu.” (QS. An-Nisa [4]: 59)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَمَنْ يُطِعِ الأَمِيرَ فَقَدْ أَطَاعَنِي، وَمَنْ يَعْصِ الأَمِيرَ فَقَدْ عَصَانِي
“Dan barangsiapa yang menaati pemimpin, maka sungguh dia telah menaatiku. Dan barangsiapa yang durhaka kepada pemimpin, maka dia telah durhaka kepadaku.” (HR. Bukhari no. 2957 dan Muslim no. 1835)
Oleh karena itu, tidak boleh durhaka (memberontak) kepada mereka, meskipun mereka adalah pemimpin yang jahat atau zalim sekalipun.
Bersabar, Itu yang Utama
Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi rahimahullah melanjutkan prinsip aqidah ahlus sunnah berikutnya,
وإن جاروا
“Meskipun mereka (pemimpin) itu (berbuat) zalim.”
Maksudnya, meskipun pemimpin itu zalim dan melampaui batas, misalnya dengan mengambil harta atau membunuh kaum muslimin, maka ahlus sunnah tidaklah berpendapat bolehnya keluar dari ketaatan kepada mereka. Hal ini berdasarkan perintah tegas dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada sahabat Hudzaifah bin Al-Yaman radhiyallahu ‘anhu,
تَسْمَعُ وَتُطِيعُ لِلْأَمِيرِ، وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ، وَأُخِذَ مَالُكَ، فَاسْمَعْ وَأَطِعْ
“Engkau mendengar dan Engkau menaati pemimpinmu. Meskipun hartamu diambil dan punggungmu dipukul. Dengarlah dan taatilah (pemimpinmu)” (HR. Muslim no. 1847).
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk bersabar, bukan memberontak mengangkat senjata atau melakukan demonstrasi. Karena dengan memberontak dan demonstrasi, akan menimbulkan (lebih) banyak kerusakan. Inilah aqidah ahlus sunnah, yaitu senantiasa menimbang dengan mengambil bahaya yang lebih ringan dibandingkan dua bahaya yang ada.
Janganlah Mendokan Mereka dengan Kejelekan
Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi rahimahullah melanjutkan lagi prinsip-prinsip aqidah ahlus sunnah,
ولا ندعوا عَلَيْهِمْ
“Dan tidak mendoakan kejelekan bagi mereka (pemimpin atau pemerintah).”
Akhir-akhir ini, banyak kita jumpai saudara-saudara kita kaum muslimin yang tanpa sadar banyak menghujat dan mendoakan jelek para pemimpin di negeri ini. Ketika mereka melihat (menganggap) pemimpin atau pemerintah melakukan kesalahan atau kekeliruan (menurut prasangka mereka), begitu mudahnya kata-kata celaan, hujatan, bahkan doa jelek pun keluar dari ucapan mereka. Padahal sebagai seorang muslim, Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan bagaimanakah sikap yang benar sebagai rakyat kepada para pemimpin dan pemerintah. Melalui tulisan singkat dan sederhana ini, kami bermaksud untuk mengingatkan diri kami sendiri dan juga saudara-saudara kami kaum muslimin untuk senantiasa mendoakan kebaikan bagi mereka, bukan menghujat dan mendoakan kejelekan bagi mereka.
Ketaatan pada Pemimpin, Salah Satu Prinsip Penting Aqidah Ahlus Sunnah
Ketika menjelaskan prinsip-prinsip pokok aqidah ahlus sunnah wal jama’ah, Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi rahimahullah (wafat tahun 321H) berkata dalam kitab beliau, Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyyah,
وَلَا نَرَى الْخُرُوجَ عَلَى أَئِمَّتِنَا وَوُلَاةِ أُمُورِنَا
“Dan kami (ahlus sunnah) tidak berpendapat (bolehnya) keluar (memberontak) dari pemimpin dan penguasa kami (yaitu kaum muslimin, pen.)”.
Ini adalah salah satu prinsip aqidah ahlus sunnah, yaitu tidak boleh keluar (memberontak) dari penguasa dan pemerintah kaum muslimin. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu.” (QS. An-Nisa [4]: 59)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَمَنْ يُطِعِ الأَمِيرَ فَقَدْ أَطَاعَنِي، وَمَنْ يَعْصِ الأَمِيرَ فَقَدْ عَصَانِي
“Dan barangsiapa yang menaati pemimpin, maka sungguh dia telah menaatiku. Dan barangsiapa yang durhaka kepada pemimpin, maka dia telah durhaka kepadaku.” (HR. Bukhari no. 2957 dan Muslim no. 1835)
Oleh karena itu, tidak boleh durhaka (memberontak) kepada mereka, meskipun mereka adalah pemimpin yang jahat atau zalim sekalipun.
Bersabar, Itu yang Utama
Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi rahimahullah melanjutkan prinsip aqidah ahlus sunnah berikutnya,
وإن جاروا
“Meskipun mereka (pemimpin) itu (berbuat) zalim.”
Maksudnya, meskipun pemimpin itu zalim dan melampaui batas, misalnya dengan mengambil harta atau membunuh kaum muslimin, maka ahlus sunnah tidaklah berpendapat bolehnya keluar dari ketaatan kepada mereka. Hal ini berdasarkan perintah tegas dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada sahabat Hudzaifah bin Al-Yaman radhiyallahu ‘anhu,
تَسْمَعُ وَتُطِيعُ لِلْأَمِيرِ، وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ، وَأُخِذَ مَالُكَ، فَاسْمَعْ وَأَطِعْ
“Engkau mendengar dan Engkau menaati pemimpinmu. Meskipun hartamu diambil dan punggungmu dipukul. Dengarlah dan taatilah (pemimpinmu)” (HR. Muslim no. 1847).
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk bersabar, bukan memberontak mengangkat senjata atau melakukan demonstrasi. Karena dengan memberontak dan demonstrasi, akan menimbulkan (lebih) banyak kerusakan. Inilah aqidah ahlus sunnah, yaitu senantiasa menimbang dengan mengambil bahaya yang lebih ringan dibandingkan dua bahaya yang ada.
Janganlah Mendokan Mereka dengan Kejelekan
Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi rahimahullah melanjutkan lagi prinsip-prinsip aqidah ahlus sunnah,
ولا ندعوا عَلَيْهِمْ
“Dan tidak mendoakan kejelekan bagi mereka (pemimpin atau pemerintah).”
Maka jelaslah bahwa aqidah ahlus sunnah menyatakan, tidak boleh mendoakan kejelekan bagi pemimpin atau pemerintah, tidak boleh menghujatnya, menjelek-jelekkannya di muka umum, dan sebagainya. Karena pada hakikatnya, hal ini sama halnya dengan durhaka dan memberontak secara fisik. Syaikh Dr. Shalih Al-Fauzan hafidzahullah mengatakan,
“Tidak boleh mendoakan kejelekan bagi pemimpin. Karena ini adalah pemberontakan secara abstrak, semisal dengan memberontak kepada mereka dengan menggunakan senjata (pemberontakan secara fisik, pen.). Yang mendorongnya untuk mendoakan jelek bagi penguasa adalah karena dia tidak mengakui (menerima) kekuasaannya. Maka kewajiban kita (rakyat) adalah mendoakan pemimpin dalam kebaikan dan agar mereka mendapatkan petunjuk, bukan mendoakan jelek mereka. Maka ini adalah salah satu prinsip di antara prinsip-prinsip aqidah ahlus sunnah wal jama’ah. Jika Engkau melihat seseorang yang mendoakan jelek untuk pemimpin, maka ketahuilah bahwa aqidahnya telah rusak, dan dia tidak di atas manhaj salaf. Sebagian orang menganggap hal ini sebagai bagian dari rasa marah dan kecemburuan karena Allah Ta’ala, akan tetapi hal ini adalah rasa marah dan cemburu yang tidak pada tempatnya. Karena jika mereka lengser, maka akan timbul kerusakan (yang lebih besar, pen.).” (At-Ta’liqat Al-Mukhtasharah, hal. 171)
Imam Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata,
لو أني أعلم أن لي دعوة مستجابة لصرفتها للسلطان
“Seandainya aku tahu bahwa aku memiliki doa yang mustajab (yang dikabulkan), maka aku akan gunakan untuk mendoakan penguasa.”
إذا جعلتُها في نفسي لم تَعْدُني. وإِذا جعلتها في السلطان صَلَح فصَلَح بصلاحه العبادُ والبلاد
“Jika saya jadikan do’a itu pada diriku maka tidak akan melampauiku (hanya untuk diriku sendiri), sedangkan jika saya jadikan pada penguasa maka dengan kebaikannya akan baiklah para hamba dan negeri ” (Diriwayatkan oleh Barbahari di dalam Syarhu Sunnah hal. 116-117 dan Abu Nu’aim di dalam Al-Hilyah 8/91-92 ).
Syaikh Dr. Shalih Al-Fauzan hafidzahullah berkata,
“Maka orang-orang yang mendoakan jelek pemimpin kaum muslimin, maka dia tidaklah berada di atas madzhab ahlus sunnah wal jama’ah. Demikian pula, orang-orang yang tidak mendoakan kebaikan bagi pemimpinnya, maka ini adalah tanda bahwa mereka telah menyimpang dari aqidah ahlus sunnah wal jama’ah.” (At-Ta’liqat Al-Mukhtasharah, hal. 172).
____________________________________
Nasehat seorang ustadz hafidzahullah
Menyikapi masalah Palestina tidak ada sesuatu yg baru sdh banyak penjelasan ulama sejak dulu tentang hal tsb…
Penghancuran Palestina bukan baru pada hari ini tapi sdh berulangkali, setiap kali itu pula para ulama menjelaskan sikap apa yg harus dilakukan oleh umat secara umum, dan oleh pemimpin kaum muslimin secara khusus…
____________________________________
Catatan :
Perbanyak diam (kita hanya rakyat biasa, ilmu terbatas, sumbangsih sedikit)
Perbanyaklah doa...
Bantu jika mampu
Sensitif dengan keluarga, kerabat & lingkungan sekitar, jgn hanya perduli saudara seiman yang jauh tapi tetangga sendiri tidak diperdulikan
Dari lbnu Umar, ia berkata,
لَقَدْ أَتَى عَلَيْنَا زَمَانٌ – أَوْ قَالَ : حِيْنٌ- وَمَا أَحَدٌ أَحَقُّ بِدِيْنَارِهِ وَدِرْهَمِهِ مِنْ أَخِيْهِ الْمُسْلِمِ، ثُمَّ الآنَ الدِّيْنَارُ وَالدِّرْهَمُ أَحَبُّ إِلىَ أَحَدِنَا مِنْ أَخِيْهِ الْمُسْلِمِ
“Telah datang kepada kami (para sahabat) suatu zaman di mana seorang itu (merasa) saudaranya sesama muslim lebih berhak untuk memiliki dirham dan dinar yang ia miliki. Namun sekarang, dinar dan dirham lebih dicintai oleh salah seorang di antara kita daripada saudaranya sesama muslim.
Saya telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كَمْ مِنْ جَارٍ مُتَعَلِّقٍ بِجَارِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، يَقُوْلُ، يَا رَبِّ! هَذَا أَغْلَقَ بَابَهُ دُوْنِي، فَمَنَعَ مَعْرُوْفَهُ!
“Berapa banyak tetangga yang akan memegang tangan tetangganya di hari kiamat sambil berkata, ”Wahai Rabb-ku orang ini menutup pintunya dariku dan dia enggan memberi apa yang ia miliki.” (Hasan Lighairihi, yakni hasan dilihat dari jalur yang lain) Lihat Ash Shahihah (2616): [Hadits ini tidak ada sedikitpun dalam Kutubus Sittah]
52- Bab [Seorang Tidak Patut Merasa Kenyang Sedang tetangganya Kelaparan -61
[82/112]
Dari Abdullah ibnul Mishwar, ia berkata, “Saya pernah mendengar lbnu Abbas meriwayatkan dari lbnu Zubair di mana dia berkata, “Saya pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ الْمُؤْمِنُ الَّذِيْ يَشْبَعُ، وَجَارُهُ جَائِعٌ
’Seorang yang beriman tidak akan kekenyangan sedangkan tetangganya dalam keadaan lapar.” (Shahih) Lihat Ash Shahihah (149)
Referensi :
Copas WA grup
Sumber https://rumaysho.com/1610-tetangga-yang-baik-dan-tetangga-yang-jelek-2.html