Semoga Kita tidak lupa mengamalkannya ketika gundah dan gelisah datang menghampiri . . .
اللَّهُمَّ إِنِّي عَبْدُكَ وَابْنُ عَبْدِكَ وَابْنُ أَمَتِكَ نَاصِيَتِي
بِيَدِكَ مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ
لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ أَوْ عَلَّمْتَهُ
أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ أَوْ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ
أَنْ تَجْعَلَ القُرْآنَ رَبِيعَ قَلْبِي وَنُورَ صَدْرِي وَجِلَاءَ حُزْنِي
وَذَهَابَ هَمِّي
Allaahumma innii 'abduka
wabnu 'abdika wabnu amatik, naashiyatii biyadik, maadlin fiyya hukmuk, 'adlun
fiyya qadlaa'uk, as-aluka bikullismin huwa laka, sammaita bihi nafsaka, au
anzaltahuu fii kitaabika, au 'allamtahu ahadan min khalqika, awis ta'tsarta
bihii fii 'ilmil ghaibi 'indaka, an taj'alal Qur'aana rabii'a qalbii wanuura
shadrii wajalaa'a huzni wa dzahaaba hammii
Artinya: "Ya Allah, sesungguhnya
aku adalah hamba-Mu, anak hamba laki-laki-Mu, dan anak hamba perempuan-Mu.
Ubun-ubunku berada di tangan-Mu. Hukum-Mu berlaku pada diriku. Ketetapan-Mu
adil atas diriku. Aku memohon kepada-Mu dengan segala nama yang menjadi
milik-Mu, yang Engkau namakan diri-Mu dengannya, atau Engkau turunkan dalam
Kitab-Mu, atau yang Engkau ajarkan kepada seorang dari makhluk-Mu, atau yang
Engkau rahasiakan dalam ilmu ghaib yang ada di sisi-Mu, agar Engkau jadikan
Al-Qur'an sebagai penyejuk hatiku, cahaya bagi dadaku dan pelipur kesedihanku
serta pelenyap bagi kegelisahanku."
Doa di atas didasarkan pada hadits dari
Abdullah bin Mas'ud radliyallah 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda, "Tidaklah seseorang tertimpa kegundahan dan kesedihan lalu
berdoa (dengan doa di atas) . . . melainkan Allah akan menghilangkan kesedihan
dan kegelisahannya serta menggantikannya dengan kegembiraan.
Ibnu
Mas'ud berkata, "Ada yang bertanya, 'Ya Rasulallah, bolehkah kita
mempelajarinya?' Beliau menjawab, 'Ya, sudah sepatutnya orang yang
mendengarnya untuk mempelajarinya'." (HR. Ahmad dalam Musnadnya I/391,
452, Al-Hakim dalam Mustadraknya I/509, Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannafnya VII/47,
Ibnu Hibban dalam Shahihnya no. 2372, Al-Thabrani dalam Al-Mu'jam Al-Kabir no.
10198 –dari Maktabah Syamilah-. Hadits ini telah dishahihkan oleh Ibnu Taimiyah
dan muridnya Ibnul Qayyim, keduanya banyak menyebutkannya dalam kitab-kitab
mereka. Juga dihasankan oleh Al-Hafidz dalam Takhriij Al-Adzkaar dan
dishahihkan oleh Al-Albani dalam al-Kalim al Thayyib hal. 119 no. 124 dan
Silsilah Shahihah no. 199.)
Apabila yang Berdoa Seorang Wanita
Bentuk lafadz doa di atas untuk mudzakar
(laki-laki), Ana 'Abduka (aku hamba laki-laki-Mu), Ibnu 'Abdika Wabnu Amatik
(anak laki-laki dari hamba-laki-laki-Mu dan anak laki-laki dari hamba
perempuan-Mu). Kalau yang berdoa adalah laki-laki tentunya lafadz tersebut
tepat dan tidak menjadi persoalan. Namun, bila yang berdoa seorang muslimah,
apakah dia harus mengganti lafadz di atas dengan bentuk mu'annats (untuk
perempuan), yaitu dengan Allaahumma Inni Amatuk, Ibnatu 'Abdika, Ibnatu Amatik
(Ya Allah aku adalah hamba wanita-Mu, anak perempuan dari hamba laki-laki-Mu dan
anak perempuan dari hamba perempuan-Mu)?
Kemudian beliau menjawab,
"Selayaknya dia mengucapkan dalam doanya, "Allahumma Inni Amatuk,
bintu amatik . . ." dan ini adalah yang lebih baik dan tepat, walaupun
ucapannya, 'Abduka, ibnu 'abdika memiliki pembenar dalam bahasa Arab seperti
lafadz zauj (pasangan; bisa digunakan untuk suami atau istri-pent), wallahu
a'lam." (Majmu' Fatawa Syaikhil Islam Ibnu Taimiyah: 22/488)
From : http://puisidansajakcinta.blogspot.com/2013/03/doa-ketika-galau.html
Publish : 29 Mei 2013, 08:05 WIB
Madiun City
el-asnawi
0 komentar:
Posting Komentar