Terus Basahi Lisan dengan
Dzikir pada Allah
Dzikir pada Allah
Mei 02, 2014 Muhammad Abduh Tuasikal,
MSc
Janganlah sampai lisan kita lalai
dari dzikir pada Allah. Basahnya
lisan dengan dzikir yang membuat
hati ini hidup. Dzikir yang membuat
kita semangat mengurangi
kehidupan. Dzikir kepada Allah yang
membuat kita terangkat dari
kesulitan.
Lisan ini diperintahkan untuk berdzikir setiap saat. Dari ‘Abdullah bin Busr, ia berkata,
ﺟَﺎﺀَ ﺃَﻋْﺮَﺍﺑِﻴَّﺎﻥِ ﺇِﻟَﻰ ﺭَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠَّﻪِ -ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ
ﻭﺳﻠﻢ- ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺃَﺣَﺪُﻫُﻤَﺎ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺃَﻯُّ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﺧَﻴْﺮٌ
ﻗَﺎﻝَ « ﻣَﻦْ ﻃَﺎﻝَ ﻋُﻤُﺮُﻩُ ﻭَﺣَﺴُﻦَ ﻋَﻤَﻠُﻪُ ». ﻭَﻗَﺎﻝَ ﺍﻵﺧَﺮُ
ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺇِﻥَّ ﺷَﺮَﺍﺋِﻊَ ﺍﻹِﺳْﻼَﻡِ ﻗَﺪْ ﻛَﺜُﺮَﺕْ ﻋَﻠَﻰَّ
ﻓَﻤُﺮْﻧِﻰ ﺑِﺄَﻣْﺮٍ ﺃَﺗَﺸَﺒَّﺚُ ﺑِﻪِ. ﻓَﻘَﺎﻝَ « ﻻَ ﻳَﺰَﺍﻝُ ﻟِﺴَﺎﻧُﻚَ
ﺭَﻃْﺒﺎً ﻣِﻦْ ﺫِﻛْﺮِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻋَﺰَّ ﻭَﺟَﻞَّ »
“Ada dua orang Arab (badui) mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam , lantas salah satu dari mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, manusia bagaimanakah yang baik?” “Yang panjang umurnya
dan baik amalannya,” jawab beliau. Salah satunya lagi bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya syari’at Islam amat banyak. Perintahkanlah padaku suatu amalan yang bisa kubergantung padanya.” “ Hendaklah
lisanmu selalu basah untuk berdzikir pada Allah ,” jawab beliau. (HR. Ahmad 4: 188, sanad shahih kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth).
MSc
Janganlah sampai lisan kita lalai
dari dzikir pada Allah. Basahnya
lisan dengan dzikir yang membuat
hati ini hidup. Dzikir yang membuat
kita semangat mengurangi
kehidupan. Dzikir kepada Allah yang
membuat kita terangkat dari
kesulitan.
Lisan ini diperintahkan untuk berdzikir setiap saat. Dari ‘Abdullah bin Busr, ia berkata,
ﺟَﺎﺀَ ﺃَﻋْﺮَﺍﺑِﻴَّﺎﻥِ ﺇِﻟَﻰ ﺭَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠَّﻪِ -ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ
ﻭﺳﻠﻢ- ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺃَﺣَﺪُﻫُﻤَﺎ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺃَﻯُّ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﺧَﻴْﺮٌ
ﻗَﺎﻝَ « ﻣَﻦْ ﻃَﺎﻝَ ﻋُﻤُﺮُﻩُ ﻭَﺣَﺴُﻦَ ﻋَﻤَﻠُﻪُ ». ﻭَﻗَﺎﻝَ ﺍﻵﺧَﺮُ
ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺇِﻥَّ ﺷَﺮَﺍﺋِﻊَ ﺍﻹِﺳْﻼَﻡِ ﻗَﺪْ ﻛَﺜُﺮَﺕْ ﻋَﻠَﻰَّ
ﻓَﻤُﺮْﻧِﻰ ﺑِﺄَﻣْﺮٍ ﺃَﺗَﺸَﺒَّﺚُ ﺑِﻪِ. ﻓَﻘَﺎﻝَ « ﻻَ ﻳَﺰَﺍﻝُ ﻟِﺴَﺎﻧُﻚَ
ﺭَﻃْﺒﺎً ﻣِﻦْ ﺫِﻛْﺮِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻋَﺰَّ ﻭَﺟَﻞَّ »
“Ada dua orang Arab (badui) mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam , lantas salah satu dari mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, manusia bagaimanakah yang baik?” “Yang panjang umurnya
dan baik amalannya,” jawab beliau. Salah satunya lagi bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya syari’at Islam amat banyak. Perintahkanlah padaku suatu amalan yang bisa kubergantung padanya.” “ Hendaklah
lisanmu selalu basah untuk berdzikir pada Allah ,” jawab beliau. (HR. Ahmad 4: 188, sanad shahih kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth).
Hadits ini menunjukkan bahwa dzikir itu dilakukan setiap saat, bukan hanya di masjid, sampai di sekitar orang-orang yang lalai dari dzikir, kita pun diperintahkan untuk tetap berdzikir.
Abu ‘Ubaidah bin ‘Abdullah bin Mas’ud berkata, “Ketika hati seseorang terus berdzikir pada Allah maka ia seperti berada dalam shalat. Jika ia berada di pasar lalu ia menggerakkan kedua bibirnya untuk
berdzikir, maka itu lebih baik.” (Lihat Jaami’ul wal Hikam , 2:
524). Dinyatakan lebih baik karena orang yang berdzikir di pasar berarti berdzikir di kala orang-orang pada lalai. Para pedagang dan konsumen tentu lebih sibuk dengan tawar menawar mereka dan jarang
yang ambil peduli untuk sedikit mengingat Allah barang sejenak. Lihatlah contoh ulama salaf. Kata Ibnu Rajab Al Hambali setelah membawakan perkataan Abu ‘Ubaidah di atas, beliau mengatakan
bahwa sebagian salaf ada yang bersengaja ke pasar hanya untuk berdzikir di sekitar orang-orang yang lalai dari mengingat Allah. Ibnu Rajab pun menceritakan bahwa ada dua orang yang sempat
berjumpa di pasar. Lalu salah satu dari mereka berkata, “Mari sini,
mari kita mengingat Allah di saat orang-orang pada lalai dari-Nya.”
Mereka pun menepi dan menjauh dari keramaian, lantas mereka pun
mengingat Allah. Lalu mereka berpisah dan salah satu dari mereka
meninggal dunia. Dalam mimpi salah satunya bertemu lagi
temannya. Di mimpi tersebut, temannya berkata, “Aku merasakan
bahwa Allah mengampuni dosa kita di sore itu dikarenakan kita
berjumpa di pasar (dan lantas mengingat Allah).” Lihat Jaami’ul
wal Hikam , 2: 524.
Semoga bermanfaat. Hanya Allah
yang memberi taufik.
—
Shubuh hari, 2 Rajab 1435 H di
Panggang, Gunungkidul
Akhukum fillah: Muhammad Abduh
Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com
0 komentar:
Posting Komentar