ISLAM itu indah-----ISLAM itu sempurna dan ISLAM itu rahmatan lil 'alamin-----JANGAN Hanya menilai ISLAM dari pengikut / umatnya...!-----tapi Nilai lah ISLAM dari ajarannya...!-----Pelajarilah...!-----Jika Tidak Tahu Bertanyalah Pada Ahlinya-----maka anda akan mengetahui betapa menakjubkanya Islam bagi kehidupan manusia

(Ibnul Qoyyim rahimahullah[Ad-Daa' wa ad-Dawaa' 94])

“”

IMAM SYAFI'I MENUTURKAN :

Siapa yang tulus menjalin persaudaraan dengan sahabatnya maka ia akan menerima kesalahan-kesalahannya,, mengisi kekuranagnnya dan memaafkan ketregelincirannya".

RASULULLAH Shalallahu 'alaihi wasalam bersabda :

"Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia". (HR. Muslim)

RASULULLAH shlallahu 'alaihi wasalam bersabda :

"Seorang Muslim Adalah Bersaudara, Janganlah Mendzolimi, Merendahkan Dan Janganlah Mengejeknya. (HR. Muslim)

RASULULLAH shlallahu 'alaihi wasalam bersabda :

"Barangsiapa yang memudahkan orang yang sedang berada dalam kesulitan, maka Allah akan memudahkannya baik di dunia maupun di akherat". (HR. Muslim)

Imam Syafi'i pernah berkata :

"Aku berangan-angan agar orang-orang mempelajari ilmuku ini dan mereka tidak menisbahkan sedikitpun ilmuku kepadaku selamanya, lalu akupun diberi ganjaran karenanya dan mereka tidak memujiku" (Al-Bidaayah wa An-Nihaayah 10/276)

Ibnul Qayyim (Al Fawaid 1/147)

el kanzu

Jumat, 20 September 2013

Faedah Mengulang Pelajaran/Hafalan (Murajaah)

Diantara sebab datangnya pemahaman dan hafalan adalah membiasakan mengulang-ngulang suatu bacaan.
Biasanya, membaca pertama kali hanya mendapatkan gambaran umum saja, apalagi jika cara membaca menggunakan metode speed reading yang sebenarnya lebih cocok untuk orang yang terburu-buru, dan bukan bertujuan mendapatkan pemahaman dan hafalan.

Ibnul Jauzi berkata : “Jalan untuk menguatkan hafalan adalah dengan memperbanyak mengulang bacaan, dan manusia itu bertingkat-tingkat dalam masalah hafalan. Diantara mereka ada yang cepat hafal walau sedikit mengulang. Ada yang tidak hafal kecuali setelah mengulanginya berkali-kali. Maka hendaklah seseorang mengulang-ulang bacaannya agar hafalannya kuat dan terus bersamanya”. (Al Hatstsu ‘ala Hifzhil ‘Ilmi : 21).

Memang, mengulang bacaan pada awalnya akan terasa berat karena biasanya sebagian orang sudah merasa puas membaca satu kali. Namun ketahuilah, hal tersebut tidak berlaku untuk subjek buku agama, yang mana faktor pemahaman dan hafalan sangat penting terutama jika menyangkut hukum halal haram.

Syaikh Ibnu Jibrin berkata : "Pada umumnya, barangsiapa yang menghafal dengan cepat tanpa mengulanginya maka ia akan cepat lupa. Dan sungguh kebanyakan penuntut ilmu zaman dahulu mencurahkan kesungguhan dalam mengulang bacaan. Sampai-sampai salah seorang dari mereka membaca satu kitab sebanyak 100 kali sehingga melekat dalam benaknya”. (Kaifa Tathlub al-‘Ilm : 31).

Berikut ini dapat kita lihat beberapa contoh kesungguhan para salaf dalam mengulang bacaan :

- Al Muzani (murid senior Imam Syafi’i) membaca kitab ar-Risalah sebanyak 50 kali. (Lihat mukaddimah dari pentahqiq ar-Risalah hlm. 4)

- Abdullah bin Muhammad, seorang ahli fikih dari Irak, menelaah kitab al-Mughni sebanyak 23 kali. (At-Tarikh al-Kabir : 3/82).

- Ismail bin Muhammad bin Ismail, dikatakan bahwa ia membaca kitab al-Muqni’ sebanyak 100 kali. (Dzail Thabaqat Hanabilah : 6/416).

- Al Kiya al-Harrasi berkata : “Dulu Madrasah Sarhanki di Naisabur ada bangunan yang memiliki banyak anak tangga. Jika aku hendak menghafal pelajaran, aku mengulang-ulang pelajaran pada setiap anak tangga, naik dan turun. Demikianlah aku melakukannya pada setiap pelajaran yang hendak kuhafalkan”. Dalam sebagian kitab disebutkan bahwa al-Kiya mengulang-ulang pelajaran sebanyak 7 kali pada setiap tangga di Madrasah Naisabur, padahal tangga tersebut memiliki 70 anak tangga. Artinya beliau mengulangi satu pelajaran sebanyak 490 kali ! (Thabaqat Syafi’iyah : 7/232).

Selain itu, mengulang bacaan juga bermanfaat untuk mengoreksi kesalahan. Sebagaimana dikatakan penyair :

كم من كتاب قد تصفحته
وقلت في نفسي (لقد) صححته
ثم إذا طالعته ثانيا
رأيت تصحيفا فأصلحته

“Betapa banyak kitab yang ku baca
Aku berkata dalam hati : ‘Semuanya sudah benar tiada salah’,
Lalu aku baca untuk kedua kalinya
Aku temui kesalahan maka aku memperbaikinya”.

(Min Buthunil Kutub : 1/26, Yusuf bin Muhammad al-Atiq).




Tiga Tahapan Penuntut Ilmu

Ada kata hikmah yang menyatakan : “Ilmu ada tiga tahapan. Jika seorang memasuki tahapan pertama, ia akan sombong. Jika ia memasuki tahapan kedua ia akan tawadhu’. Dan jika ia memasuki tahapan ketiga ia akan merasa dirinya tidak ada apa-apanya”.

Maksud kata hikmah tersebut adalah :

Pada tahapan pertama, seorang penuntut ilmu yang baru belajar biasanya akan sombong. Ia tidak menyadari keadaan dirinya dan mengira telah mencapai kedudukan yang mulia. Bahkan tak jarang ia melecehkan ulama yang lebih alim darinya. Padahal dirinyalah yang masih jahil dan masih banyak kekurangannya. Para ahli ilmu dapat mengetahui jejak orang-orang semacam ini seperti dikatakan Al Khathib Al Baghdadi :

العالم يعرف الجاهل، لأنه قد كان جاهلا، والجاهل لا يعرف العالم، لأنه لم يكن عالما
“Orang alim dapat mengenali orang jahil karena dia dulunya juga jahil. Sedangkan orang jahil tidak mengetahui orang alim karena dia belum pernah jadi orang alim”. (Al Faqih Wal Mutafaqqih : 2/365).

Pada tahapan kedua, ia akan tawadhu’ karena mulai merasakan bahwa ilmunya tidak seberapa dan ternyata masih banyak yang belum diketahuinya. Ia pun mulai sadar akan kekurangan dirinya, dan ini menuntunnya untuk lebih banyak belajar dan menimba ilmu yang berguna.

Pada tahapan ketiga, ia merasa tidak ada apa-apanya karena ternyata ilmu bagaikan samudera tak bertepi. Bahkan jika ia menghabiskan seluruh hidupnya untuk menuntut ilmu, maka yang ia dapatkan masih sedikit karena lautan ilmu tak terhingga luasnya. Sampai-sampai seorang penyair berkata :

ما حوى العلم جميعا أحد
لا ، ولو مارسه ألف سنة

“Tak ada seorangpun yang dapat menguasai semua ilmu yang ada,
Tak akan bisa, meskipun ia mempelajarinya selama seribu tahun lamanya”.
(Miftahus Sa’adah, Ahmad bin Musthafa : 1/6).

Memang demikianlah sebenarnya hakikat ilmu manusia, sebagaimana difirmankan Allah Ta’ala :

قُل لَّوْ كَانَ الْبَحْرُ مِدَاداً لِّكَلِمَاتِ رَبِّي لَنَفِدَ الْبَحْرُ قَبْلَ أَن تَنفَدَ كَلِمَاتُ رَبِّي وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِهِ مَدَداً

“Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)”. (QS. Al-Kahfi : 109).

Ibnu Katsir dalam kitab Tafsir-nya menukil perkataan ar-Rabi’ ibnu Anas yang berkata : “Ayat tersebut menggambarkan perumpamaan ilmu seluruh manusia jika dibandingkan dengan ilmu Allah bagaikan setetes air dibanding seluruh samudera”.

From :  http://faidah-ilmu.blogspot.com/2010_06_01_archive.html
Publish : 21 - 09 - 2013, 07:05

Madiun City
el-asnawy

Kamis, 19 September 2013

Sunnah-Sunnah Ketika Shalat Tahajud (Shalat Malam)

Shalat malam termasuk sunnah yang sangat dianjurkan. Ia termasuk ciri-ciri orang-orang yang bertaqwa. Allah berfirman:


إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَعُيُونٍآخِذِينَ مَا آتَاهُمْ رَبُّهُمْ ۚ إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَٰلِكَ مُحْسِنِينَ كَانُوا قَلِيلًا مِّنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِّلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ 

“Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa berada di dalam taman-taman (Surga) dan di mata air-mata air, sambil mengambil apa yang diberikan kepada mereka oleh Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat baik; Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam; Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah). Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.” [Adz-Dzaariyaat: 15-19]



عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ شَهْرِ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ". أخرجه أحمد (2/535 ، رقم 10928) ، ومسلم (2/821 ، رقم 1163) ، وأبو داود (2/323 ، رقم 2429) ، والترمذى (2/301 ، رقم 438) وقال : حسن صحيح . والنسائى (3/206 ، رقم 1613) ، وابن ماجه (1/554 ، رقم 1742) ، وابن حبان (6/302 ، رقم 2563) . وأخرجه أيضاً : ابن خزيمة (2/176 ، رقم 1134) ، والبيهقى (4/291 ، رقم 8206) ، وأبو يعلى (11/282 ، رقم 6395)


A. Bersiwak dan membaca 10 ayat terakhir dari surat Ali "imran.
Disunnahkan bagi orang (yang bangun tidu di tengah malam) yang ingin mengerjakan shalat malam, untuk
1. bersiwak
2. membaca ayat-ayat terakhir dari surat Ali 'Imran mulai dari ayat 190 hingga ayat 200

B. Sebaik-baik jumlah rakaat dalam shlat malama adalah 11 (sebelas) atau 13  (tiga belas) rakaat dengan pengerjaan shalat yang lama.

C. Disunnahkan kepada orang yang mengerjakan shalat malam untuk berdoa
اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ، أَنْتَ نُورُ السَّمَأوَاتِ وَالأَرْضِ وَمَنْ فِيهِنَّ، وَلَكَ الْحَمْدُ، أَنْتَ قَيِّمُ السَّمَأوَاتِ وَالأَرْضِ وَمَنْ فِيهِنَّ، وَلَكَ الْحَمْدُ، أَنْتَ الْحَقُّ، وَوَعْدُكَ حَقٌّ، وَقَوْلُكَ حَقٌّ، وَلِقَاؤُكَ حَقٌّ، وَالْجَنَّةُ حَقٌّ، وَالنَّارُ حَقٌّ، وَالسَّاعَةُ حَقٌّ، وَالنَّبِيُّونَ حَقٌّ، وَمُحَمَّدٌ حَقٌّ، اللَّهُمَّ لَكَ أَسْلَمْتُ، وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ، وَبِكَ آمَنْتُ، وَإِلَيْكَ أَنَبْتُ، وَبِكَ خَاصَمْتُ، وَإِلَيْكَ حَاكَمْتُ، فَاغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ، وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ، أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ

D. Merupakan sunnah, memulai shalat malam dengan dua rakaat ringan (pendek)

E. Memulai shalat malam dengan doa yang shahih dari Rasulullah shalallahu 'alaihi wasalam


 اللَّهُمَّ رَبَّ جِبْرَائِيلَ وَمِيكَائِيلَ وَإِسْرَافِيلَ، فَاطِرَ السَّمَأوَاتِ وَالأَرْضِ، عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ، أَنْتَ تَحْكُمُ بَيْنَ عِبَادِكَ فِيمَا كَانُوا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ، اهْدِنِي لِمَا اخْتُلِفَ فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِكَ، إِنَّكَ تَهْدِي مَنْ تَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
F. Memanjangkan Shalat Malam

G. Disunnahkan untuk ber-ta'awudz ketika membaca ayat tentang adzab









Rabu, 18 September 2013

Toto Coro Poso Mutih

Kita disunnahkan berpuasa dalam sebulan minimal tiga kali. Dan yang lebih utama adalah melakukan puasa pada ayyamul bidh, yaitu pada hari ke-13, 14, dan 15 dari bulan Hijriyah (Qomariyah). Puasa tersebut disebut ayyamul bidh (hari putih) karena pada malam-malam tersebut bersinar bulan purnama dengan sinar rembulannya yang putih.

Dalil Pendukung

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
أَوْصَانِى خَلِيلِى بِثَلاَثٍ لاَ أَدَعُهُنَّ حَتَّى أَمُوتَ صَوْمِ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ، وَصَلاَةِ الضُّحَى ، وَنَوْمٍ عَلَى وِتْرٍ
Kekasihku (yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) mewasiatkan padaku tiga nasehat yang aku tidak meninggalkannya hingga aku mati: 1- berpuasa tiga hari setiap bulannya, 2- mengerjakan shalat Dhuha, 3- mengerjakan shalat witir sebelum tidur.” (HR. Bukhari no. 1178)
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صَوْمُ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ صَوْمُ الدَّهْرِ كُلِّهِ
Puasa pada tiga hari setiap bulannya adalah seperti puasa sepanjang tahun.” (HR. Bukhari no. 1979)
Dari Abu Dzar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda padanya,
يَا أَبَا ذَرٍّ إِذَا صُمْتَ مِنَ الشَّهْرِ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ فَصُمْ ثَلاَثَ عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ
Jika engkau ingin berpuasa tiga hari setiap bulannya, maka berpuasalah pada tanggal 13, 14, dan 15 (dari bulan Hijriyah).” (HR. Tirmidzi no. 761 dan An Nasai no. 2425. Abu ‘Isa Tirmidzi mengatakan bahwa haditsnya hasan).
Dari Ibnu Milhan Al Qoisiy, dari ayahnya, ia berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَأْمُرُنَا أَنْ نَصُومَ الْبِيضَ ثَلاَثَ عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ . وَقَالَ هُنَّ كَهَيْئَةِ الدَّهْرِ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa memerintahkan pada kami untuk berpuasa pada ayyamul bidh yaitu 13, 14 dan 15 (dari bulan Hijriyah).” Dan beliau bersabda, “Puasa ayyamul bidh itu seperti puasa setahun.” (HR. Abu Daud no. 2449 dan An Nasai no. 2434. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُفْطِرُ أَيَّامَ الْبِيضِ فِي حَضَرٍ وَلَا سَفَرٍ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada ayyamul biidh ketika tidak bepergian maupun ketika bersafar.” (HR. An Nasai no. 2347. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Namun dikecualikan berpuasa pada tanggal 13 Dzulhijjah (bagian dari hari tasyriq). Berpuasa pada hari tersebut diharamkan.
Semoga sajian singkat ini bermanfaat bagi pembaca Muslim.Or.Id sekalian. Hanya Allah yang memberi taufik untuk beramal sholih.

Referensi:
Al Fiqhu Al Manhaji ‘ala Madzhabil Imam Asy Syafi’i, Dr. Musthofa Al Bugho, dkk, terbitan Darul Qolam, cetakan kesepuluh, tahun 1431 H, hal. 357-358.

Disusun @ Pesantren Darush Sholihin, Panggang-Gunungkidul, malam 8 Syawal 1434 H selepas shalat ‘Isya’
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Muslim.Or.Id

Kita disunnahkan berpuasa dalam sebulan minimal tiga kali. Dan yang lebih utama adalah melakukan puasa pada ayyamul bidh, yaitu pada hari ke-13, 14, dan 15 dari bulan Hijriyah (Qomariyah).

Puasa tersebut disebut ayyamul bidh (hari putih) karena pada malam-malam tersebut bersinar bulan purnama dengan sinar rembulannya yang putih.

Dalil Pendukung

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

أَوْصَانِى خَلِيلِى بِثَلاَثٍ لاَ أَدَعُهُنَّ حَتَّى أَمُوتَ صَوْمِ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ، وَصَلاَةِ الضُّحَى ، وَنَوْمٍ عَلَى وِتْرٍ

Kekasihku (yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) mewasiatkan padaku tiga nasehat yang aku tidak meninggalkannya hingga aku mati: 1- berpuasa tiga hari setiap bulannya, 2- mengerjakan shalat Dhuha, 3- mengerjakan shalat witir sebelum tidur.” (HR. Bukhari no. 1178)

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صَوْمُ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ صَوْمُ الدَّهْرِ كُلِّهِ

Puasa pada tiga hari setiap bulannya adalah seperti puasa sepanjang tahun.” (HR. Bukhari no. 1979)

Dari Abu Dzar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda padanya,

يَا أَبَا ذَرٍّ إِذَا صُمْتَ مِنَ الشَّهْرِ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ فَصُمْ ثَلاَثَ عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ

Jika engkau ingin berpuasa tiga hari setiap bulannya, maka berpuasalah pada tanggal 13, 14, dan 15 (dari bulan Hijriyah).” (HR. Tirmidzi no. 761 dan An Nasai no. 2425. Abu ‘Isa Tirmidzi mengatakan bahwa haditsnya hasan).

Dari Ibnu Milhan Al Qoisiy, dari ayahnya, ia berkata,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَأْمُرُنَا أَنْ نَصُومَ الْبِيضَ ثَلاَثَ عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ . وَقَالَ هُنَّ كَهَيْئَةِ الدَّهْرِ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa memerintahkan pada kami untuk berpuasa pada ayyamul bidh yaitu 13, 14 dan 15 (dari bulan Hijriyah).” Dan beliau bersabda, “Puasa ayyamul bidh itu seperti puasa setahun.” (HR. Abu Daud no. 2449 dan An Nasai no. 2434. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُفْطِرُ أَيَّامَ الْبِيضِ فِي حَضَرٍ وَلَا سَفَرٍ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada ayyamul biidh ketika tidak bepergian maupun ketika bersafar.” (HR. An Nasai no. 2347. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Namun dikecualikan berpuasa pada tanggal 13 Dzulhijjah (bagian dari hari tasyriq). Berpuasa pada hari tersebut diharamkan.

Semoga sajian singkat ini bermanfaat bagi pembaca Muslim.Or.Id sekalian. Hanya Allah yang memberi taufik untuk beramal sholih.

Referensi:
Al Fiqhu Al Manhaji ‘ala Madzhabil Imam Asy Syafi’i, Dr. Musthofa Al Bugho, dkk, terbitan Darul Qolam, cetakan kesepuluh, tahun 1431 H, hal. 357-358.

Disusun @ Pesantren Darush Sholihin, Panggang-Gunungkidul, malam 8 Syawal 1434 H selepas shalat ‘Isya’
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal  Artikel Muslim.Or.Id

Dari artikel 'Puasa Tiga Hari Setiap Bulan dan Puasa Ayyamul Bidh — Muslim.Or.Id'
Publish : 18 September 2013,  17:06 WIB / 12 Dzul Qo'da 1434 H

Madiun City
el-asnawy

Minggu, 08 September 2013

Rambut Adalah Mahkota

# Tentang Rambut #

A. Muliakan.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk memuliakan rambut kita,
مَنْ كَانَ لَهُ شَعْرٌ فَلْيُكْرِمْهُ

“Barangsiapa yang memiliki rambut, hendaknya dia memuliakannya” (HR Abu Daud:4163, Syaikh al-Albani berkata : hadits hasan shahih)

Imam al-Munawi rahimahullah berkata, “Memuliakan rambut maksudnya merapikan, membersihkan dengan cara membilas, memberi minyak rambut dan menyisirnya.

Jangan membiarkan acak-acakan sehingga kelihatan kusut. Karena kebersihan dan penampilan yang baik termasuk yang dicintai dan diperintahkan, selama tidak berlebih-lebihan…”
(Syarh al-Jami’ush Shagir)

B. Menyambung Rambut.

Haram menyambung dengan rambut yang lain atau disambung dengan sesuatu yang membuat kesamaran.

Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

لَعَنَ اللهُ الْوَاصِلَةَ وَالْمُسْتَوْصِلَةَ

“Allah melaknat wanita yang menyambung rambutnya dan meminta disambungkan rambutnya..”
(HR. al-Bukhari: 5941, 5926; Muslim: 5530)

Lafadzh hadits menunjukkan kepada wanita, sebab merekalah yang biasanya menyambung rambut. Namun hukum larangan berlaku pula bagi lelaki.

C. Cukurlah Semuanya atau Biarkan Semuanya

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallâhu ‘anhumâ bahwa beliau berkata,

أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنِ الْقَزَعِ

“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari Qaza’.”Ditanyakan kepada Nâfi’ yang meriwayatkan dari Ibnu ‘Umar, “Apa Qaza’ itu?” Nafi’ menjawab, “Sebagian kepala anak kecil digundul, dan sebagian yang lainnya ditinggalkan.” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim. Lafazh hadits milik Muslim.]

Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melihat seorang bayi yang dicukur sebagian rambutnya dan membiarkan sebagiannya memanjang. Beliau melarangnya dan bersabda:

احْلِقُوْا كُلَّهُ أَوْ اتْرُكُوْا كُلَّهُ رواه أبو داود

"Cukurlah semuanya atau biarkan semuanya" [Diriwayatkan oleh Abdurrazzaq, Ahmad, Abu Dawud, dan An-Nasa`iy. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albany dalam Ash-Shahîhah no. 1123]

Bersyukurlah atas limpahan nikmat tak berhingga yang kita peroleh.

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” (QS at-Tiin: 4)

Jumat, 06 September 2013

Biografi Santri Nashrus Sunnah

Nama : Naufal hafidhohullah
Ttl : Madiun, 16 Juli 2001
Alamat : Jalan Raya Solo. Jiwan. Madiun

Minggu, 01 September 2013

Problem Rumah Tangga

Resep Suami Atau Istri Setia.

Dia Lagi Dia Lagi. Bosan, Sudah Tidak Menarik,mignin yang lebih muda, keren, ....dst.

Itu mungkin ucapan atau perasaan yang dipendam oleh sebagian suami atau sebagian istri tentang pasangannya.

Anda bisa bayangkan, betapa berat derita orang yang tersiksa oleh perasaan tersebut.

Semoga saja anda tidak termasuk orang yang menderita karena memendam perasaan tersebut.

Namun pernahkah anda berpikir,mengapa ucapan atau perasaan itu bisa muncul?

Menurut hemat saya paling kurang ada 3 alasan utama yang menyebabkan datangnya perasaan tersebut:

1) Ego pribadi dengan merasa dirinya sempurna dan tidak membosankan. Bahkan betapa banyak orang yang merasa bahwa dirinya semakin sempurna, karena uang semakin melimpah,karir melejit, dan sanjungan bertumpuk, akibatnya merasa bahwa dirinya LAKER ( laku keras).

Semua itu terjadi Tanpa perduli dengan segala kekurangan dirinya dan kelebihan, pengorbanan dan kesetiaan pasangannya.

Sebagaimana hal itu terjadi tanpa pernah berpikir betapa sakit perasaan dirinya bila ternyata pasangannyalah yang merasakan hal itu.

2) Belenggu setan yang telah menjerat hati, akibat pandangan mata yang diumbar, pergaulan liar.

3) Khayalan palsu bahwa WIL/PIL memiliki samudara rasa yang tidak dimiliki oleh pasangannya. Padahal faktanya sama rasa walaunbeda selera. Simaklah patuah bijak Nabi shallallahu alaihi wa sallam berkut:

«مَنْ رَأَى مِنْكُمُ امْرَأَةً فَأَعْجَبَتْهُ، فَلْيَأْتِ أَهْلَهُ فَلْيُوَاقِعْهَا، فَإِنَّ مَا مَعَهَا مِثْلُ الَّذِي مَعَهَا»
Barang siapa dari kalian melihat wanita yang menakjubkanmu maka segeralah engkau mendatangi istrimu lalu gaulilah dia, karena istrimu memiliki semua apa yang dimilikimoleh wanita itu.( At atirmizy dan lainnya)

By: Ust. Dr Muhammad Arifin Badri
From :  Muslim.Or.Id
Madiun City
el-asnawi

Takut Miskin


Anda Takut Jatuh Miskin?

Kemiskinan dan kekurangan hingga saat ini menjadi salah satu momok yang paling ditakuti oleh banyak dari ummat Islam, dan mungkin anda salah satunya, bukankah demikian sobat?

Bukan terlalu berlebih-lebihan kalau anda mengawatirkan hal itu, alias wajar.

Namun yang aneh bin ajaib ialah bila kekawatiran itu sampai membelenggu jiwa anda sehingga anda kalap menghalalkan segala macam cara untuk mengeruk dan menimbun kekayaan.

Simaklah kabar gembira berikut, agar kekawatiran yang selama ini menghantui jiwa anda dapat sirna.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

«فَأَبْشِرُوا وَأَمِّلُوا مَا يَسُرُّكُمْ، فَوَاللَّهِ لاَ الفَقْرَ أَخْشَى عَلَيْكُمْ، وَلَكِنْ أَخَشَى عَلَيْكُمْ أَنْ تُبْسَطَ عَلَيْكُمُ الدُّنْيَا كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، فَتَنَافَسُوهَا كَمَا تَنَافَسُوهَا وَتُهْلِكَكُمْ كَمَا أَهْلَكَتْهُمْ»
Bergembiralah dan tumbuhkanlah harapan/optimislah untuk mendapatkan hal yang menyenangkan kalian.

Sungguh demi Allah, bukan kemiskinan yang aku kawatirkan akan menimpa kalian, namun yang aku kawatirkan ialah bila kekayaan dunia telah dibentangkan untuk kalian, sebagaimana telah dibentangkan untuk ummat sebelum kalian.

Karena harta kekayaan begitu melimpah kalian berlomba-lomba mengumpulkan kekayaan sebagaimana ummat sebelum kalian dahulu juga berlomba-lomba mengumpulkannya.

Akibat dari perlombaan mengumpulkan kekayaan, kalian menjadi binasa sebagaimana perlombaan itu telah membinasakan ummat sebelum kalian. ( Muttafaqun Alaih)

Coba anda pikirkan baik-baik! Bukankah anda telah memiliki sandang, Pangan, papan yang mencukupi?

Perut anda selalu kenyang, badan anda selalu tertutupi, dan anda memiliki tempat untuk bernaung.

Benar apa yang anda keluhkan: apa yang sekarang mengenyangkan perut anda, menutupi badan anda dan menaungi diri anda belum mampu mememenuhi kepuasan apalagi ambisi anda.

Namun sekali lagi camkanlah bahwa apa yang anda miliki benar-benar telah mengenyangkan perut anda, menutupi dengan rapat tubuh anda, dan melindungi diri anda.

Masihkan ada alasan untuk kawatir atau galau memikirkan nasib dan hari esok anda?


# Sikap PNS Terhadap Harta Negara #

سنن البيهقى (2/ 157)
11321- أَخْبَرَنَا عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ قَتَادَةَ أَخْبَرَنَا أَبُو مَنْصُورٍ النَّضْرَوِىُّ حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ نَجْدَةَ حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ حَدَّثَنَا أَبُو الأَحْوَصِ عَنْ أَبِى إِسْحَاقَ عَنِ الْبَرَاءِ قَالَ قَالَ لِى عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِىَ اللَّهِ عَنْهُ : إِنِّى أَنْزَلْتُ نَفْسِى مِنْ مَالِ اللَّهِ بِمَنْزِلَةِ وَالِى الْيَتِيمِ

Dari Abu Ishaq dari al Barra’, Umar bin al Khattab berkata kepadaku, “Sungguh aku posisikan diriku terhadap harta negara sebagaimana posisi pengasuh anak yatim terhadap harta si yatim” [Sunan Baihaqi no 11321]

Via: Ust. Aris Munandar

By: Ust. Dr Muhammad Arifin Badri
Publish : 02 September 2013, 10:18 WIB


Madiun City
el-asnawi


Kiriman pahala yg sampai kpd mayit

Permasalahan boleh atau tidaknya mengirim pahala bacaan al-Qur'an memang merupakan perkara yang diperselisihkan oleh para ulama madzhab, sehingga tentunya seorang muslim hendaknya berlapang dada dan toleransi terhadap muslim yang lain yang tidak sependapat dengannya. Akan tetapi yang menjadi permasalahan adalah sikap sebagian orang yang mengaku bermadzhab syafi'i ketika melihat saudaranya yang tidak mau mengirim pahala bacaan Al-Qur'an maka serta merta dicap sebagai "Wahhaabi"!!!.

Kenyataannya ternyata Al-Imam Asy-Syafi'i juga berpendapat tidak sampainya pahala bacaan al-Qur'an yang dikirimkan kepada mayat.

Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullah berkata dalam kitabnya Al-Umm :

يَلْحَقُ الْمَيِّتَ من فِعْلِ غَيْرِهِ وَعَمَلِهِ ثَلَاثٌ حَجٌّ يُؤَدَّى عنه وَمَالٌ يُتَصَدَّقُ بِهِ عنه أو يُقْضَى وَدُعَاءٌ فَأَمَّا ما سِوَى ذلك من صَلَاةٍ أو صِيَامٍ فَهُوَ لِفَاعِلِهِ دُونَ الْمَيِّتِ

"Sampai kepada mayat dari perbuatan dan amalan orang lain tiga perkara, (1) haji yang dikerjakan atas nama sang mayat (2) harta yang disedekahkan atas namanya atau yang dibayarkan atasnya dan (3) doa. Adapun selain hal ini seperti sholat atau puasa maka untuk pelakunya bukan untuk mayat.

وَإِنَّمَا قُلْنَا بهذا دُونَ ما سِوَاهُ اسْتِدْلَالًا بِالسُّنَّةِ في الْحَجِّ خَاصَّةً وَالْعُمْرَةُ مِثْلُهُ قِيَاسًا وَذَلِكَ الْوَاجِبُ دُونَ التَّطَوُّعِ وَلَا يَحُجَّ أَحَدٌ عن أَحَدٍ تَطَوُّعًا لِأَنَّهُ عَمَلٌ على الْبَدَنِ فَأَمَّا الْمَالُ فإن الرَّجُلَ يَجِبُ عليه فِيمَا له الْحَقُّ من الزَّكَاةِ وَغَيْرِهَا فَيُجْزِيه أَنْ يُؤَدِّي عنه بِأَمْرِهِ لِأَنَّهُ إنَّمَا أُرِيدَ بِالْفَرْضِ فيه تَأْدِيَتُهُ إلَى أَهْلِهِ لَا عَمَلٌ على الْبَدَنِ فإذا عَمِلَ امْرُؤٌ عَنِّي على ما فُرِضَ في مَالِي فَقَدْ أَدَّى الْفَرْضَ عَنِّي

Dan kami hanyalah berpendapat demikian bukan yang lainnya karena berdalil dengan sunnah khusus tentang permasalahan haji, dan umroh diqiyaskan seperti haji. Inipun haji yang wajib bukan yang tathowwu' (sunnah), seseorang tidak menghajikan orang lain haji sunnah karena itu merupakan amalan atas badan.

Adapun harta, maka seseorang wajib atasnya perkara-perkara yang ada haknya seperti zakat dan yang lainnya, maka sudah sah baginya jika orang lain yang menunaikan hak tersebut atasnya, karena tujuan dari pewajibannya adalah penunaian hak tersebut kepada pemilik hak, bukan amalan atas badan. Maka jika seseorang menunaikan atasku kewajiban yang ada pada hartaku maka ia telah menunaikan kewajiban atasku.

وَأَمَّا الدُّعَاءُ فإن اللَّهَ عز وجل نَدَبَ الْعِبَادَ إلَيْهِ وَأَمَرَ رسول اللَّهِ صلى اللَّهُ عليه وسلم بِهِ فإذا جَازَ أَنْ يُدْعَى لِلْأَخِ حَيًّا جَازَ أَنْ يُدْعَى له مَيِّتًا وَلَحِقَهُ إنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى بركة ذلك مع أَنَّ اللَّهَ عز ذِكْرُهُ وَاسِعٌ لَأَنْ يُوَفِّي الْحَيَّ أَجْرَهُ وَيُدْخِلَ على الْمَيِّتِ مَنْفَعَتَهُ وَكَذَلِكَ كُلَّمَا تَطَوَّعَ رَجُلٌ عن رَجُلٍ صَدَقَةَ تَطَوُّعٍ

Adapun doa maka Allah telah memotivasi para hamba untuk berdoa, dan Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam telah memerintahkannya. Maka jika boleh untuk mendoakan seseorang yang masih hidup maka boleh pula mendoakannya setelah meninggal, dan akan sampai insya Allah kepadanya keberkahan doa tersebut apalagi Allah maha luas (karuniaNya), karena Allah memenuhi pahala orang yang hidup dan memasukkan manfaatnya kepada mayat. Demikian pula setiap kali seseorang bersedekah tathowwu' (sunnah) atas nama orang lain. (Al-Umm 4/120)

Kesimpulan dari pernyataan Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullah di atas sbb :

Pertama : Menurut beliau yang sampai pada mayat hanyalah 3 perkara, (1) haji/umroh yang dikerjakan atas nama sang mayat, (2) sedekah harta atau kewajiban harta yang ditunaikan atas sang mayat, dan (3) doa

Kedua : Mengenai haji beliau berdalil berdasarkan sunnah (hadits) Nabi, adapun untuk umroh beliau menggunakan dalil qiyas, karena umroh seperti haji. Bahkan tentunya seperti haji qiron dan haji tamattu' merupakan rangkaian gabungan antara haji dan umroh, maka jika rangkaian keduanya diperbolehkan untuk dikerjakan atas mayat maka umroh yang merupakan salah satu rangkaiannya tentu diperbolehkan. Wallahu A'lam

Ketiga : Haji yang diperbolehkan untuk dikerjakan atas mayat hanyalah haji yang wajib. Beliau tidak memperbolehkan haji sunnah atas mayat. Hal ini menunjukkan berpegangnya beliau kepada dalil, sehingga beliaupun tidak bermudah-mudah dalam beramal atas mayat.

Al-Imam Asy-Syafi'i membedakan antara amalan yang bisa menerima niyabah (perwakilan) seperti amalan yang berkaitan dengan harta, maka amalan seperti ini boleh dikerjakan atas mayat. Adapun amalan badan tidak menerima perwakilan, seperti sholat, puasa, dan membaca Al-Qur'an. Hanya saja telah datang dalil yang mengecualikan amalan menghajikan mayat berupa haji wajib. Karenanya beliau hanya membolehkan menghajikan haji wajib dan tidak membolehkan menghajikan mayat haji sunnah karena tidak ada dalilnya, sehingga kembali kepada hukum asal bahwasanya amalan badan pada dasarnya hanya untuk pelakunya bukan untuk selainnya. Wallahu A'lam.

Dari pernyataan Al-Imam Asy-Syafi'i diatas sangatlah jelas jika beliau berpendapat bahwa tidak sampainya kiriman pahala bacaan al-Qur'an kepada mayat. Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata :

وأما قراءة القرآن وجعل ثوابها للميت والصلاة عنه ونحوهما فمذهب الشافعي والجمهور أنها لا تلحق الميت

"Adapun membaca Al-Qur'an dan menjadikan pahalanya untuk mayat, sholat atas mayat dan juga yang semisal keduanya maka madzhab Asy-Syafi'i dan mayoritas ulama berpendapat bahwasanya hal-hal tersebut tidak akan sampai kepada mayat" (Al-Minhaaj syarh Shahih Muslim 11/58).

Pendapat Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullah ini merupakan pendapat yang sangat kuat –meskipun tentunya ini adalah  permasalahan khilaf diantara para ulama-.

Maksud dari tulisan ini hanyalah ingin mengingatkan sebagian pengikut madzhab syafi'iyah agar tidak terburu-buru mengecap "sesat" atau gelar "wahabi' bagi orang yang berpendapat tidak sampainya kiriman pahala Al-Qur'an kepada mayat.
From : www.firanda.com
Publish : 02 September 2013 / 1434 H, 03:55 WIB
Madiun City
el-asnawi

el-asnawi Creative Imagenation

imagination 01 (Ibnul Qayyim (Al Fawaid 1/147)

 imagination 02 (Ibnul Qoyyim rahimahullah, Ad-Daa' wa ad-Dawaa' 94).” 
 imagination 03 (Kiriman pahala yang sampai kepada mayit (Al-Umm 4/120))
 

  imagination 04

Recent Post