ISLAM itu indah-----ISLAM itu sempurna dan ISLAM itu rahmatan lil 'alamin-----JANGAN Hanya menilai ISLAM dari pengikut / umatnya...!-----tapi Nilai lah ISLAM dari ajarannya...!-----Pelajarilah...!-----Jika Tidak Tahu Bertanyalah Pada Ahlinya-----maka anda akan mengetahui betapa menakjubkanya Islam bagi kehidupan manusia

(Ibnul Qoyyim rahimahullah[Ad-Daa' wa ad-Dawaa' 94])

“”

IMAM SYAFI'I MENUTURKAN :

Siapa yang tulus menjalin persaudaraan dengan sahabatnya maka ia akan menerima kesalahan-kesalahannya,, mengisi kekuranagnnya dan memaafkan ketregelincirannya".

RASULULLAH Shalallahu 'alaihi wasalam bersabda :

"Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia". (HR. Muslim)

RASULULLAH shlallahu 'alaihi wasalam bersabda :

"Seorang Muslim Adalah Bersaudara, Janganlah Mendzolimi, Merendahkan Dan Janganlah Mengejeknya. (HR. Muslim)

RASULULLAH shlallahu 'alaihi wasalam bersabda :

"Barangsiapa yang memudahkan orang yang sedang berada dalam kesulitan, maka Allah akan memudahkannya baik di dunia maupun di akherat". (HR. Muslim)

Imam Syafi'i pernah berkata :

"Aku berangan-angan agar orang-orang mempelajari ilmuku ini dan mereka tidak menisbahkan sedikitpun ilmuku kepadaku selamanya, lalu akupun diberi ganjaran karenanya dan mereka tidak memujiku" (Al-Bidaayah wa An-Nihaayah 10/276)

Ibnul Qayyim (Al Fawaid 1/147)

el kanzu

Senin, 26 Mei 2014

Kekayaan Alam Indonesia

Jika melihat dan memikirkan kekayaan alam indonesia, hati ini langsung terasa sesak dan miris...
Apa yg tidak ada di indonesia ?
Emas...?
Tembaga...?
Batubara...?
Minyak bumi...?
Sebutkan Sumber Daya Alam yg ada hampir semua bisa ditemui di Indonesia...
Apakah orang Indonesia bodoh...?
sangat tidak mungkin... prestasi anak bangsa yg sangat banyak di berbagai bidang cabang ilmu...
Kekayaan alam yg begitu banyak justru yang menikmatinya adalah pihak asing...
anak bangsa yg cerdas dan berkualitas hanya menjadi kuli dan buruh...
kuli dan buruh yang mengeruk kekayaan alam negaranya sendiri kemudian mengangkutnya ke luar negeri...
waktu terus berjalan kekayaan alam yang semakin menipis...
anak cucu hanya akan meratapi dan akan membeli produk luar negeri padahal bahan bakunya dari dalam negeri...
memikirkan itu semua hanya sia-sia sebagai rakyat biasa... toh itu hanya duniawi semata...
lebih baik memikirkan akherat yang kekal abadi...
terus mencari bekal untuk perjalanan yang panjang...
live for Allah

Rabu, 21 Mei 2014

Rejeki Bukan Hanya Fulus

Rezeki Bukan Hanya Materi

Imam Masjid Quba di Madinah berkata,
“Rezeki tidak terbatas pada uang atau makanan saja.
Rezeki Allah amat luas.

* Teman-teman yang baik dan ketenangan hati merupakan rezeki.

* Tidur nyenyak dan tinggal di rumah yang melindungimu dari meminta-minta merupakan rezeki.

* Pemandangan yang indah dan aroma parfum yang mengundang semangat adalah rezeki. 

* Istri dan anak-anak yang mencintaimu merupakan rezeki.

* Orang-orang disekitarmu yang sabar dengan segala kekuranganmu merupakan rezeki.

* Kata-kata indah yang anda baca, kelembutan ibu dan ayah,,,

Anda menangis dipundak orang yang dicintai,,,

Majelis yang menghilangkan beban pikiran,,,

Orang-orang sekitarmu yang menghormatimu,,,

Senyuman anak kecil,,,
Hadiah dari sahabat,,,

Kemandirian itu semua merupakan rezeki. 

Semua yang kita miliki adalah rezeki dari Allah....




Ya Allah berilah rezeki untuk kami berupa ridha-Mu ya Allah, Engkau sebaik-baik Pemberi Rezeki. Puji dan syukur hanyalah milik Allah”.
Kiriman dari Al Ustadz Fariq Gasim Anuz hafidhahullah

From : http://www.kajianislam.net/2013/05/rezeki-bukan-hanya-materi/ 
 


Data     : 22 Rajab 1435 H, 22 Mei 2014, 09:45 WITA
Place    : Sangatta – Kutai Timur – Kalimantan Timur – Indonesia

Menikah Karena Allah


Nasehat tentang MENIKAH karena ALLAH
Teruntuk mereka yang mencari Mawaddah (kasih), Sakinah (ketentraman) dan Rahmah (sayang) dalam Keluarga.

Bismillahirrahmaanirahiim

Dengan kerendahan hati mari kita simak pesan-pesan Al-qur'an tentang tujuan hidup yang sebenarnya

Nasehat ini untuk semuanya ...........
Untuk mereka yang sudah memiliki arah.........
Untuk mereka yang belum memiliki arah.........
dan untuk mereka yang tidak memiliki arah.
nasehat ini untuk semuanya.......
Semua yang menginginkan kebaikan.

Saudaraku,
Nikah itu ibadah . . .
Nikah itu suci . .
Ingat itu......
Memang nikah itu bisa karena harta, bisa karena kecantikan, bisa karena keturunan dan bisa karena agama.
Jangan engkau jadikan harta, keturunan maupun kecantikan sebagai alasan karena semua itu akan menyebabkan celaka.
Jadikan agama sebagai alasan yang utama
Karena engkau akan mendapatkan kebahagiaan.

Saudaraku,
Tidak dipungkiri bahwa keluarga terbentuk karena cinta . .
Namun, jika cinta engkau jadikan sebagai landasan maka keluargamu akan rapuh, akan mudah hancur.
Jadikanlah " ALLAH " sebagai landasan utama rumah tanggamu
Niscaya engkau akan selamat
Tidak saja dunia, tapi juga akhirat. . .
Jadikanlah ridho Allah sebagai tujuan. . .
Niscaya mawaddah, sakinah dan rahmah akan tercapai.

Saudaraku,
Jangan engkau menginginkan menjadi raja dalam "istanamu"
Disambut istri ketika datang dan dilayani segala kebutuhanmu
Jika ini kau lakukan " istanamu " tidak akan langgeng
Lihatlah manusia teragung yaitu Muhammad SAW....
Tidak marah ketika harus tidur di depan pintu,
Beralaskan sorban, karena sang istri tercinta tidak mendengar kedatangannya.
Tetap tersenyum meski tidak mendapatkan makanan tersaji dihadapannya ketika lapar........
Menjahit bajunya yang robek........

Saudariku,
Jangan engkau menginginkan menjadi ratu dalam "istanamu "
Disayang, dimanja dan dilayani suami
Terpenuhi apa yang menjadi keinginanmu
Jika itu engkau lakukan " istanamu " akan menjadi neraka bagimu

Saudaraku,
Jangan engkau terlalu cinta kepada istrimu.........
Jangan engkau terlalu menuruti istrimu......
Jika itu engkau lakukan akan celaka....
Engkau tidak akan dapat melihat yang hitam dan yang putih,
Tidak akan dapat melihat yang benar dan yang salah.....
Lihatlah bagaimana Allah menegur " Nabi "-mu
Tatakala mengharamkan apa yang Allah halalkan hanya karena menuruti kemauan sang istri.
Tegaslah terhadap istrimu
Dengan cintamu, ajaklah dia taat kepada Allah.......
Jangan biarkan dia dengan kehendaknya
Lihatlah bagaimana istri Nuh dan Luth
Di bawah bimbingan manusia pilihan, justru mereka menjadi penentang.....
Istrimu bisa menjadi musuhmu
Didiklah istrimu. . .
Jadikanlah dia sebagai Hajar, wanita utama yang loyal terhadap tugas suami, Ibrahim
Jadikan dia sebagai Maryam, wanita utama yang bisa menjaga kehormatannya
Jadikan dia sebagai Khadijah, wanita utama yang bisa mendampingi sang suami Muhammad saw menerima tugas risalah
Istrimu adalah tanggung jawabmu....
Jangan kau larang mereka taat kepada Allah.....
Biarkan mereka menjadi wanita shalilah....
Biarkan mereka menjadi Hajar atau Maryam........
Jangan kau belenggu mereka dengan egomu...

Saudariku,
Jika engkau menjadi istri.........
Jangan engkau paksa suamimu menurutimu......
Jangan engkau paksa suamimu melanggar Allah......
Siapkan dirimu untuk menjadi Hajar, yang setia terhadap tugas suami.....
Siapkan dirimu untuk menjadi Maryam, yang bisa menjaga kehormatannya....
Siapkan dirimu untuk menjadi Khadijah, yang bisa yang bisa mendampingi suami menjalankan misi.
Jangan kau usik suamimu dengan rengekanmu....
Jangan kau usik suamimu dengan tangismu....
Jika itu kau lakukan.....
Kecintaannya terhadapmu akan memaksanya menjadi pendurhaka
JANGAN….

Saudaraku,
Jika engkau menjadi Bapak......
Jadilah bapak yang bijak seperti Lukmanul Hakim
Jadilah bapak yang tegas seperti Ibrahim
Jadilah bapak yang kasih seperti Muhammad saw
Ajaklah anak-anakmu mengenal Allah..........
Ajaklah mereka taat kepada Allah.......
Jadikan dia sebagai Yusuf yang berbakti.......
Jadikan dia sebagai Ismail yang taat.......
Jangan engkau jadikan mereka sebagai Kan'an yang durhaka.
Mohonlah kepada Allah..........
Mintalah kepada Allah, agar mereka menjadi anak yang shalih.....
Anak yang bisa membawa kebahagiaan.

Saudariku........
Jika engkau menjadi ibu....
Jadilah engkau ibu yang bijak, ibu yang teduh....
Bimbinglah anak-anakmu dengan air susumu....
Jadikanlah mereka mujahid.........
Jadikanlah mereka tentara-tentara Allah.....
Jangan biarkan mereka bermanja-manja.....
Jangan biarkan mereka bermalas-malas..........
Siapkan mereka untuk menjadi hamba yang shalih....
Hamba yang siap menegakkan Risalah Islam.
 
Kita tidak akan bisa dan tidak mungkin bisa persis seperti orang-orang istimewa yang disebutkan dalam Al Quran dan Sunnah Nabinya...
Tapi setidaknya kita berusaha (pen.)
 
 
Data     : 22 Rajab 1435 H, 22 Mei 2014, 09:19 WITA
Place    : Sangatta – Kutai Timur – Kalimantan Timur – Indonesia

Senin, 05 Mei 2014

Akhlak dan Adab Dulu Baru Ilmu

Banyak Ilmu, Namun Lupa  Belajar Adab dan Akhlak
Apr 11, 2014 Muhammad Abduh Tuasikal,

Ketahuilah bahwa ulama salaf sangat perhatian sekali pada masalah adab dan akhlak.
Mereka pun mengarahkan murid-muridnya mempelajari adab sebelum menggeluti suatu bidang ilmu dan menemukan berbagai macam khilaf  ulama. Imam Darul Hijrah, Imam Malik rahimahullah pernah berkata pada seorang pemuda Quraisy,

ﺗﻌﻠﻢ ﺍﻷﺩﺏ ﻗﺒﻞ ﺃﻥ ﺗﺘﻌﻠﻢ ﺍﻟﻌﻠﻢ
“Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu.”

Kenapa sampai para ulama mendahulukan mempelajari adab?
Sebagaimana Yusuf bin Al Husain berkata :

ﺑﺎﻷﺩﺏ ﺗﻔﻬﻢ ﺍﻟﻌﻠﻢ
“Dengan mempelajari adab, maka engkau jadi mudah memahami ilmu.”
 
Guru penulis, Syaikh Sholeh Al ‘Ushoimi berkata, “Dengan memperhatikan adab maka akan mudah meraih ilmu. Sedikit perhatian pada adab, maka ilmu akan disia-siakan.”

Oleh karenanya, para ulama sangat perhatian sekali mempelajarinya.
Ibnul Mubarok
berkata :

 ﺗﻌﻠﻤﻨﺎ ﺍﻷﺩﺏ ﺛﻼﺛﻴﻦ ﻋﺎﻣﺎً، ﻭﺗﻌﻠﻤﻨﺎ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻋﺸﺮﻳﻦ
“Kami mempelajari masalah adab itu selama 30 tahun sedangkan kami  mempelajari ilmu selama 20 tahun.”
 
Ibnu Sirin berkata :

 ﻛﺎﻧﻮﺍ ﻳﺘﻌﻠﻤﻮﻥ ﺍﻟﻬﺪﻱَ ﻛﻤﺎ ﻳﺘﻌﻠﻤﻮﻥ ﺍﻟﻌﻠﻢ
“Mereka -para ulama- dahulu mempelajari petunjuk (adab) sebagaimana mereka menguasai suatu ilmu.”
Makhlad bin Al Husain berkata pada Ibnul Mubarok,

ﻧﺤﻦ ﺇﻟﻰ ﻛﺜﻴﺮ ﻣﻦ ﺍﻷﺩﺏ ﺃﺣﻮﺝ ﻣﻨﺎ ﺇﻟﻰ ﻛﺜﻴﺮ ﻣﻦ ﺣﺪﻳﺚ
“Kami lebih butuh dalam  mempelajari adab daripada banyak  menguasai hadits.” 

Kata Syaikh Sholeh Al Ushoimi, “Ini yang terjadi  di zaman beliau, tentu di zaman kita ini adab dan akhlak seharusnya lebih serius dipelajari.”

Dalam Siyar A’lamin Nubala’ karya Adz Dzahabi disebutkan bahwa ‘Abdullah bin Wahab berkata,

ﻣﺎ ﻧﻘﻠﻨﺎ ﻣﻦ ﺃﺩﺏ ﻣﺎﻟﻚ ﺃﻛﺜﺮ ﻣﻤﺎ ﺗﻌﻠﻤﻨﺎ ﻣﻦ ﻋﻠﻤﻪ
“Yang kami nukil dari (Imam) Malik  lebih banyak dalam hal adab dibanding ilmunya.” -

Imam Malik juga pernah berkata,
“Dulu ibuku menyuruhku untuk duduk bermajelis dengan Robi’ah Ibnu Abi ‘Abdirrahman -seorang fakih di kota Madinah di masanya-.  Ibuku berkata,

ﺗﻌﻠﻢ ﻣﻦ ﺃﺩﺑﻪ ﻗﺒﻞ ﻋﻠﻤﻪ
“Pelajarilah adab darinya sebelum mengambil ilmunya.”

Lihatlah doa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam supaya dianugerahi akhlak yang mulia,

ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺍﻫْﺪِﻧِﻰ ﻷَﺣْﺴَﻦِ ﺍﻷَﺧْﻼَﻕِ ﻻَ ﻳَﻬْﺪِﻯ ﻷَﺣْﺴَﻨِﻬَﺎ ﺇِﻻَّ ﺃَﻧْﺖَ ﻭَﺍﺻْﺮِﻑْ ﻋَﻨِّﻰ ﺳَﻴِّﺌَﻬَﺎ ﻻَ ﻳَﺼْﺮِﻑُ ﻋَﻨِّﻰ ﺳَﻴِّﺌَﻬَﺎ ﺇِﻻَّ ﺃَﻧْﺖَ
“Allahummahdinii li ahsanil akhlaaqi laa yahdi li-ahsanihaa illa  anta, washrif ‘anni sayyi-ahaa, laa yashrif ‘anni sayyi-ahaa illa anta 
Artinya: Ya Allah, tunjukilah padaku akhlak yang baik, tidak ada yang dapat menunjukinya kecuali Engkau.

Dan palingkanlah kejelekan akhlak dariku, tidak ada yang memalinggkannya kecuali Engkau].” (HR. Muslim no. 771, dari ‘Ali bin Abi Tholib)

Disusun di pagi hari, Jum’at, 11 Jumadats Tsaniyah 1435 H di Pesantren Darush Sholihin Akhukum fillah: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com

Minggu, 04 Mei 2014

Amalan-amalan agar masuk surga

Amalan yang Paling Banyak Membuat Masuk Surga
Mar 25, 2014 Muhammad Abduh Tuasikal,


Yang paling banyak memasukkan seseorang ke dalam surga ada dua  amalan yaitu takwa dan akhlak yang baik.Yang terakhir di atas yang amat jarang ditemukan, bahkan pada orang-orang yang sudah kenal agama. Ada yang sudah lama ngaji, sudah sekian duduk di majelis ilmu, namun ia adalah orang yang sering lalaikan amanat.

Dengan tampilannya yang jenggotan, namun  terlihat sangar (tidak murah senyum) dan kasar. Seolah-olahyang dipentingkan adalah penampilan lahiriyah tanpa memperhatikan akhlak yang santun, amanat dan lemah lembut. Padahal seharusnya dengan rajinnya menuntut ilmu dan sudah menjalankan ajaran Rasul semakin terbimbing pada akhlak yang baik. Karena takwa dan akhlak baik itulah yang mengantarkan pada surga.

Dari Abu Hurairah, ia berkata,
ﺳُﺌِﻞَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ -ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ- ﻋَﻦْ ﺃَﻛْﺜَﺮِ ﻣَﺎ ﻳُﺪْﺧِﻞُ ﺍﻟﻨَّﺎﺱَ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔَ ﻓَﻘَﺎﻝَ ‏« ﺗَﻘْﻮَﻯ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺣُﺴْﻦُ ﺍﻟْﺨُﻠُﻖِ ‏». ﻭَﺳُﺌِﻞَ ﻋَﻦْ ﺃَﻛْﺜَﺮِ ﻣَﺎ ﻳُﺪْﺧِﻞُ ﺍﻟﻨَّﺎﺱَ ﺍﻟﻨَّﺎﺭَ  ﻓَﻘَﺎﻝَ ‏« ﺍﻟْﻔَﻢُ ﻭَﺍﻟْﻔَﺮْﺝُ ‏»
“ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa  sallam ditanya mengenai perkara yang banyak memasukkan seseorang ke dalam surga, beliau menjawab, “Takwa kepada Allah dan berakhlak yang baik.” Beliau ditanya pula mengenai perkara yang banyak memasukkan orang dalam neraka,  jawab beliau, “Perkara yang disebabkan karena mulut dan kemaluan. ” (HR. Tirmidzi no. 2004 dan Ibnu Majah no. 4246. Al Hafizh  Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).

Maksud Takwa Takwa asalanya adalah menjadikan antara seorang hamba dan seseutu yang ditakuti suatu penghalang. Sehingga takwa kepada Allah berarti menjadikan antara hamba dan Allah suatu benteng yang dapat menghalangi dari kemarahan, murka dan siksa Allah. Takwa ini dilakukan dengan melaksanakan perintah dan menjauhi maksiat. 

Namun takwa yang sempurna kata Ibnu Rajab Al Hambali adalah dengan mengerjakan kewajiban, meninggalkan keharaman dan perkara syubhat, juga mengerjakan perkara sunnah, dan meninggalkan yang makruh. Inilah derajat takwa yang paling tinggi.

Al Hasan Al Bashri berkata,
ﺍﻟﻤﺘﻘﻮﻥ ﺍﺗَّﻘَﻮﺍ ﻣﺎ ﺣُﺮِّﻡ ﻋﻠﻴﻬﻢ ، ﻭﺃﺩَّﻭﺍ ﻣﺎ ﺍﻓْﺘُﺮِﺽ ﻋﻠﻴﻬﻢ
“Orang yang bertakwa adalah mereka yang menjauhi hal-hal yang
diharamkan dan menunaikan berbagai kewajiban.”
 
‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz berkata,
ﻟﻴﺲ ﺗﻘﻮﻯ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﺼﻴﺎﻡ ﺍﻟﻨﻬﺎﺭ ، ﻭﻻ ﺑﻘﻴﺎﻡ ﺍﻟﻠﻴﻞ ﻭﺍﻟﺘﺨﻠﻴﻂِ ﻓﻴﻤﺎ ﺑَﻴْﻦَ ﺫﻟﻚ ، ﻭﻟﻜﻦ ﺗﻘﻮﻯ ﺍﻟﻠﻪِ ﺗﺮﻙُ ﻣﺎ ﺣﺮَّﻡ ﺍﻟﻠﻪ ، ﻭﺃﺩﺍﺀُ ﻣﺎ ﺍﻓﺘﺮﺽَ ﺍﻟﻠﻪ ،ﻓﻤﻦ ﺭُﺯِﻕَ ﺑﻌﺪ  ﺫﻟﻚ ﺧﻴﺮﺍً ، ﻓﻬﻮ ﺧﻴﺮٌ ﺇﻟﻰ ﺧﻴﺮ
“Takwa bukanlah hanya dengan puasa di siang hari atau mendirikan  shalat malam, atau melakukan kedua-duanya. Namun takwa adalah meninggalkan yang Allah haramkan dan menunaikan yang Allah wajibkan. Siapa yang setelah itu dianugerahkan kebaikan, maka itu adalah kebaikan pada kebaikan.”

Tholq bin Habib
mengatakan,
ﺍﻟﺘﻘﻮﻯ ﺃﻥْ ﺗﻌﻤﻞَ ﺑﻄﺎﻋﺔِ ﺍﻟﻠﻪ ، ﻋﻠﻰ ﻧﻮﺭٍ ﻣﻦ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﺮﺟﻮ ﺛﻮﺍﺏَ ﺍﻟﻠﻪ ، ﻭﺃﻥْ ﺗﺘﺮﻙَ ﻣﻌﺼﻴﺔَ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻰ ﻧﻮﺭٍ  ﻣﻦ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﺨﺎﻑُ ﻋﻘﺎﺏَ ﺍﻟﻠﻪ
“Takwa berarti engkau menjalankan ketaatan pada Allah atas petunjuk cahaya dari Allah dan engkau mengharap pahala dari-Nya. Termasuk dalam takwa pula adalah menjauhi maksiat atas petunjuk cahaya dari Allah dan engkau takut akan siksa-Nya.”

Ibnu Mas’ud ketika menafsirkan ayat bertakwalah pada Allah dengan sebenar-benarnya takwa yang terdapat dalam surat Ali Imran ayat 102, beliau berkata:

ﺃﻥْ ﻳُﻄﺎﻉ ﻓﻼ ﻳُﻌﺼﻰ ، ﻭﻳُﺬﻛﺮ ﻓﻼ ﻳﻨﺴﻰ ، ﻭﺃﻥ ﻳُﺸﻜﺮ ﻓﻼ ﻳُﻜﻔﺮ
“Maksud ayat tersebut adalah Allah  itu ditaati, tidak bermaksiat pada-Nya. Allah itu terus diingat, tidak melupakan-Nya. Nikmat Allah itu disyukuri, tidak diingkari.” (HR. Al Hakim secara marfu’, namun mauquf lebih shahih).

Yang dimaksud bersyukur pada Allah adalah dengan melakukan ketaatan pada-Nya. Adapun maksud mengingat Allah dan tidak melupakan-Nya adalah selalu mengingat Allah dengan hati pada setiap gerakan dan diamnya, begitu saat berucap. Semuanya dilakukan hanya untuk meraih pahala dari Allah. Begitu pula larangan-Nya pun dijauhi. (Lihat Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam , 1: 397-402)
 
Maksud Akhlak yang Baik Dalam hadits Abu Dzar disebutkan:

ﺍﺗَّﻖِ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﺣَﻴْﺜُﻤَﺎ ﻛُﻨْﺖَ ﻭَﺃَﺗْﺒِﻊِ ﺍﻟﺴَّﻴِّﺌَﺔَ ﺍﻟْﺤَﺴَﻨَﺔَ ﺗَﻤْﺤُﻬَﺎ ﻭَﺧَﺎﻟِﻖِ ﺍﻟﻨَّﺎﺱَ ﺑِﺨُﻠُﻖٍ ﺣَﺴَﻦٍ
“ Bertakwalah kepada Allah di mana saja engkau berada. Ikutilah kejelekan dengan kebaikan niscaya ia akan menghapuskan kejelekan tersebut dan berakhlaklah dengan manusia dengan akhlak yang baik. ” (HR. Tirmidzi no. 1987 dan Ahmad 5/153. Abu ‘Isa At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih)
 
Ibnu Rajab mengatakan bahwa berakhlak yang baik termasuk bagian dari takwa. Akhlak disebutkan secara bersendirian karena ingin ditunjukkan pentingnya akhlak. Sebab banyak yang menyangka bahwa takwa hanyalah menunaikan hak Allah tanpa memperhatikan hak sesama. (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 454).
 
Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan akhlak yang baik sebagai tanda kesempurnaan iman.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ﺃَﻛْﻤَﻞُ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ ﺇِﻳﻤَﺎﻧًﺎ ﺃَﺣْﺴَﻨُﻬُﻢْ ﺧُﻠُﻘًﺎ
“ Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya. ” (HR. Abu Daud no. 4682 dan Ibnu Majah no. 1162. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)

Akhlak yang baik (husnul khuluq) ditafsirkan oleh para salaf dengan
menyebutkan beberapa contoh.

Al Hasan Al Bashri mengatakan :
ﺣُﺴﻦُ ﺍﻟﺨﻠﻖ : ﺍﻟﻜﺮﻡُ ﻭﺍﻟﺒﺬﻟﺔ ﻭﺍﻻﺣﺘﻤﺎﻝُ
“Akhlak yang baik adalah ramah, dermawan, dan bisa menahan amarah.”

Asy Sya’bi berkata bahwa akhlak yang baik adalah :

ﺍﻟﺒﺬﻟﺔ ﻭﺍﻟﻌﻄﻴﺔ ﻭﺍﻟﺒِﺸﺮُ ﺍﻟﺤﺴﻦ ، ﻭﻛﺎﻥ ﺍﻟﺸﻌﺒﻲ ﻛﺬﻟﻚ
“Bersikap dermawan, suka memberi, dan memberi kegembiraan pada  orang lain.” Demikianlah Asy Sya’bi, ia gemar melakukan hal itu.

Ibnul Mubarok mengatakan bahwa akhlak yang baik adalah :

ﻫﻮ ﺑﺴﻂُ ﺍﻟﻮﺟﻪ ، ﻭﺑﺬﻝُ ﺍﻟﻤﻌﺮﻭﻑ ، ﻭﻛﻒُّ ﺍﻷﺫﻯ
“Bermuka manis, gemar melakukan kebaikan dan menahan diri dari menyakiti orang lain.”
 
Imam Ahmad berkata :

ﺣُﺴﻦُ ﺍﻟﺨﻠﻖ ﺃﻥْ ﻻ ﺗَﻐﻀَﺐَ ﻭﻻ ﺗﺤْﺘﺪَّ ، ﻭﻋﻨﻪ ﺃﻧَّﻪ ﻗﺎﻝ: ﺣُﺴﻦُ ﺍﻟﺨﻠﻖ ﺃﻥْ ﺗﺤﺘﻤﻞَ ﻣﺎ ﻳﻜﻮﻥُ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺎﺱ
“Akhlak yang baik adalah jangan engkau marah dan cepat naik darah.” Beliau juga berkata, “Berakhlak yang baik adalah bisa menahan amarah di hadapan manusia.”

Ishaq bin Rohuwyah berkata tentang akhlak yang baik :
ﻫﻮ ﺑﺴﻂُ ﺍﻟﻮﺟﻪِ ، ﻭﺃﻥْ ﻻ ﺗﻐﻀﺐ
“Bermuka manis dan jangan marah.” (Lihat Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam , 1: 457-458).
Semoga Allah mengaruniakan kepada kita sifat takwa dan akhlak yang mulia. Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.

Selesai disusun menjelang Zhuhur, 24 Jumadal Ula 1435 H di Pesantren Darush Sholihin Gunungkidul Akhukum fillah: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com

Pemberian Ilmu Kehendak Allah

Ilmu Diberi Tak Memandang Keturunan
 Mar 31, 2014  Muhammad Abduh Tuasikal,
MSc 

Ilmu diberi tak memandang status
keturunan. Ilmu diin itu diberi bagi
siapa saja yang Allah kehendaki.
Seandainya, ilmu itu memandang
keturunan, maka keluarga Nabilah
atau ahlul bait yang lebih pantas
mendapatkan ilmu. Tetapi
realitanya tidak demikian.
Salah satu ulama salaf berkata:
ﺇﻧﻤﺎ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻣﻮﺍﻫﺐ ﻳﺆﺗﻴﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﻦ ﺃﺣﺐ ﻣﻦ ﺧﻠﻘﻪ ،
ﻭﻟﻴﺲ ﻳﻨﺎﻟﻪ ﺃﺣﺪ ﺑﺎﻟﺤﺴﺐ ، ﻭﻟﻮ ﻛﺎﻥ ﻟﻌﻠﺔ ﺍﻟﺤﺴﺐ
ﻟﻜﺎﻥ ﺃﻭﻟﻰ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺑﻪ ﺃﻫﻞ ﺑﻴﺖ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ
ﻭﺳﻠﻢ .
Sesungguhnya ilmu adalah karunia
yang Allah beri pada siapa saja yang
Allah kehendaki dari makhluk-Nya.
Ilmu bukanlah diberi karena melihat
pada keturunan.
Kalau memang karena keturunan,
maka tentu manusia yang lebih
pantas mendapatkan ilmu adalah
ahlu bait Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam.

Namun realitanya kita saksikan
bahwa orang-orang yang jauh dari
Nabi yang banyak meraih ilmu
beliau seperti sahabat Abu Hurairah.
Sedangkan paman-paman Nabi
sebagiannya malah kafir.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
ﻭَﻣَﻦْ ﺑَﻄَّﺄَ ﺑِﻪِ ﻋَﻤَﻠُﻪُ ﻟَﻢْ ﻳُﺴْﺮِﻉْ ﺑِﻪِ ﻧَﺴَﺒُﻪُ
“ Barangsiapa yang lamban amalnya,
maka nasabnya tidak bisa
mengejarnya” (HR. Muslim no. 2699,
dari Abu Hurairah).
Imam Nawawi rahimahullah
berkata, “Siapa saja yang amalnya
itu kurang, maka kedudukan
mulianya tidak bisa menolong
dirinya. Oleh karenanya, jangan
terlalu berharap dari nasab atau
silsilah keturunan dan keutamaan
nenek moyang, akhirnya sedikit
dalam beramal.” (Syarh Shahih
Muslim, 17: 21).
Simak artikel Rumaysho.Com
sebelumnya: Walau Engkau Seorang
Habib.
Hanya Allah yang memberi taufik.
Semoga dapat menjadi renungan
bersama.

Disusun saat safar Jakarta-Jogja, 29
Jumadal Ula 1435
Akhukum fillah: Muhammad Abduh
Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com

Memanfaatkan Waktu Luang

Memanfaatkan Waktu Luang

 Jan 28, 2014  Muhammad Abduh Tuasikal, MSc 
Setiap orang pasti memiliki waktu
luang. Pegawai tidak seharian kerja
full, ada pasti waktu senggang.
Seorang pedagang pun demikian,
tidak selamanya ia melayani
pembeli, pasti ada waktu kosong.
Saat antri dan menunggu, kita juga
punya banyak waktu luang. Nah,
tugas kita adalah memanfaatkan
waktu-waktu luang seperti ini untuk
hal yang bermanfaat.
Bagaimana Contoh Ulama Salaf dalam
Memanfaatkan Waktu?
Sebagian ulama salaf biasa membaca
sambil berjalan. Contohnya Abu
Bakr bin Khayyath yang merupakan
seorang ulama nahwu. Ia belajar di
sepanjang waktu, hingga dalam
keadaan berjalan pun masih terus
belajar. Karena kesenangannya itu
ia pernah terperosok dalam
kubangan saking asyik membaca.
Al Khotib Al Baghdadi biasa berjalan
di tengah jalan, sedang ia memegang
satu juz buku yang ia pelajari.
Lain halnya dengan Abu Nu’aim Al
Ashbahani, pengarang kitab Hilyatul
Auliya’, ia sibuk mengajar dan
dikunjungi setiap waktu. Maka
apabila ia pulang ke rumah, di
tengah perjalanan, ada orang yang
membacakan ilmu padanya.
Ada juga ulama yang bernama
Tsa’lab An Nahwi, sebab
kematiannya adalah ia keluar dari
masjid setelah Ashar di Hari Jum’at.
Ia sudah sedikit tuli, di mana ia
tidak bisa mendengar kecuali setelah
berusaha mendengarkan dengan
susah payah. Tangannya membawa
buku yang ia terus baca di tengah
jalan. Lantas seekor kuda
menabraknya hingga ia terpental
masuk ke sebuah lubang. Akhirnya,
ia pun meninggal pada hari
berikutnya.
Berikutnya Al Fath bin Khaqan,
menteri Khalifah Al Mutawakkil,
apabila ia pergi untuk shalat di
masjid atau menyelesaikan suatu
keperluan, ia mengeluarkan
beberapa lembar kertas yang ia baca
sambil berjalan hingga ia sampai di
tempat tujuan.
Juga ulama seperti Syaikh ‘Abdul
‘Aziz bin Baz yang menjadi mufti
kerajaan Saudi Arabia di masa silam,
beliau menghafal Alfiyah Al ‘Iroqi
sambil wudhu. Setiap hari ia
menghafal satu atau dua bait hingga
berhasil mengkhatamkannya.
Bagaimana dengan Kita?
Banyak waktu luang yang
sebenarnya kita miliki. Misalnya
saja lebih banyak ketika antri
menunggu atau saat menunggu
pesawat, apalagi jika delay. Daripada
banyak menggerutu dan banyak
ngobrol yang tidak manfaat,
mending baca buku-buku yang
bermanfaat saat waktu-waktu luang
tersebut. Makanya kami sarankan
bawalah buku-buku kecil yang
bermanfaat setiap kali bepergian.
Atau buka gadget kita, lalu baca web
Islam yang bermanfaat dan ilmiah.
Niscaya waktu luang kita jadi penuh
berkah dan berbuah pahala.
Ingatlah sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam ,
ﻧِﻌْﻤَﺘَﺎﻥِ ﻣَﻐْﺒُﻮﻥٌ ﻓِﻴﻬِﻤَﺎ ﻛَﺜِﻴﺮٌ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ، ﺍﻟﺼِّﺤَّﺔُ
ﻭَﺍﻟْﻔَﺮَﺍﻍُ
“ Ada dua kenikmatan yang banyak
manusia tertipu, yaitu nikmat sehat
dan waktu senggang ”. (HR. Bukhari
no. 6412, dari Ibnu ‘Abbas). Waktu
senggang adalah di antara nikmat
yang banyak dilalaikan.
Hanya Allah yang memberi taufik
untuk memanfaatkan waktu luang
jadi penuh manfaat.

Disusun di pagi hari penuh berkah
saat perjalanan Panggang – Jogja,
Selasa – 28 Rabi’ul Awwal 1435 H
Akhukum fillah: Muhammad Abduh
Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com

Ragu + Yakin = Yakin

Ragu
Tidak Bisa Mengalahkan
Yakin
 Jan 12, 2013  Muhammad Abduh Tuasikal,
MSc  Ilmu Ushul  0
Sebelum Maghrib kita yakin sudah
berwudhu dengan benar dan wudhu
itu kita gunakan untuk shalat.
Menjelang Isya’ mungkin ada
perasaan atau was-was, apakah
wudhu shalat Maghrib tadi sudah
batal ataukah belum. Untuk keadaan
seperti ini kalau yakin tidak kentut
dan tidak melakukan pembatal
wudhu lainnya, maka tetaplah
berpegang pada kondisi awal (yang
yakin). Keyakinan belum batal
wudhu tidak bisa dihilangkan
dengan sekedar keraguan. Jika yakin
benar sudah batal, itulah kondisi
yang diambil dan ketika itu barulah
kita berwudhu. Kaedah yang kita
bahas kali ini amat membantu untuk
memahami masalah semacam ini.
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As
Sa’di rahimahullah berkata dalam
bait sya’irnya,
ﻭﺗﺮﺟﻊ ﺍﻷﺣﻜﺎﻡ ﻟﻠﻴﻘﻴﻦ
ﻓﻼ ﻳﺰﻳﻞ ﺍﻟﺸﻚ ﻟﻠﻴﻘﻴﻦ
Hukum merujuk pada yang yakin,
Karenanya yang yakin tidak bisa
dihilangkan dengan sekedar keraguan
Yang dimaksud ragu-ragu dalam
kaedah di atas adalah keadaan yang
tidak bisa menguatkan salah satu
dari beberapa pilihan. Sedangkan
yang dimaksud yakin adalah
ketenangan hati dan adanya
pengetahuan (ilmu).
Adapun maksud kaedah adalah
hukum itu merujuk pada yang yakin.
Jika datang keraguan, sedangkan
sebelumnya masih ada yang yakin,
maka tidak boleh berpaling pada
yang ragu tersebut dan tetap
berpegang pada yang yakin.
Kaedah ini berlaku dalam semua bab
fikih. Bahkan beberapa kaedah fikih
berada di bawah kaedah pokok ini
yang nanti akan disampaikan oleh
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As
Sa’di dalam bait kaedah fikih
selanjutnya.
Dalil Kaedah
Allah Ta’ala berfirman,
ﻭَﻣَﺎ ﻳَﺘَّﺒِﻊُ ﺃَﻛْﺜَﺮُﻫُﻢْ ﺇِﻟَّﺎ ﻇَﻨًّﺎ ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻈَّﻦَّ ﻟَﺎ ﻳُﻐْﻨِﻲ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺤَﻖِّ ﺷَﻴْﺌًﺎ
“ Dan kebanyakan mereka tidak
mengikuti kecuali persangkaan saja.
Sesungguhnya persangkaan itu tidak
sedikitpun berguna untuk mencapai
kebenaran. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui apa yang mereka
kerjakan .” (QS. Yunus: 36)
Begitu pula Allah Ta’ala berfirman,
ﻭَﻣَﺎ ﻟَﻬُﻢْ ﺑِﻪِ ﻣِﻦْ ﻋِﻠْﻢٍ ﺇِﻥْ ﻳَﺘَّﺒِﻌُﻮﻥَ ﺇِﻟَّﺎ ﺍﻟﻈَّﻦَّ ﻭَﺇِﻥَّ ﺍﻟﻈَّﻦَّ ﻟَﺎ ﻳُﻐْﻨِﻲ
ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺤَﻖِّ ﺷَﻴْﺌًﺎ
“ Dan mereka tidak mempunyai
sesuatu pengetahuanpun tentang itu.
Mereka tidak lain hanyalah mengikuti
persangkaan sedang sesungguhnya
persangkaan itu tiada berfaedah
sedikitpun terhadap kebenaran. ” (QS.
An Najm: 28).
Dalam shahih Bukhari-Muslim
disebutkan hadits dari ‘Abdullah bin
Zaid radhiyallahu ‘anhu bahwasanya
ia pernah mengadukan pada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengenai seseorang yang biasa
merasakan sesuatu dalam shalatnya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
pun bersabda,
ﻻَ ﻳَﻨْﺼَﺮِﻑْ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﺴْﻤَﻊَ ﺻَﻮْﺗًﺎ ﺃَﻭْ ﻳَﺠِﺪَ ﺭِﻳﺤًﺎ
“ Janganlah berpaling hingga ia
mendengar suara atau mendapati
bau. ” (HR. Bukhari no. 177 dan
Muslim no. 361).
Imam Nawawi rahimahullah berkata
mengenai hadits di atas,
ﻣَﻌْﻨَﺎﻩُ ﻳَﻌْﻠَﻢ ﻭُﺟُﻮﺩ ﺃَﺣَﺪﻫﻤَﺎ ﻭَﻟَﺎ ﻳُﺸْﺘَﺮَﻁ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﻉ ﻭَﺍﻟﺸَّﻢّ ﺑِﺈِﺟْﻤَﺎﻉِ
ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴﻦَ . ﻭَﻫَﺬَﺍ ﺍﻟْﺤَﺪِﻳﺚ ﺃَﺻْﻞ ﻣِﻦْ ﺃُﺻُﻮﻝ ﺍﻟْﺈِﺳْﻠَﺎﻡ ﻭَﻗَﺎﻋِﺪَﺓ
ﻋَﻈِﻴﻤَﺔ ﻣِﻦْ ﻗَﻮَﺍﻋِﺪ ﺍﻟْﻔِﻘْﻪ ، ﻭَﻫِﻲَ ﺃَﻥَّ ﺍﻟْﺄَﺷْﻴَﺎﺀ ﻳُﺤْﻜَﻢ ﺑِﺒَﻘَﺎﺋِﻬَﺎ
ﻋَﻠَﻰ ﺃُﺻُﻮﻟﻬَﺎ ﺣَﺘَّﻰ ﻳُﺘَﻴَﻘَّﻦ ﺧِﻠَﺎﻑ ﺫَﻟِﻚَ . ﻭَﻟَﺎ ﻳَﻀُﺮّ ﺍﻟﺸَّﻚّ
ﺍﻟﻄَّﺎﺭِﺉ ﻋَﻠَﻴْﻬَﺎ
“Makna hadits tersebut adalah ia
boleh berpaling sampai ia
menemukan adanya suara atau
mencium bau, dan tidak mesti ia
mendapati kedua-duanya sekaligus
sebagaimana hal ini disepakati oleh
para ulama kaum muslimin (ijma’ ).
Hadits ini menjadi landasan suatu
kaedah dalam Islam dan menjadi
kaedah fikih, yaitu sesuatu tetap
seperti aslinya sampai datang suatu
yang yakin yang menyelisihinya.
Jika ada ragu-ragu yang datang tiba-
tiba, maka tidak
membahayakan.” (Syarh Muslim, 4:
49).
Ibnu Taimiyah rahimahullah
berkata,
ﻛُﻞُّ ﺍﺣْﺘِﻤَﺎﻝٍ ﻟَﺎ ﻳَﺴْﺘَﻨِﺪُ ﺇﻟَﻰ ﺃَﻣَﺎﺭَﺓٍ ﺷَﺮْﻋِﻴَّﺔٍ ﻟَﻢْ ﻳُﻠْﺘَﻔَﺖْ ﺇﻟَﻴْﻪِ
“Setiap yang masih mengandung
sangkaan (keraguan) yang tidak ada
patokan syar’i sebagai pegangan,
maka tidak perlu
diperhatikan.” (Majmu’ Al Fatawa ,
21: 56)
Contoh Kaedah
1- Siapa yang yakin dalam keadaan
suci, kemudian dalam keadaan ragu-
ragu datang hadats, maka ia tetap
dalam keadaan thoharoh (suci), baik
hal ini didapati ketika shalat atau di
luar shalat. Inilah pendapat
madzhab Syafi’i dan mayoritas
ulama lainnya dari salaf (ulama
dahulu) dan kholaf (ulama
belakangan). Demikian kata Imam
Nawawi rahimahullah sebagaimana
dalam Syarh Muslim, 4: 49.
2- Siapa yang berhadats di shubuh
hari, kemudia ia ragu-ragu setelah
itu apakah ia sudah bersuci ataukah
belum, maka ia dihukumi seperti
keadaan pertama yaitu ia dalam
keadaan hadats. Jadinya ia harus
berwudhu. Karena keadaan awal
itulah keadaan yang yakin dan tidak
bisa dikalahkan dengan hanya
sekedar ragu-ragu. (Syarh Al
Manzhumah As Sa’diyah , hal. 77)
3- Barangsiapa yang di sore hari
menjelang matahari tenggelam telah
berbuka puasa, padahal ia masih
ragu akan tenggelamnya matahari,
maka batal puasanya. Karena yang
yakin adalah matahari belum
tenggelam dan yakin tersebut tidak
bisa dihilangkan dengan sekedar
ragu-ragu. Lihat Al Mufasshol fil
Qowa’idil Fiqhiyyah, hal. 283.
4- Seseorang membeli air dan
mengklaim setelah itu bahwa air
tersebut najis. Lalu si penjual
mengingkarinya. Maka yang jadi
pegangan adalah perkataan si
penjual. Karena hukum asal air -
inilah hukum yakinnya- adalah suci,
tidak bisa dihilangkan dengan ragu-
ragu. (Al Mufasshol fil Qowa’idil
Fiqhiyyah , hal. 283).
5- Jika seseorang bepergian jauh ke
suatu negeri dan tidak lagi didengar
kabarnya dalam jangka waktu yang
lama. Lalu muncul keraguan apakah
ia masih hidup. Padahal tidak ada
berita yang menunjukkan
kematiannya, artinya belum datang
suatu yang yakin. Maka tidak boleh
ia dinyatakan mati sampai datang
berita yang pasti (yang yakin).
Sehingga ahli waris tidak bisa begitu
saja membagi hartanya sebagai
warisan sampai yakin akan
kematiannya. (Al Mufasshol fil
Qowa’idil Fiqhiyyah, hal. 282).
6- Jika seseorang yakin di
pakaiannya terdapat najis, namun
tidak diketahui manakah tempatnya,
maka dalam rangka kehati-hatian, ia
menggosok seluruh bagian dari
pakaiannya. Karena keraguan tidak
bisa menghilangkan yang yakin. (Al
Mufasshol fil Qowa’idil Fiqhiyyah,
hal. 282).
7- Tidak wajib bagi pembeli
menanyakan kepada penjual
mengenai barang dagangannya
apakah barang tersebut miliknya
atau bukan, atau barang tersebut
barang curian ataukah bukan. Ibnu
Taimiyah rahimahullah berkata,
ﻭَﺍﻟْﺄَﺻْﻞُ ﻓِﻴﻤَﺎ ﺑِﻴَﺪِ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻢِ ﺃَﻥْ ﻳَﻜُﻮﻥَ ﻣِﻠْﻜًﺎ ﻟَﻪُ
“ Hukum asal segala sesuatu di
tangan seorang muslim adalah
miliknya ” (Majmu’ Al Fatawa, 29:
323). Inilah hukum asalnya dan
inilah yang yakin. Yang yakin ini
tidak bisa dikalahkan dengan
sekedar keraguan.
8- Kehati-hatian dalam rangka ragu-
ragu dalam masalah menilai suatu
air, bukanlah hal yang disunnahkan
(dianjurkan) bahkan tidak
disunnahkan sama sekali untuk
menanyakannya. Bahkan yang
dianjurkan adalah membangun
perkara di atas hukum asal yaitu
suci. Jika ada indikasi yang
menunjukkan najis, barulah
dikatakan najis. Jika tidak, maka
tidak perlu sampai dianjurkan untuk
menjauhi penggunaan air tersebut
cuma atas dasar sangkaan. Namun
jika telah sampai hukum yakin,
maka ini masalah lain lagi.
Demikian yang dicontohkan oleh
Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al
Fatawa , 21: 56.
Kaedah Istishab
Di bawah kaedah ini terdapat istilah
yang dikenal dengan kaedah istishab
(hukum asal), di mana kaedah
tersebut adalah di antara dalil syar’i
yang bisa digunakan. Di antara
bentuk istishab :
1- Istishab ibahah , yaitu hukum asal
segala perbuatan adalah mubah
(boleh).
2- Istishab baro-ah , yaitu hukum asal
sesuatu adalah lepas dari kewajiban
sampai datangnya dalil.
3- Istishab nash syar’i , yaitu hukum
asal dalil syar’i adalah tetap berlaku
sampai datangnya mansukh
(penghapus).
4- Istishab ‘umum , yaitu hukum asal
berlaku umum sampai ada dalil yang
mengkhususkan.
5- Istishab washf , yaitu hukum asal
sesuatu adalah sesuai dengan
sifatnya sampai datang yang
menyelisihinya, seperti di pagi hari
telah dalam keadaan suci, maka
keadaan kedua tetap dihukumi suci
jika tidak ada dalil yang
menunjukkan penyelisihan.
Lima kaedah istishab di atas
disepakati oleh para ulama.
Demikian penjelasan guru kami,
Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy Syatsri
dalam Syarh Al Manzhumah As
Sa’diyah, hal. 77-78.
Semoga kaedah ini bermanfaat,
wallahu waliyyut taufiq was sadaad.
@ Maktab Jaliyat (Islamic Center)
Bathaa’, Riyadh-KSA, 28 Shafar 1434
H
www.rumaysho.com

Anugrah Bisa Menjadi Musibah

Nikmat Berubah Menjadi
Musibah
Mei 03, 2014  Muhammad Abduh Tuasikal, MSc

Setiap nikmat yang Allah beri patut disyukuri, meskipun nikmat tersebut
remeh. Syukur nikmat adalah dengan terus mendekatkan diri pada Allah dengan nikmat tersebut, juga menjauhi setiap maksiat. Jika malah dengan nikmat semakin membuat jauh dari Allah, itu bukanlah jadi nikmat melainkan musibah.

Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Katsir berkata, sebagai penduduk Hijaz berkata,
Abu Hazim mengatakan,
ﻛُﻞُّ ﻧِﻌْﻤَﺔٍ ﻻَ ﺗُﻘَﺮِّﺏُ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻠﻪِ ﻋَﺰَّ ﻭَﺟَﻞَّ، ﻓَﻬِﻲَ ﺑَﻠِﻴَّﺔٌ.
“Setiap nikmat yang tidak digunakan  untuk mendekatkan diri pada Allah,  itu hanyalah musibah.”[1]

Al Hasan Al Bashri berkata,
ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠﻪَ ﻟَﻴُﻤَﺘِّﻊُ ﺑِﺎﻟﻨِّﻌْﻤَﺔِ ﻣَﺎ ﺷَﺎﺀَ ﻓَﺈِﺫَﺍ ﻟَﻢْ ﻳُﺸْﻜَﺮْ ﻋَﻠَﻴْﻬَﺎ
ﻗَﻠَﺒَﻬَﺎ ﻋَﺬَﺍﺑًﺎ
“Sesungguhnya Allah memberikan nikmat pada siapa saja yang Dia  kehendaki. Jika seseorang tidak bersyukur, nikmat tersebut malah berubah menjadi siksa.”[2]

Hakekat syukur nikmat adalah menjauhi maksiat.

Makhlad bin Al Husain mengatakan,
ﺍﻟﺸُﻜْﺮُ ﺗَﺮْﻙُ ﺍﻟﻤﻌَﺎﺻِﻲ
“Syukur adalah dengan meninggalkan maksiat.”[3]

Intinya, seseorang dinamakan bersyukur ketika ia memenuhi 3
rukun syukur:
(1) mengakui nikmat
tersebut secara batin (dalam hati),
 
(2) membicarakan nikmat tersebut
secara zhohir (dalam lisan), dan

(3) menggunakan nikmat tersebut pada tempat-tempat yang diridhai Allah (dengan anggota badan).
Abul ‘Abbas Ibnu Taimiyah mengatakan,
ﻭَﺃَﻥَّ ﺍﻟﺸُّﻜْﺮَ ﻳَﻜُﻮﻥُ ﺑِﺎﻟْﻘَﻠْﺐِ ﻭَﺍﻟﻠِّﺴَﺎﻥِ ﻭَﺍﻟْﺠَﻮَﺍﺭِﺡِ
“ Syukur haruslah dijalani dengan mengakui nikmat dalam hati, dalam  lisan dan menggunakan nikmat tersebut dalam anggota badan. ”[4]

Semoga Allah menjadikan kita sebagai hamba Allah yang pandai bersyukur atas berbagai nikmat.

[1] Jaami’ul Ulum wal Hikam, 2: 82
dan ‘Iddatush Shobirin, hal. 159.
[2]‘Iddatush Shobirin, hal. 148.
[3] ‘Iddatush Shobirin, hal. 159.
[4] Majmu’ Al Fatawa, 11: 135.

Disusun selepas Zhuhur, 3 Rajab
1435 H di Pesantren Darush Sholihin
Akhukum fillah: Muhammad Abduh
Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com

Cara Berdzikir Dengan Khusyu

Terus Basahi Lisan dengan
Dzikir pada Allah
 Mei 02, 2014  Muhammad Abduh Tuasikal,
MSc 
Janganlah sampai lisan kita lalai
dari dzikir pada Allah. Basahnya
lisan dengan dzikir yang membuat
hati ini hidup. Dzikir yang membuat
kita semangat mengurangi
kehidupan. Dzikir kepada Allah yang
membuat kita terangkat dari
kesulitan.
Lisan ini diperintahkan untuk  berdzikir setiap saat. Dari ‘Abdullah bin Busr, ia berkata,
ﺟَﺎﺀَ ﺃَﻋْﺮَﺍﺑِﻴَّﺎﻥِ ﺇِﻟَﻰ ﺭَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠَّﻪِ -ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ
ﻭﺳﻠﻢ- ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺃَﺣَﺪُﻫُﻤَﺎ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺃَﻯُّ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﺧَﻴْﺮٌ
ﻗَﺎﻝَ ‏« ﻣَﻦْ ﻃَﺎﻝَ ﻋُﻤُﺮُﻩُ ﻭَﺣَﺴُﻦَ ﻋَﻤَﻠُﻪُ ‏». ﻭَﻗَﺎﻝَ ﺍﻵﺧَﺮُ
ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺇِﻥَّ ﺷَﺮَﺍﺋِﻊَ ﺍﻹِﺳْﻼَﻡِ ﻗَﺪْ ﻛَﺜُﺮَﺕْ ﻋَﻠَﻰَّ
ﻓَﻤُﺮْﻧِﻰ ﺑِﺄَﻣْﺮٍ ﺃَﺗَﺸَﺒَّﺚُ ﺑِﻪِ. ﻓَﻘَﺎﻝَ ‏« ﻻَ ﻳَﺰَﺍﻝُ ﻟِﺴَﺎﻧُﻚَ
ﺭَﻃْﺒﺎً ﻣِﻦْ ﺫِﻛْﺮِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻋَﺰَّ ﻭَﺟَﻞَّ ‏»
“Ada dua orang Arab (badui) mendatangi Rasulullah shallallahu  ‘alaihi wa sallam , lantas salah satu dari mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, manusia bagaimanakah yang baik?” “Yang panjang umurnya
dan baik amalannya,” jawab beliau. Salah satunya lagi bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya syari’at Islam amat banyak. Perintahkanlah padaku suatu amalan yang bisa kubergantung padanya.” “ Hendaklah
lisanmu selalu basah untuk berdzikir pada Allah ,” jawab beliau. (HR.  Ahmad 4: 188, sanad shahih kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth).

Hadits ini menunjukkan bahwa dzikir itu dilakukan setiap saat, bukan hanya di masjid, sampai di sekitar orang-orang yang lalai dari dzikir, kita pun diperintahkan untuk tetap berdzikir.

Abu ‘Ubaidah bin ‘Abdullah bin Mas’ud berkata, “Ketika hati seseorang terus berdzikir pada Allah maka ia seperti berada dalam shalat. Jika ia berada di pasar lalu ia menggerakkan kedua bibirnya untuk
berdzikir, maka itu lebih baik.” (Lihat Jaami’ul wal Hikam , 2:
524). Dinyatakan lebih baik karena orang yang berdzikir di pasar berarti berdzikir di kala orang-orang pada lalai. Para pedagang dan konsumen tentu lebih sibuk dengan tawar menawar mereka dan jarang
yang ambil peduli untuk sedikit mengingat Allah barang sejenak.  Lihatlah contoh ulama salaf. Kata Ibnu Rajab Al Hambali setelah membawakan perkataan Abu ‘Ubaidah di atas, beliau mengatakan
bahwa sebagian salaf ada yang bersengaja ke pasar hanya untuk  berdzikir di sekitar orang-orang yang lalai dari mengingat Allah. Ibnu Rajab pun menceritakan bahwa ada dua orang yang sempat
berjumpa di pasar. Lalu salah satu dari mereka berkata, “Mari sini,
mari kita mengingat Allah di saat orang-orang pada lalai dari-Nya.”
Mereka pun menepi dan menjauh dari keramaian, lantas mereka pun
mengingat Allah. Lalu mereka berpisah dan salah satu dari mereka
meninggal dunia. Dalam mimpi salah satunya bertemu lagi
temannya. Di mimpi tersebut, temannya berkata, “Aku merasakan
bahwa Allah mengampuni dosa kita di sore itu dikarenakan kita
berjumpa di pasar (dan lantas mengingat Allah).” Lihat Jaami’ul
wal Hikam , 2: 524.

Semoga bermanfaat. Hanya Allah
yang memberi taufik.

Shubuh hari, 2 Rajab 1435 H di
Panggang, Gunungkidul
Akhukum fillah: Muhammad Abduh
Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com

Sabtu, 03 Mei 2014

Wanita Karir

Bismillaah...

Postingan ulang dengan beberapa perbaikan.

::: Kisah Nyata Seorang Wanita Karir :::

Untuk seorang ibu yang sibuk bekerja dan bekerja....

Saya seorang ibu dengan 2 orang anak , mantan direktur sebuah Perusahaan multinasional. Mungkin anda termasuk orang yang menganggap saya orang yang berhasil dalam karir namun sungguh jika seandainya saya boleh memilih maka saya akan berkata kalau lebih baik saya tidak seperti sekarang dan menganggap apa yang saya raih sungguh sia-sia.

Semuanya berawal ketika putri saya satu-satunya yang berusia 19 tahun baru saja meninggal karena overdosis narkotika. Sungguh hidup saya hancur berantakan karenanya, suami saya saat ini masih terbaring di rumah sakit karena terkena stroke dan mengalami kelumpuhan karena memikirkan musibah ini.

Putera saya satu-satunya juga sempat mengalami depresi berat dan Sekarang masih dalam perawatan intensif sebuah klinik kejiwaan, dia juga merasa sangat terpukul dengan kepergian adiknya. Sungguh apa lagi yang bisa saya harapkan. Kepergian Maya dikarenakan dia begitu guncang dengan kepergian Bik Inah pembantu kami.. Hingga dia terjerumus dalam pemakaian Narkoba.

Mungkin terdengar aneh kepergian seorang pembantu bisa membawa dampak Begitu hebat pada putri kami. Harus saya akui bahwa bik Inah sudah seperti keluarga bagi kami, dia telah ikut bersama kami sejak 20 tahun yang lalu dan ketika Doni berumur 2 tahun. Bahkan bagi Maya dan Doni, bik Inah sudah seperti ibu kandungnya sendiri.

Ini semua saya ketahui dari buku harian Maya yang saya baca setelah dia meninggal.. Maya begitu cemas dengan sakitnya bik Inah, berlembar-lembar buku hariannya berisi hal ini. Dan ketika saya sakit (saya pernah sakit karena kelelahan dan diopname di rumah sakit selama 3 minggu) Maya hanya menulis singkat sebuah kalimat di buku hariannya "Hari ini Mama sakit di Rumah sakit" , hanya itu saja.

Sungguh hal ini menjadikan saya semakin terpukul. Tapi saya akui ini semua karena kesalahan saya. Begitu sedikitnya waktu saya untuk Doni, Maya dan Suami saya. Waktu saya habis di kantor, otak saya lebih banyak berpikir tentang keadaan perusahaan dari pada keadaan mereka. Berangkat jam 07:00 dan pulang di rumah 12 jam kemudian, bahkan mungkin lebih. Ketika sudah sampai rumah rasanya sudah begitu capai untuk memikirkan urusan mereka.

Memang setiap hari libur kami gunakan untuk acara keluarga, namun sepertinya itu hanya seremonial dan rutinitas saja, ketika hari Senin tiba saya dan suami sudah seperti "robot" yang terprogram untuk urusan kantor. Sebenarnya ibu saya sudah berkali-kali mengingatkan saya untuk berhenti bekerja sejak Doni masuk SMA namun selalu saya tolak, saya anggap ibu terlalu kuno cara berpikirnya.

Memang Ibu saya memutuskan berhenti bekerja dan memilih membesarkan kami 6 orang anaknya. Padahal sebagai seorang sarjana ekonomi karir ibu waktu itu katanya sangat baik. Dan ayahpun ketika itu juga biasa-biasa saja dari segi karir dan penghasilan. Meski jujur saya pernah berpikir untuk memutuskan berhenti bekerja dan mau mengurus Doni dan Maya, namun selalu saja perasaan bagaimana kebutuhan hidup bisa terpenuhi kalau berhenti bekerja, dan lalu apa gunanya saya sekolah tinggi-tinggi? .

Meski sebenarnya suami saya juga seorang yang cukup mapan dalam karirnya dan penghasilan. Dan biasanya setelah ada nasehat ibu saya menjadi lebih perhatian pada Doni dan Maya namun tidak lebih dari dua minggu semuanya kembali seperti asal urusan kantor dan karir fokus saya. Dan kembali saya menganggap saya masih bisa membagi waktu untuk mereka, toh teman yang lain di kantor juga bisa dan ungkapan "kualitas pertemuan dengan anak lebih penting dari kuantitas" selalu menjadi patokan saya.

Sampai akhirnya semua terjadi dan diluar kendali saya dan berjalan begitu cepat sebelum saya sempat tersadar. Maya berubah dari anak yang begitu manis menjadi pemakai Narkoba. Dan saya tidak mengetahuinya! !! Sebuah sindiran dan protes Maya saat ini selalu terngiang di telinga. Waktu itu bik Inah pernah memohon untuk berhenti bekerja dan memutuskan kembali ke desa untuk membesarkan Bagas, putera satu-satunya, setelah dia ditinggal mati suaminya.
Namun karena Maya dan Doni keberatan maka akhirnya kami putuskan agar Bagas dibawa tinggal bersama kami. Pengorbanan bik Inah buat Bagas ini sangat dibanggakan Maya. Namun sindiran Maya tidak begitu saya perhatikan. Akhirnya semua terjadi , setelah tiba-tiba jatuh sakit kurang lebih dua minggu, bik Inah meninggal dunia di Rumah Sakit. Dari buku harian Maya saya juga baru tahu kenapa Doni malah pergi dari rumah ketika bik Inah di Rumah Sakit.

Memang Doni pernah memohon pada ayahnya agar bik Inah dibawa ke Singapore untuk berobat setelah dokter di sini mengatakan bahwa bik Inah sudah masuk stadium 4 kankernya. Dan usul Doni kami tolak hingga dia begitu marah pada kami. Dari sini saya kini tahu betapa berartinya bik Inah buat mereka, sudah seperti ibu kandungnya! menggantikan tempat saya yang seolah hanya bertugas melahirkan mereka saja ke dunia. Tragis !

Dan sebuah foto "keluarga" di dinding kamar Maya sering saya amati Kalau lagi kangen dengannya. Beberapa bulan yang lalu kami sekeluarga ke desa bik Inah. Atas desakan Maya kami sekeluarga menghadiri acara pengangkatan Bagas sebagai kepala sekolah madrasah setelah dia selesai kuliah dan belajar di pesantren. Dan Doni pun begitu bersemangat untuk hadir di acara itu padahal dia paling susah untuk diajak ke acara serupa di kantor saya atau ayahnya. Dan difoto "keluarga" itu tampak bik Inah, Bagas, Doni dan Maya tersenyum bersama. Tak pernah kami lihat Maya begitu senang seperti saat itu dan seingat saya itulah foto terakhirnya. Setelah bik Inah meninggal Maya begitu terguncang dan shock, kami sempat merisaukannya dan membawanya ke psikolog ternama di Jakarta.

Namun sebatas itu yang kami lakukan setelah itu saya kembali berkutat dengan urusan kantor. Dan di halaman buku harian Maya penyesalan dan air mata tercurah. Maya menulis :

"Ya Tuhan kenapa bik Inah meninggalkan Maya, terus siapa yang bangunin Maya, siapa yang nyiapin sarapan Maya, siapa yang nyambut Maya kalau pulang sekolah, Siapa yang ngingetin Maya buat berdoa, siapa yang Maya cerita kalau lagi kesel di sekolah, siapa yang nemenin Maya kalo nggak bisa tidur....... ...Ya Tuhan

Maya kangen banget sama bik Inah" bukankah itu seharusnya tugas saya sebagai ibunya, bukan bik Inah ? Sungguh hancur hati saya membaca itu semua, namun semuanya sudah terlambat tidak mungkin bisa kembali, seandainya semua bisa berputar kebelakang saya rela berkorban apa saja untuk itu. Kadang saya merenung sepertinya ini hanya cerita sinetron di TV dan saya pemeran utamanya.

Namun saya tersadar ini real dan kenyataan yang terjadi. Sungguh saya menulis ini bukan berniat untuk menggurui siapapun tapi sekedar pengurang sesal saya semoga ada yang bisa mengambil pelajaran darinya. Biarkan saya yang merasakan musibah ini karena sungguh tiada terbayang beratnya. Semoga siapapun yang membaca tulisan ini bisa menentukan "prioritas hidup dan tidak salah dalam memilihnya". Biarkan saya seorang yang mengalaminya. .

Saat ini saya sedang mengikuti program konseling/therapy untuk menentramkan hati saya. Berkat dorongan seorang teman saya beranikan tulis ini semua. Saya tidak ingin tulisan ini sebagai tempat penebus kesalahan saya, karena itu tidak mungkin! Dan bukan pula untuk memaksa anda mempercayainya, tapi inilah faktanya. Hanya semoga ada yang memetik manfaatnya.

Dan saya berjanji untuk mengabdikan sisa umur saya untuk suami dan Doni. Dan semoga Tuhan mengampuni saya yang telah menyia-nyiakan amanahNya pada saya. Dan disetiap berdoa saya selalu memohon "YA Tuhan seandainya Engkau akan menghukum Maya karena kesalahannya, sungguh tangguhkanlah Ya Tuhan, biar saya yang menggantikan tempatnya kelak, biarkan buah hatiku tentram di sisiMu". Semoga Tuhan mengabulkan doa saya.
Source : http://jeuratraya.blogspot.com/2010/01/kisah-nyata-dari-seorang-wanita-karir.html

### Catatan Ahsantv

Menjadi ibu rumah tangga, menjadi suatu hal yang biasa dimata manusia...

Namun disisi الله Yang Maha Kuasa, menjadi suatu yang luar biasa,

Cukuplah pahala dari الله berupa surganya, yang tidak sebanding dengan gemerlapnya dunia, jika engkau menjauh darinya,

Dibalik ulama besar, tokoh besar ada seorang ibu yang mendidiknya, menyayanginya

Lihatlah Imam Syafi'i yang yatim, tumbuh berkembang dengan didikan dan kasing sayang ibunya,

Duhai ibu, anakmu sangat merindukan kasih sayangmu, dimana lagi dia akan mendapatkannya, selain darimu,

Untuk para ibu, calon ibu...
Anakmu merindukanmu...

#Ahsantv 559,25 mhz atau 32 UHF, untuk wilayah cikarang dan sekitarnya atau via streaming www.ahsan.tv.

##Untuk donasi Kirim k no rek. BSM 7026051465 an yayasan ahsan muslim media divisi dakwah.

Jazakallahu khoiron,
silahkan untuk di bagikan kepada saudara-saudara kita.


From : status AhsanTV Indonesia.

Hukum Memperbagus Suara dan Melagukan Bacaan Al-Qur’an

sunnah.com/riyadussaliheen/9sunnah.com/riyadussaliheen/9Bismillah

Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman:
))ﻭَﺭَﺗِّﻞِ ﺍﻟْﻘُﺮْﺁﻥَ ﺗَﺮْﺗِﻴﻼ ((
“Dan bacalah Al-Qur’an itu dengan secara tartil (perlahan-lahan).” (Al-Muzzammil: 4)

Ibnu Katsir berkata: “Bacalah Al-Qur’an pelan-pelan. Terdapat riwayat yang menceritakan
bacaan Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau membaca Al-Qur’an dengan perlahan-lahan.”

Dalam Shahih Al-Bukhari dari Anas Radhiyallaahu ‘anhu dia ditanya tentang bacaan Nabi
Shallallaahu ‘alaihi wa sallam maka Anas menjelaskan bacaan Nabi panjang-panjang. Dicontohkannya dengan bacaan “Bismillahirrahmanirrahim” dengan memanjangkan “Bismillaahi” kemudian “Arrahmaan” dan “Arrahiim”.

Dalam Sunan Abi Daud, At-Tirmidzi dan An-Nasa’i dari Ummi Salamah Radhiallaahu ‘anha mensifati bacaan Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam dengan membaca huruf demi huruf.

Imam An-Nawawi berkata: “Para ulama telah sepakat atas sunnahnya membaca Al-Qur’an
secara tartil.”

Dalam melambatkan bacaan terdapat keutamaan yang besar. Kedudukan pembaca Al-Qur’an di akhirat sangat tinggi sesuai dengan bacaan yang dilambatkannya waktu di dunia.
Pada Sunan At-Tirmidzi dari ‘Abdullah Ibnu Umar bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ﺇِﻗْﺮَﺃْ ﻭَﺍﺭْﺗَﻖِ ﻭَﺭَﺗِّﻞْ -ﻛَﻤَﺎ- ﻛُﻨْﺖَ ﺗُﺮَﺗِّﻞُ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻓَﺈِﻥَّ ﻣَﻨْﺰِﻟَﺘَﻚَ ﻋِﻨْﺪَ ﺁﺧِﺮِ ﺁﻳَﺔٍ ﺗَﻘْﺮَﺃُ ﺑِﻬَﺎ
“Dikatakan kepada pembaca Al-Qur’an, ‘Baca!’ dan naiklah sebagaimana engkau baca Al-Qur’an di dunia, karena tempatmu pada akhir ayat yang kau baca.”

Dalam Al-Musnad dari Abi Said Radhiyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ﺇِﻗْﺮَﺃْ ﻭَﺍﺻْﻌُﺪْ، ﻭَﻳَﺼْﻌُﺪُ ﺑِﻜُﻞِّ ﺁﻳَﺔٍ ﺩَﺭَﺟَﺔً ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﻘْﺮَﺃُ ﺁﺧِﺮِ ﺷَﻲْﺀٍ ﻣَﻌَﻪُ
“Dikatakan kepada pembaca Al-Qur’an apabilamasuk surga: ‘Bacalah! dan mendakilah, maka ia mendaki dengan setiap ayat satu derajat hingga ia membaca ayat terakhir yang ia hafal.”

Seyogyanya menekankan bacaan dan memperbagus suara karena hal itu menambah kebagusan Al-Qur’an hingga diterima pendengarnya serta meninggalkan bekas dalam
hati.

Dalam Sunan An-Nasa’i dan Ad-Darimi serta Al- Mustadrak Al-Hakim dari Barra’ Radhiyallaahu ‘anhu berkata: “Saya mendengar Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ﺣَﺴِّﻨُﻮْﺍ ﺍﻟْﻘُﺮْﺁﻥَ ﺑِﺄَﺻْﻮَﺍﺗِﻜُﻢْ ﻓَﺈِﻥَّ ﺍﻟﺼَّﻮْﺕَ ﺍﻟْﺤَﺴَﻦَ ﻳَﺰِﻳْﺪُ ﺍﻟْﻘُﺮْﺁﻥَ ﺣُﺴْﻨًﺎ
“Baguskanlah Al-Qur’an dengan suaramu, karena suara yang bagus menambah keindahan Al-Qur’an.”

Dalam Sunan Abi Daud dari Abu Lubabah Radhiyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda:

))
ﻟَﻴْﺲَ ﻣِﻨَّﺎ ﻣَﻦْ ﻟَﻢْ ﻳَﺘَﻐَﻦَّ ﺑِﺎﻟْﻘُﺮْﺁﻥِ ((
“Bukan dari golongan kami orang yang tidak melagukan Al-Qur’an.”

An-Nawawi mengisahkan dari Jumhurul Ulama bahwa makna “lam yataghanna ” adalah yang tidak membaguskan suaranya ketika membaca Al-Qur’an. Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam qudwah (teladan) dalam hal ini.

Dalam Shahih Al-Bukhari dari Barra’ Ibnu ‘Azib berkata: “Saya mendengar Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam membaca dalam shalat isya’ “At-Tiin waz Zaitun”, tidak pernah kudengar seseorang yang lebih bagus suaranya dari beliau .”

Dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah Ibnu Mughaffal berkata: “Saya melihat Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam di atas unta yang sedang berjalan sedang beliau membaca surat Al-Fath atau sebagiannya dengan bacaan yang lembut.
Beliau Shallallaahu ‘alaihi wa sallam membacanya dengan melagukannya.”
Ibnu Hajar mengisahkan hal ini dan menguatkan yang kedua karena lebih sesuai dengan
kenyataan, karena Rasul pernah berbisik:

ﻟَﻮْﻻَ ﺃَﻥْ ﻳَﺠْﺘَﻤِﻊَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ ﻟَﻘَﺮَﺃْﺕُ ﻟَﻜُﻢْ ﺑِﺬَﻟِﻚَ ﺍﻟﻠَّﺤْﻦِ
“Kalau sekiranya tidak menyebabkan manusia berkumpul niscaya kubaca kepada kalian dengan nada itu.”

Maksudnya lagu, dalam riwayat lain terdapat kata at-tarji’.
At-Tarji’ memiliki dua makna:
1. Keadaan Nabi (yang terguncang) di atas unta sehingga menimbulkan getaran suara.
2. Beliau benar-benar menekankan sesuai panjang dan pendeknya, dan ini yang terjadi.

Kemudian dikeluarkan oleh At-Tirmidzi dalam Asy-Syamail, An-Nasa’i, Ibnu Majah dan Ibnu Abi Daud, ini adalah lafazhnya dari hadits Ummu Hani: “Aku pernah mendengar suara Rasulullah yang sedang membaca Al-Qur’an –ketika aku tidur di atas ranjang– dengan melagukannya.”

Ibnu Abi Jumrah berkata: “Makna at-tarjii’ adalah membaguskan suara.”

Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam memuji kepada sahabat yang memiliki suara bagus. Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Musa Al-Asy’ari Radhiyallaahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya:

ﻟَﻘَﺪْ ﺃُﻭْﺗِﻴْﺖَ ﻣِﺰْﻣَﺎﺭًﺍ ﻣِﻦْ ﻣَﺰَﺍﻣِﻴْﺮِ ﺃَﻫْﻞِ ﺩَﺍﻭُﺩَ
“Sungguh engkau telah diberi seruling dari seruling-seruling keluarga Nabi Daud.”

Beliau Shallallaahu ‘alaihi wa sallam menunjuk pada keindahan suara sahabat itu.

Ibnu Majah dalam Sunannya meriwayatkan dari ‘Aisyah Radhiyallaahu ‘anha berkata: “Saya pernah terlambat ke Rasulullah satu malam setelah isya’ beliau bertanya: “Dimana engkau berada?” Saya menjawab: “Saya mendengar bacaan dari salah seorang sahabatmu, aku belum pernah mendengar suara dan bacaan sebagus dia, kemudian Rasulullah berdiri lalu saya mengikutinya hingga beliau mendengarnya sendiri. Kemu-dian beliau menoleh pada saya seraya bersabda: “Ini adalah Salim budak Abi Hudzaifah, segala puji bagi Allah yang menjadikan orang sepertinya dalam umatku.”
Bushiri berkata: “Isnad hadits ini shahih para perawinya terpercaya.
Ibnu Katsir berkata: Sanadnya jayyid.”

Bahkan Allah Subhaanahu wa Ta’ala menyukai suara yang bagus dalam membaca Al-Qur’an dan memperdengarkannya. Dalam Shahihain dari Abu Hurairah Radhiyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ﻣَﺎ ﺃَﺫِﻥَ ﺍﻟﻠﻪُ ﺑِﺸَﻲْﺀٍ ﻣَﺎ ﺃَﺫِﻥَ ﻟِﻨَﺒِﻲِّ ﺣُﺴْﻦَ ﺍﻟﺼَّﻮْﺕِ ﻳَﺘَﻐَﻨَّﻰ ﺑِﺎﻟْﻘُﺮْﺁﻥِ ﻳُﺠْﻬِﺮُ ﺑِﻪِ
“Allah tidak memberi izin terhadap suatu perbuatan sebagaimana Nabi diizinkan membaguskan suara dalam melagukan Al-Qur’an secara lantang (nyaring).”

Ibnu Atsir berkata: “Maksudnya Allah tidak memperhatikan sesuatu sebagaimana perhatiannya terhadap Nabi dalam melagukan Al-Qur’an.”

Dalam Sunan Ibnu Majah dari Fudhalah Ibnu ‘Ubaid berkata: “Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ﺍﻟﻠﻪُ ﺃَﺷَﺪُّ ﺃُﺫُﻧًﺎ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞِ ﺍﻟْﺤُﺴْﻦِ ﺍﻟﺼَّﻮْﺕِ ﺑِﺎﻟْﻘُﺮْﺁﻥِ ﻣِﻦْ ﺻَﺎﺣِﺐِ ﺍﻟْﻘَﻴْﻨَﺔِ ﺇِﻟَﻰ ﻗَﻴْﻨَﺘِﻪِ
“Allah sangat memperhatikan orang yang bagus bacaannya dalam membaca Al-Qur’an daripada penyanyi terhadap nyanyiannya.”

Al-Bushiri berkata: “Sanadnya hasan.” Ibnu Atsir berkata: “Sanadnya jayyid.”

Imam An-Nawawi berkata: “Para ulama dari kalangan salaf (dahulu) maupun khalaf
(belakangan) dari kalangan sahabat, tabi’in, dan orang-orang setelah mereka di penjuru negeri muslim sepakat atas sunnahnya membaguskan suara dengan Al-Qur’an, perkataan dan perbuatan mereka ini sangat mashur. Kami memiliki perbendaharaan tentang hal ini.  Dalil-dalil dari hadits tentang hal ini terperinci baik yang khusus maupun yang umum.”

Saya (penulis) katakan: “Benar, sesungguhnya membaguskan suara ketika membaca Al-Qur’an dengan tajwidnya merupakan perintah syariat, karena dalil-dalil yang jelas dan shahih. Tetapi dengan syarat menjaga makharijul hurufnya (tempat-tempat keluarnya huruf) dan memantapkannya serta memenuhi hukum- hukumnya, karena makna tidak dapat di-fahami selain dengan jalan tersebut, sedangkan memahami dan merenungkan merupakan tujuan utama, karena itu ada pujian bagi pembaca yang mahir.”

Dalam Shahih Muslim dari Aisyah Radhiyallaahu ‘anha bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ﺍﻟْﻤَﺎﻫِﺮُ ﺑِﺎﻟْﻘُﺮْﺁﻥِ ﻣَﻊَ ﺍﻟﺴَّﻔَﺮَﺓِ ﺍﻟْﻜِﺮَﺍﻡِ ﺍﻟْﺒَﺮَﺭَﺓِ
“Orang yang mahir membaca Al-Qur’an bersama para malaikat yang mulia.”

Ibnu Hajar berkata: “Orang yang mahir/piawai disini maksudnya baik bacaan dan hafalannya.”

Tetapi jika perubahan irama mengakibatkan pelanggaran terhadap makna dengan
menyembunyikan sebagian huruf atau menyelewengkannya atau tindakan lainnya yang
me-nyebabkan makna berubah atau menyerupai penyanyi dan orang yang bercanda maka sesungguhnya ia tercela bukannya terpuji.

Imam An-Nawawi berkata: “Para ulama berkata: ‘Sunnah hukumnya membaca Al-Qur’an dengan membaguskan suara dan urutannya selama belum keluar dari batas bacaannya hingga
berlebihan. Jika melampaui batas sehingga menambah satu huruf atau menyembunyikannya
maka hal itu haram’.”

Adapun bacaan dengan berbagai dialek Imam Asy-Syafi’i berkata: “Saya tidak menyukainya. Sahabat-sahabat kami berkata: ‘Kami tidak berhujjah dengan dua pendapat tetapi ada keterangannya bahwa jika berlebihan hingga melampaui batas maka itulah yang tidak disukai dan jika tidak melanggar maka tidak dibenci’.”

Al-Mawardi dalam kitabnya Al-Hawi berkata: “Bacaan dengan lagu tertentu, jika hal itu
menyimpang dari lafazh-lafazh Al-Qur’an dari bentuknya dengan memasukkan harakat dan
menghapusnya atau memendekkan yang panjang dan memanjangkan yang pendek, berlebihan hingga menyembu-nyikan sebagian lafazh dan menimbulkan kerancuan makna, maka hal itu haram hukumnya dan pembacanya menjadi fasiq serta yang mendengarkan berdosa karena keluar dari aturan yang lurus kepada yang bengkok.
Padahal Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman:

“(Ialah) Al Qur’an dalam bahasa Arab yang tidak ada kebengkokan (di dalamnya).” (Az-Zumar: 28)

Jika tidak keluar bacaannya dari lafazh-lafazhnya tetapi hanya dengan melambatkan bacaan maka hal itu mubah (boleh) karena dia menambah lagu untuk membaguskan.”

Imam An-Nawawi mengomentari hal ini dengan menga-takan: “Perkataan ini sebaik-baik
pemecahan atau penengah-an. Dan bagian pertama ini, bagian dari bacaan yang haram
merupakan bencana yang diujikan kepada orang awam yang bodoh yang bertindak serampangan dengan membacanya untuk jenazah dan di waktu pesta. Ini merupakan bid’ah yang diharamkan secara jelas. Pada setiap pendengar yang membiarkan hal ini berdosa sebagaimanadikatakan Al-Mawardi dan juga bagi yang sanggup menghilangkannya atau mencegahnya namun tidak berbuat apapun.”

Ibnu Katsir berkata: “Tujuan yang diminta dalam agama adalah membaguskan suara yang
membangkitkan semangat untuk merenungi Al-Qur’an dan memahaminya, khusyu’ dan penuh dengan ketundukan serta kepatuhan ter-hadap perintahnya. Sedangkan menyuarakan Al-Qur’an dengan patokan lagu dan irama yang bersifat hiburan dan aturan-aturan seperti musik dan yang menjalankan madzhab ini, maka Al-Qur’an terlalu suci dan agung untuk diperlaku-kan seperti itu. Dan telah datang sunnah yang menganggap hal itu dosa.”

Tidak diragukan lagi bahwa tujuan dari memperbagus suara ketika membaca Al-Qur’an dengan tajwidnya untuk mendorong pendengar agar membawanya untuk merenung-kannya,
tunduk dan terkesan dengannya. Alangkah bahagia-nya orang yang akalnya terikat oleh Al-
Qur’an kemudian hatinya menjadi lembut karenanya. Perlu diketahui oleh pembaca Al-
Qur’an sejauh mana ia terkesan ketika memba-canya sejauh itu pula bacaannya akan berkesan kepada yang mendengarkannya.

Dalam kitab Al-Mukhtaratu Lidh-Dhiya’ dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ﺇِﻥْ ﺃَﺣْﺴَﻦَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﻗِﺮَﺍﺀَﺓً ﺍﻟَّﺬِﻱْ ﺇِﺫَﺍ ﻗَﺮَﺃَ ﺭَﺃَﻳْﺖَ ﺃَﻧَّﻪُ ﻳَﺨْﺸَﻰ ﺍﻟﻠﻪَ
“Sesungguhnya sebaik-baik bacaan manusia adalah jika ia membaca Al-Qur’an engkau melihat pembacanya benar-benar takut kepada Allah.”

Seorang pembaca Al-Qur’an sekaligus termasuk mengajak manusia ke jalan Allah, sehingga dia termasuk orang yang dipuji Allah dalam firmanNya:

“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang shalih dan berkata: ‘Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?” (Fushshilat: 33)

Sedangkan orang yang telah dikuasai setan kemudian melupakan Allah dan menjadi penyeru pada suaranya agar manusia kagum, maka alangkah ruginya perbuatan itu dan alangkah
buruknya tempat kembalinya.

Dalam Shahih Muslim dari Abi Hurairah Radhiyallaahu ‘anhu berkata: “Saya mendengar Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ﺇِﻥَّ ﺃَﻭَّﻝَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﻳُﻘْﻀَﻰ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺭَﺟُﻞٌ ﺍﺳْﺘُﺸْﻬِﺪَ ﻓَﺄُﺗِﻲَ ﺑِﻪِ ﻓَﻌَﺮَّﻓَﻪُ ﻧِﻌَﻤَﻪُ ﻓَﻌَﺮَﻓَﻬَﺎ ﻗَﺎﻝَ ﻓَﻤَﺎ ﻋَﻤِﻠْﺖَ ﻓِﻴْﻬَﺎ ﻗَﺎﻝَ ﻗَﺎﺗَﻠْﺖُ ﻓِﻴْﻚَ ﺣَﺘَّﻰ ﺍﺳْﺘُﺸْﻬِﺪْﺕُ ﻗَﺎﻝَ ﻛَﺬَﺑْﺖَ ﻭَﻟَﻜِﻨَّﻚَ ﻗَﺎﺗَﻠْﺖَ ﻷَﻥْ ﻳُﻘَﺎﻝَ
ﺟَﺮِﻱْﺀٌ ﻓَﻘَﺪْ ﻗِﻴْﻞَ ﺛُﻢَّ ﺃُﻣِﺮَ ﺑِﻪِ ﻓَﺴُﺤِﺐَ ﻋَﻠَﻰ ﻭَﺟْﻬِﻪِ ﺣَﺘَّﻰ ﺃُﻟْﻘِﻲَ ﻓِﻲ ﺍﻟﻨَّﺎﺭِ ﻭَﺭَﺟُﻞٌ ﺗَﻌَﻠَّﻢَ ﺍﻟْﻌِﻠْﻢَ ﻭَﻋَﻠَّﻤَﻪُ ﻭَﻗَﺮَﺃَ ﺍﻟْﻘُﺮْﺁﻥَ ﻓَﺄُﺗِﻲَ ﺑِﻪِ ﻓَﻌَﺮَّﻓَﻪُ ﻧِﻌَﻤَﻪُ ﻓَﻌَﺮَﻓَﻬَﺎ ﻗَﺎﻝَ ﻓَﻤَﺎ ﻋَﻤِﻠْﺖَ ﻓِﻴْﻬَﺎ ﻗَﺎﻝَ ﺗَﻌَﻠَّﻤْﺖُ ﺍﻟْﻌِﻠْﻢَ
ﻭَﻋَﻠَّﻤْﺘُﻪُ ﻭَﻗَﺮَﺃْﺕُ ﻓِﻴْﻚَ ﺍﻟْﻘُﺮْﺁﻥَ ﻗَﺎﻝَ ﻛَﺬَﺑْﺖَ ﻭَﻟَﻜِﻨَّﻚَ ﺗَﻌَﻠَّﻤْﺖَ ﺍﻟْﻌِﻠْﻢَ ﻟِﻴُﻘَﺎﻝَ ﻋَﺎﻟِﻢٌ ﻭَﻗَﺮَﺃْﺕَ ﺍﻟْﻘُﺮْﺁﻥَ ﻟِﻴُﻘَﺎﻝَ ﻫُﻮَ ﻗَﺎﺭِﺉٌ ﻓَﻘَﺪْ ﻗِﻴْﻞَ ﺛُﻢَّ ﺃُﻣِﺮَ ﺑِﻪِ ﻓَﺴُﺤِﺐَ ﻋَﻠَﻰ ﻭَﺟْﻬِﻪِ ﺣَﺘَّﻰ ﺃُﻟْﻘِﻲَ ﻓِﻲ ﺍﻟﻨَّﺎﺭِ ﻭَﺭَﺟُﻞٌ ﻭَﺳَّﻊَ
ﺍﻟﻠَّـﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺃَﻋْﻄَﺎﻩُ ﻣِﻦْ ﺃَﺻْﻨَﺎﻑِ ﺍﻟْﻤَﺎﻝِ ﻛُﻠِّﻪِ ﻓَﺄُﺗِﻲَ ﺑِﻪِ ﻓَﻌَﺮَّﻓَﻪُ ﻧِﻌَﻤَﻪُ ﻓَﻌَﺮَﻓَﻬَﺎ ﻗَﺎﻝَ ﻓَﻤَﺎ ﻋَﻤِﻠْﺖَ ﻓِﻴْﻬَﺎ ﻗَﺎﻝَ ﻣَﺎ ﺗَﺮَﻛْﺖُ ﻣِﻦْ ﺳَﺒِﻴْﻞٍ ﺗُﺤِﺐُّ ﺃَﻥْ ﻳُﻨْﻔَﻖَ ﻓِﻴْﻬَﺎ ﺇِﻻَّ ﺃَﻧْﻔَﻘْﺖُ ﻓِﻴْﻬَﺎ ﻟَﻚَ ﻗَﺎﻝَ ﻛَﺬَﺑْﺖَ ﻭَﻟَﻜِﻨَّﻚَ
ﻓَﻌَﻠْﺖَ ﻟِﻴُﻘَﺎﻝَ ﻫُﻮَ ﺟَﻮَﺍﺩٌ ﻓَﻘَﺪْ ﻗِﻴْﻞَ ﺛُﻢَّ ﺃُﻣِﺮَ ﺑِﻪِ ﻓَﺴُﺤِﺐَ ﻋَﻠَﻰ ﻭَﺟْﻬِﻪِ ﺛُﻢَّ ﺃُﻟْﻘِﻲَ ﻓِﻲ ﺍﻟﻨَّﺎﺭِ

“Manusia pertama yang diadili pada hari Kiamat adalah seorang yang mati syahid, ia menghadap kepada Allah, kemudian Allah memperlihatkan nikmat yang telah dika-runiakan kepadanya. Allah bertanya: ‘Untuk apa engkau berbuat dalam hal ini?’ Ia menjawab: ‘Aku berperang untukMu sehingga aku mati syahid’. Lantas dijawab: ‘Engkau dusta, sesungguhnya engkau berperang agar manusia mengatakan bahwa engkau seorang pemberani’, kemudian Allah memerintahkan agar ia diseret dan di-lempar ke Neraka. Kemudian didatangkan seorang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya, lalu Allah mem-perlihatkan nikmat yang telah dikaruniakan kepadanya. Allah bertanya: ‘Untuk apa engkau berbuat dalam hal ini?’ Ia menjawab: ‘Aku belajar dan mengajarkan ilmu yang kudapat serta membaca Al-Qur’an untukMu’. Allah menjawab: ‘Engkau dusta, sesungguhnya engkau belajar agar dikatakan ‘alim dan engkau membaca Al-Qur’an agar dikatakan seorang qari’, kemudian diperintahkan agar ia diseret dan dilempar ke Neraka.”

Al-Ajuri berkata: “Seyogyanya bagi yang dikaruniai oleh Allah Subhaanahu wa Ta’ala
suara yang baik ketika membaca Al-Qur’an agar mengetahui bahwa Allah telah mengaruniakan kebaikan khusus padanya maka hendaknya ia mengetahui kadar keistimewaan Allah baginya.

Bacalah Al-Qur’an semata ka-rena Allah bukan untuk dipuji manusia. Berhati-hatilah dari
kecenderungan untuk didengarkan orang agar memperoleh pujian, untuk mendapat dunia
(harta)
, perasaan suka dipuji, untuk memperoleh kedudukan di dunia, hubungan dengan penguasa, lebih dari masyarakat umumnya.

Barangsiapa cenderung kepada yang aku peringatkan maka aku khawatir suaranya yang bagus malah menjadi fitnah.

Sedangkan suaranya akan memberi manfaat baginya jika ia takut kepada Allah Subhannahu wa Ta’ala dalam keadaan sendiri atau bersama yang lain. Yang diminta darinya agar ia memperdengarkan Al-Qur’an untuk memperingatkan orang-orang yang lalai agar berpaling dan mencintai apa yang dicintai Allah Subhannahu wa Ta’ala menjauhi apa yang dicegahnya. Siapa yang memiliki sifat ini maka suaranya yang bagus bermanfaat baginya sendiri dan manusia.”

sunnah.com/riyadussaliheen/9 

Recent Post