Pacaran...?
Sms an / chatting an / inbox an...dengan lawan jenis
tanpa malu..?
Internet an...?
Ya Allah...
Hambamu mulai sadar...
Betapa Istiqomah itu adalah sesuatu yang berat...
Hijab syar'i, anak pondok tak jaminan...
Bercadar, hafidzohpun tidak bisa dijadikan ukuran...
Bahkan lebih memilih pacaran dari pada pernikahan...
Zaman yang begitu berat untuk dijalani...
Fitnah dari berbagai penjuru...
Fasilitas yang semakin mudah...
Di dalam kesendirian-mu bisa menghapuskan amal-mu
Dr. 'Abdul-Qayyum as-Suhaibani
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih nan Penyayang.
Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah
kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabat beliau.
Dalam sebuah hadits, Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda:
« لأَعْلَمَنَّ
أَقْوَامًا مِنْ أُمَّتِى يَأْتُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِحَسَنَاتٍ أَمْثَالِ
جِبَالِ تِهَامَةَ بِيضًا فَيَجْعَلُهَا اللَّهُ عَزَّ
وَجَلَّ هَبَاءً مَنْثُورًا ». قِيلَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا
جَلِّهِمْ لَنَا أَنْ لاَ نَكُونَ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لاَ نَعْلَمُ. قَالَ : « أَمَا إِنَّهُمْ إِخْوَانُكُمْ وَمِنْ
جِلْدَتِكُمْ وَيَأْخُذُونَ مِنَ اللَّيْلِ كَمَا تَأْخُذُونَ وَلَكِنَّهُمْ أَقْوَامٌ إِذَا خَلَوْا بِمَحَارِمِ
اللَّهِ انْتَهَكُوهَا ».
"Niscaya aku akan melihat beberapa kaum dari
umatku datang pada hari kiamat dengan kebaikan
laksana gunung-gunung Tihamah [2] yang putih, kemudian Allah Azza wa Jalla
menjadikannya debu yang beterbangan".
Ada [3] yang bertanya: "Wahai Rasulullah, jelaskanlah sifat mereka kepada kami, agar kami tidak menjadi bagian dari mereka sementara kami tidak tahu," Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: "Ketahuilah, mereka adalah saudara kalian, satu bangsa, dan bangun malam sebagaimana kalian. Tapi jika mereka menyendiri dengan larangan-larangan Allah, mereka melanggarnya" [4].
Seseorang mungkin menjauh dari dosa dan maksiat saat berada di hadapan dan dilihat orang lain. Tetapi jika ia menyendiri dan terlepas dari pandangan manusia, ia pun melepaskan tali kekang nafsunya, merangkul dosa dan memeluk kemungkaran.
"Dan cukuplah Tuhanmu Maha Mengetahui lagi Maha
Melihat dosa hamba-hamba-Nya". [al-Isrâ`/17 : 17].
"Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang
kalian kerjakan". [al-Baqarah /2 : 74].
Bahkan jika ingin berbuat dosa dan ada seorang anak
kecil di hadapannya, ia akan meninggalkan dosa itu. Dengan demikian, rasa
malunya kepada anak kecil lebih besar daripada rasa malunya kepada Allah. Andai
saat itu ia mengingat firman Allah:
"Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah
mengetahui segala yang mereka sembunyikan dan segala yang mereka
tampakkan?"
[al-Baqarah/2 : 77].
"Tidakkah mereka tahu bahwasanya Allah mengetahui
rahasia dan bisikan mereka, dan bahwasanya Allah amat mengetahui segala yang
ghaib?"
[at-Taubah/9 : 78]
Sungguh celaka wahai saudaraku! Jika keberanian anda
berbuat maksiat adalah karena anda meyakini bahwa Allah Azza wa Jalla tidak
melihat, maka alangkah besar kekufuran anda. Dan jika anda mengetahui bahwa
Allah mengetahuinya, maka alangkah parah keburukan anda, dan alangkah sedikit
rasa malu anda!
"Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka
tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah mengetahui mereka, ketika pada
suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak ridhai. Dan
adalah Allah Maha Meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan". [an-Nisâ`/4 : 108].
Di antara hal yang sangat "ajaib" adalah
anda mengenal Allah, tetapi bermaksiat kepada-Nya. Anda mengetahui kadar
kemurkaan-Nya, tetapi justru menjatuhkan diri kepada kemurkaan itu. Anda
mengetahui betapa kejam hukuman-Nya, tetapi anda tidak berusaha menyelamatkan
diri. Anda merasakan sakitnya keresahan akibat maksiat, tetapi tidak pergi
menghindarinya dan mencari ketenangan dengan mentaati-Nya.
Qatadah berpesan: "Wahai anak Adam, demi Allah, ada saksi-saksi
yang tidak diragukan di tubuhmu, maka waspadailah mereka. Takutlah kepada Allah dalam keadaan tersembunyi
maupun nampak, karena sesungguhnya tidak ada yang tersembunyi dari-Nya.
Bagi-Nya, kegelapan adalah cahaya, dan yang tersembunyi sama saja dengan yang
nampak. Sehingga, barang siapa yang bisa meninggal dalam keadaan husnuzhan
(berbaik sangka) kepada Allah, hendaklah ia melakukannya, dan tidak ada
kekuatan kecuali dengan izin Allah"[5].
"Kalian sekali-kali tidak dapat bersembunyi dari persaksian pendengaran, penglihatan dan
kulit kalian terhadap kalian, tetapi kalian mengira bahwa Allah
tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kalian kerjakan. Dan yang demikian
itu adalah prasangka kalian yang telah kalian sangka terhadap Rabb kalian,
prasangka itu telah membinasakan kalian, maka jadilah kalian termasuk
orang-orang yang merugi". [Fushshilat/41 : 22-23].
Ibnul-A'rabi berkata: "Orang
yang paling merugi, ialah yang menunjukkan amal-amal shalihnya kepada
manusia dan menunjukkan keburukannya kepada Allah yang lebih dekat kepadanya
dari urat lehernya" [6].
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya,
dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya". [Qâf /50:16].
إِذَا مَا
خَلَوْتَ الدَّهْرَ يَوْمًا، فَلاَ تَقُلْ خَلَوْتُ وَلَكِنْ قُلْ عَلَيَّ
رَقِيْبُ
وَلاَ
تَحْسَبَنَّ الله يَغْفُـلُ سَـاعَـةً وَلاَ أَنَّ ماَ تُخْفِيْهِ عَنْهُ
يَغِيْـبُ
Saat engkau sedang sendiri jangan katakan aku sendiri,
tetapi katakan ada yang senantiasa mengawasi
diri ini. Dan sedikitpun jangan menyangka bahwa Allah lalai, atau
menyangka Dia tak tahu apa yang tersembunyi.
Sungguh takwa kepada Allah dalam keadaan tidak nampak
(fil-ghaib) dan takut kepada-Nya dalam keadaan tersembunyi merupakan tanda
kesempurnaan iman. Hal ini menjadi sebab diraihnya ampunan, kunci masuk surga.
Dan dengannya, seorang hamba meraih pahala yang agung nan mulia.
"Sesungguhnya kamu hanya memberi peringatan
kepada orang-orang yang mau mengikuti peringatan dan yang takut kepada Rabb Yang Maha Pemurah walaupun dia tidak
melihat-Nya. Maka berilah mereka kabar gembira dengan ampunan dan pahala yang
mulia". [Yâsîn/36 : 11].
"Sesungguhnya orang-orang
yang takut kepada Tuhan mereka dalam keadaan tersembunyi akan
memperoleh ampunan dan pahala yang besar". [al-Mulk/67 : 12].
"Dan didekatkanlah surga itu kepada orang-orang yang bertakwa pada tempat yang tiada jauh (dari mereka). Inilah yang dijanjikan kepadamu, (yaitu) kepada setiap hamba yang selalu kembali (kepada Allah) lagi memelihara (peraturan-peraturan-Nya). (Yaitu) orang yang takut kepada Rabb Yang Maha Pemurah dalam keadaan tersembunyi dan dia datang dengan hati yang bertobat. Masukilah surga itu dengan aman, itulah hari kekekalan. Mereka di dalamnya memperoleh apa yang mereka kehendaki; dan Kami memiliki tambahannya".[Qâf/50 : 31-35].
Dan di antara doa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
adalah:
أَسْأَلُكَ
خَشْيَتَكَ فِى الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ
"Aku memohon rasa takut kepada-Mu dalam keadaan
tersembunyi maupun nampak".[7]
Maknanya, hendaklah seorang hamba takut kepada Allah
dalam keadaan tersembunyi maupun nampak, serta lahir dan batin, karena kebanyakan
orang takut kepada Allah dalam keadaan terlihat saja. Namun yang penting adalah
takut kepada Allah saat tersembunyi dari pandangan manusia, dan Allah telah
memuji orang yang takut kepada-Nya dalam kondisi demikian.
Bakr al-Muzani berdoa untuk saudara-saudaranya: "Semoga Allah
menjadikan kami dan kalian zuhud terhadap hal yang haram, sebagaiman zuhudnya
orang yang bisa melakukan dosa dalam kesendirian, namun ia mengetahui bahwa
Allah melihatnya, maka ia tinggalkan dosa itu" [8].
Sebagian lagi mengatakan: "Orang yang takut
bukanlah orang yang menangis dan 'memeras' kedua matanya, tetapi ia adalah
orang yang meninggalkan hal haram yang ia sukai saat ia mampu
melakukannya"[9].
فَإِنْ
خَالَـفَ الإِعْـلاَنُ سِرًّا فَمَا لَهُ عَلَى سَعْيِهِ فَضْلٌ سِوَى الْكَدِّ
وَالْعَنَا إِذَا السِّرُّ وَالإِعْلاَنُ فِي المُؤْمِنِ اسْتَوَى فَقَدْ عَزَّ
فِي الدَّارَيْنِ وَاسْتَوْجَبَ الثَّنَا
Jika tersembunyi dan tampak bagi seorang mukmin tiada beda, maka ia telah berhasil di dua dunia dan kita pantas memujinya. Namun jika yang tampak menyelisihi yang rahasia,
tiada kelebihan pada amalnya, selain penat dan lelah saja.
Hal-hal yang menjadikan takut (khasy-yah) kepada Allah
Azza wa Jalla :
- Iman yang kuat terhadap janji Allah l dan ancaman-Nya atas dosa dan maksiat.
- Merenungkan kejamnya balasan Allah Subhanahu wa Taala dan hukuman-Nya. Hal ini menjadikan seorang hamba tidak melanggar aturan-Nya, sebagaimana dikatakan al-Hasan al-Bashri: "Wahai anak Adam, kuatkah engkau memerangi Allah? Orang yang bermaksiat berarti telah memerangi-Nya". Sebagian lagi mengatakan: "Saya heran dengan si lemah yang menentang Sang Kuat".
- Kewaspadaan yang kuat terhadap pengawasan Allah dan mengetahui bahwa Allah mengawasi hati dan amalan para hamba, serta mengetahui mereka di manapun berada. Orang yang sadar bahwa Allah melihat-Nya di manapun berada, mengetahui dirinya secara lahir dan batin, mengetahui yang tersembunyi maupun yang nampak, dan ia mengingat hal itu saat menyendiri, maka ia akan meninggalkan maksiat dalam ketersembunyiannya. Wahb bin al-Ward berkata: "Takutlah kepada Allah sebesar kekuasaan-Nya atas dirimu! Malulah kepada-Nya seukuran kedekatan-Nya kepadamu, dan takutlah kepada-Nya karena Dialah yang paling mudah bisa melihatmu" [10].
- Mengingat makna sifat-sifat Allah, antara lain: mendengar, melihat dan mengetahui. Bagaimana anda bermaksiat kepada yang mendengar, melihat dan mengetahui keadaan anda? Jika seorang hamba mengingat hal ini, rasa malunya akan menguat. Ia akan malu jika Allah mendengar atau melihat pada dirinya sesuatu yang Dia benci, atau mendapati sesuatu yang Dia murkai tersembunyi pada hatinya. Dengan demikian, perkataan, gerakan, dan pikirannya akan selalu ditimbang dengan timbangan syariat, dan tidak dibiarkan dikuasai hawa nafsu dan naluri biologis.
Ibnu Rajab berkata: "Takwa kepada Allah dalam ketersembunyaian adalah tanda kesempurnaan iman. Hal ini berpengaruh besar pada pujian untuk pelakunya yang Allah 'sematkan' pada hati kaum mukminin"[11].
Sedang Abu ad-Darda' menasihati: "Hendaklah setiap orang takut dilaknat oleh hati kaum mukminin,
sementara dia tidak merasa. Ia menyendiri dengan maksiat, maka Allah menimpakan
kebencian kepadanya di hati orang-orang yang beriman"[12].
Sulaiman at-Taimi berkata: "Sungguh
seseorang melakukan dosa dalam ketersembunyiannya, maka iapun terjatuh ke dalam
lubang kehinaan"[13].
Ada juga yang mengatakan: "Sungguh, seorang hamba
berbuat dosa yang hanya diketahui dirinya dan Allah saja. Lalu ia mendatangi
saudara-saudaranya, dan mereka melihat bekas dosa itu pada dirinya. Ini
termasuk tanda yang paling jelas akan keberadaan Rabb yang haq, yang membalas
amalan –yang kecil sekalipun- di dunia sebelum akhirat. Tidak ada amalan yang
hilang di sisi-Nya, dan tiada berguna tirai dan penutup dari kuasa-Nya. Orang
berbahagia adalah orang yang memperbaiki hubungannya dengan Allah. Karena jika
demikian, Allah akan memperbaiki hubungannya dengan orang lain. Dan barang
siapa yang mengejar pujian manusia dengan mengorbankan murka Allah, maka orang
yang awalnya memuji akan berbalik mencelanya"[14].
Di antara hal paling ajaib mengenai hal ini adalah
kisah yang diriwayatkan dari Abu Ja'far as-Saih: "Habib Abu Muhammad
adalah seorang saudagar yang meminjamkan uang dengan bunga. Suatu hari, ia
melewati sekumpulan anak kecil yang sedang bermain. Merekapun berbisik di antara mereka: 'Pemakan
riba datang,' Habibpun menundukkan kepalanya dan berkata: 'Ya Rabb, Engkau
telah sebarkan rahasiaku pada anak-anak kecil,' lalu ia pulang dan mengumpulkan
seluruh hartanya. Ia berkata: 'Ya Rabb, aku laksana tawanan. Sungguh aku telah
membeli diriku dari-Mu dengan harta ini, maka bebaskanlah aku'. Esok paginya,
ia sedekahkan seluruh harta itu dan mulai menyibukkan diri dengan ibadah. Suatu
hari ia melewati kumpulan anak kecil. Ketika melihatnya, mereka berseru di
antara mereka: 'Diamlah! Habib si ahli ibadah datang,' Habibpun menangis dan
berkata: "Ya Rabb, Engkau sekali mencela, sekali memuji, dan semua itu
dari-Mu'."[15]
Sufyan ats-Tsauri berpesan: "Jika
engkau takut kepada Allah, Dia akan menjaga dirimu dari manusia. Tetapi jika
engkau takut kepada manusia, mereka tidak akan bisa melindungimu dari
Allah"[16].
Ibnu 'Aun berpisah dengan seseorang, maka ia berwasiat: "Takutlah kepada Allah, karena orang yang takut
kepada-Nya tidak akan merasa sendiri" [17].
Sedangkan Zaid bin Aslam berkata: "Dulu dikatakan: Barang siapa takut kepada Allah, orang akan
mencintainya, meskipun mereka (pernah) membencinya"[18].
Marâji` Terjemah:
- Al-Maktabah asy-Syamilah.
- Al-Qamus al-Muhith, Muassasah ar-Risalah, 1424 H.
- Al-Qur`ân dan Terjemahnya, Mujamma' Mâlik Fahd.
- Jami'ul 'Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab al-Hanbali,
Darul Ma'rifah, 1408 H.
- Mushaf al-Madinah an-Nabawiyyah Digital.
- Syu'abul Iman lil Baihaqi, Darul Kutub al-'Ilmiyyah,
1410 H.
- Tafsir Ibnu Katsir, Muassasah ar-Rayyan, 1418 H.
- Taysirul Karimir Rahmân, Abdurrahmân as-Sa'di,
Muassasah ar-Risalah, 1426.
[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 06-07/Tahun
XII/1429H/2008M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Alamat Jl.
Solo-Puwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183, Telp. 0271-761016]
_______
Footnotes.
[1]. Dosen Fakultas Hadits Universitas Islam Madinah. Tulisan ini diterjemahkan oleh Abu Bakr Anas dari leaflet berjudul "al-Muraqabah adz-Dzatiyyah". Semua catatan kaki dalam tulisan ini dibuat oleh penerjemah.
Footnotes.
[1]. Dosen Fakultas Hadits Universitas Islam Madinah. Tulisan ini diterjemahkan oleh Abu Bakr Anas dari leaflet berjudul "al-Muraqabah adz-Dzatiyyah". Semua catatan kaki dalam tulisan ini dibuat oleh penerjemah.
[2]. Tihamah, ialah nama lain untuk Makkah. Lihat
al-Qamus al-Muhith, hlm. 1083.
[3]. Dalam riwayat Ibnu Majah disebutkan bahwa yang
bertanya adalah sahabat bernama Tsauban.
[4]. HR Ibnu Majah no. 4245, dishahîhkan Syaikh al-Albâni. Lihat as-Silsilah ash-Shahîhah, no. 505.
[4]. HR Ibnu Majah no. 4245, dishahîhkan Syaikh al-Albâni. Lihat as-Silsilah ash-Shahîhah, no. 505.
[5]. Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 3/368.
[6]. Syu'abul-Iman lil-Baihaqi, 5/368 no. 6987
[7]. HR Ahmad, 18351 dan dishahîhkan Syaikh al-Albâni.
[8]. Lihat Jami'ul-'Ulum wal-Hikam, 1/162.
[9]. Lihat Mukhtashar Minhajil-Qashidin, 4/63.
[10]. Lihat Jami'ul-'Ulum wal-Hikam, 1/162.
[11]. Ibid., 1/163.
[12]. Ibid.
[13]. Lihat Jami'ul-'Ulum wal-Hikam, 1/163.
[14]. Ibid.
[15]. Ibid.
[16]. Diriwayatkan juga dari 'Aisyah dalam wasiat
beliau kepada Mu'awiyyah Radhiyallahu 'anhu. Lihat Mushannaf Ibnu Abi Syaibah,
8/32.
[17]. Lihat al-Fawaid (Ibnul Qayyim), Bab : Takwa,
hlm. 52.
[18]. Ibid.
Publish : 25 April 2014, 20.00 WITA
Sangatta - Kutai Timur - Kaltim - Indonesia
0 komentar:
Posting Komentar