Permasalahan boleh atau tidaknya mengirim pahala bacaan al-Qur'an memang merupakan perkara yang diperselisihkan oleh para ulama madzhab, sehingga tentunya seorang muslim hendaknya berlapang dada dan toleransi terhadap muslim yang lain yang tidak sependapat dengannya. Akan tetapi yang menjadi permasalahan adalah sikap sebagian orang yang mengaku bermadzhab syafi'i ketika melihat saudaranya yang tidak mau mengirim pahala bacaan Al-Qur'an maka serta merta dicap sebagai "Wahhaabi"!!!.
Kenyataannya ternyata Al-Imam Asy-Syafi'i juga berpendapat tidak sampainya pahala bacaan al-Qur'an yang dikirimkan kepada mayat.
Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullah berkata dalam kitabnya Al-Umm :
يَلْحَقُ الْمَيِّتَ من فِعْلِ غَيْرِهِ وَعَمَلِهِ ثَلَاثٌ حَجٌّ يُؤَدَّى عنه وَمَالٌ يُتَصَدَّقُ بِهِ عنه أو يُقْضَى وَدُعَاءٌ فَأَمَّا ما سِوَى ذلك من صَلَاةٍ أو صِيَامٍ فَهُوَ لِفَاعِلِهِ دُونَ الْمَيِّتِ
"Sampai kepada mayat dari perbuatan dan amalan orang lain tiga perkara, (1) haji yang dikerjakan atas nama sang mayat (2) harta yang disedekahkan atas namanya atau yang dibayarkan atasnya dan (3) doa. Adapun selain hal ini seperti sholat atau puasa maka untuk pelakunya bukan untuk mayat.
وَإِنَّمَا قُلْنَا بهذا دُونَ ما سِوَاهُ اسْتِدْلَالًا بِالسُّنَّةِ في الْحَجِّ خَاصَّةً وَالْعُمْرَةُ مِثْلُهُ قِيَاسًا وَذَلِكَ الْوَاجِبُ دُونَ التَّطَوُّعِ وَلَا يَحُجَّ أَحَدٌ عن أَحَدٍ تَطَوُّعًا لِأَنَّهُ عَمَلٌ على الْبَدَنِ فَأَمَّا الْمَالُ فإن الرَّجُلَ يَجِبُ عليه فِيمَا له الْحَقُّ من الزَّكَاةِ وَغَيْرِهَا فَيُجْزِيه أَنْ يُؤَدِّي عنه بِأَمْرِهِ لِأَنَّهُ إنَّمَا أُرِيدَ بِالْفَرْضِ فيه تَأْدِيَتُهُ إلَى أَهْلِهِ لَا عَمَلٌ على الْبَدَنِ فإذا عَمِلَ امْرُؤٌ عَنِّي على ما فُرِضَ في مَالِي فَقَدْ أَدَّى الْفَرْضَ عَنِّي
Dan kami hanyalah berpendapat demikian bukan yang lainnya karena berdalil dengan sunnah khusus tentang permasalahan haji, dan umroh diqiyaskan seperti haji. Inipun haji yang wajib bukan yang tathowwu' (sunnah), seseorang tidak menghajikan orang lain haji sunnah karena itu merupakan amalan atas badan.
Adapun harta, maka seseorang wajib atasnya perkara-perkara yang ada haknya seperti zakat dan yang lainnya, maka sudah sah baginya jika orang lain yang menunaikan hak tersebut atasnya, karena tujuan dari pewajibannya adalah penunaian hak tersebut kepada pemilik hak, bukan amalan atas badan. Maka jika seseorang menunaikan atasku kewajiban yang ada pada hartaku maka ia telah menunaikan kewajiban atasku.
وَأَمَّا الدُّعَاءُ فإن اللَّهَ عز وجل نَدَبَ الْعِبَادَ إلَيْهِ وَأَمَرَ رسول اللَّهِ صلى اللَّهُ عليه وسلم بِهِ فإذا جَازَ أَنْ يُدْعَى لِلْأَخِ حَيًّا جَازَ أَنْ يُدْعَى له مَيِّتًا وَلَحِقَهُ إنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى بركة ذلك مع أَنَّ اللَّهَ عز ذِكْرُهُ وَاسِعٌ لَأَنْ يُوَفِّي الْحَيَّ أَجْرَهُ وَيُدْخِلَ على الْمَيِّتِ مَنْفَعَتَهُ وَكَذَلِكَ كُلَّمَا تَطَوَّعَ رَجُلٌ عن رَجُلٍ صَدَقَةَ تَطَوُّعٍ
Adapun doa maka Allah telah memotivasi para hamba untuk berdoa, dan Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam telah memerintahkannya. Maka jika boleh untuk mendoakan seseorang yang masih hidup maka boleh pula mendoakannya setelah meninggal, dan akan sampai insya Allah kepadanya keberkahan doa tersebut apalagi Allah maha luas (karuniaNya), karena Allah memenuhi pahala orang yang hidup dan memasukkan manfaatnya kepada mayat. Demikian pula setiap kali seseorang bersedekah tathowwu' (sunnah) atas nama orang lain. (Al-Umm 4/120)
Kesimpulan dari pernyataan Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullah di atas sbb :
Pertama : Menurut beliau yang sampai pada mayat hanyalah 3 perkara, (1) haji/umroh yang dikerjakan atas nama sang mayat, (2) sedekah harta atau kewajiban harta yang ditunaikan atas sang mayat, dan (3) doa
Kedua : Mengenai haji beliau berdalil berdasarkan sunnah (hadits) Nabi, adapun untuk umroh beliau menggunakan dalil qiyas, karena umroh seperti haji. Bahkan tentunya seperti haji qiron dan haji tamattu' merupakan rangkaian gabungan antara haji dan umroh, maka jika rangkaian keduanya diperbolehkan untuk dikerjakan atas mayat maka umroh yang merupakan salah satu rangkaiannya tentu diperbolehkan. Wallahu A'lam
Ketiga : Haji yang diperbolehkan untuk dikerjakan atas mayat hanyalah haji yang wajib. Beliau tidak memperbolehkan haji sunnah atas mayat. Hal ini menunjukkan berpegangnya beliau kepada dalil, sehingga beliaupun tidak bermudah-mudah dalam beramal atas mayat.
Al-Imam Asy-Syafi'i membedakan antara amalan yang bisa menerima niyabah (perwakilan) seperti amalan yang berkaitan dengan harta, maka amalan seperti ini boleh dikerjakan atas mayat. Adapun amalan badan tidak menerima perwakilan, seperti sholat, puasa, dan membaca Al-Qur'an. Hanya saja telah datang dalil yang mengecualikan amalan menghajikan mayat berupa haji wajib. Karenanya beliau hanya membolehkan menghajikan haji wajib dan tidak membolehkan menghajikan mayat haji sunnah karena tidak ada dalilnya, sehingga kembali kepada hukum asal bahwasanya amalan badan pada dasarnya hanya untuk pelakunya bukan untuk selainnya. Wallahu A'lam.
Dari pernyataan Al-Imam Asy-Syafi'i diatas sangatlah jelas jika beliau berpendapat bahwa tidak sampainya kiriman pahala bacaan al-Qur'an kepada mayat. Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata :
وأما قراءة القرآن وجعل ثوابها للميت والصلاة عنه ونحوهما فمذهب الشافعي والجمهور أنها لا تلحق الميت
"Adapun membaca Al-Qur'an dan menjadikan pahalanya untuk mayat, sholat atas mayat dan juga yang semisal keduanya maka madzhab Asy-Syafi'i dan mayoritas ulama berpendapat bahwasanya hal-hal tersebut tidak akan sampai kepada mayat" (Al-Minhaaj syarh Shahih Muslim 11/58).
Pendapat Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullah ini merupakan pendapat yang sangat kuat –meskipun tentunya ini adalah permasalahan khilaf diantara para ulama-.
Maksud dari tulisan ini hanyalah ingin mengingatkan sebagian pengikut madzhab syafi'iyah agar tidak terburu-buru mengecap "sesat" atau gelar "wahabi' bagi orang yang berpendapat tidak sampainya kiriman pahala Al-Qur'an kepada mayat.
From : www.firanda.com
Publish : 02 September 2013 / 1434 H, 03:55 WIB
Madiun City
el-asnawi
0 komentar:
Posting Komentar