Jelaskan kesalahan pemikiran dan pemahaman khawarij dalam masalah mengkafirkan pelaku dosa besar dan jelaskan bantahan terhadap pemikiran mereka !
Jawab: Kelompok khawarij
mudah mengkafirkan para pelaku dosa besar dari kaum muslimin dan tidak mau
menghukumi sebagai orang islam meskipun dia bersaksi dengan dua syahadat,
melaksanakan shalat, berpuasa, dan menunaikan berbagai macam kewajiban agama.
Mereka menegaskan bahwa iman berupa ucapan, keyakinan dan amalan, namun iman
dalam pandangan mereka merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dibagi-bagi,
ketika hilang sebagian otomatis hilang keseluruhan, sehingga siapa yang menodai
amalnya dengan sedikit kemasiatan, seluruh imannya lenyap, dan statusnya di
dunia kafir, dan pelaku dosa besar kekal di neraka karena iman hanya memiliki
dua kemungkinan; sempurna atau lenyap, mereka menolak adanya tingkatan
keimanan.
((Akidah Muslim hal: 117 dan 208))
1. Bantahan dengan dalil syar’i
1. Bantahan dengan dalil syar’i
a) Termasuk prinsip ahli sunnah wal jamaah bahwa iman
adalah ucapan dan perbuatan, bertambah dengan ketaatan dan berkurang karena
kemaksiatan, meskipun begitu ahli sunnah tidak mengkafirkan ahli kiblat
karena semata-mata maksiat dan dosa besar yang mereka lakukan. Bahkan
persaudaraan seiman masih tetap ada meskipun mereka melakukan pembunuhan
sebagai mana firman Allah dalam surah Al-Baqarah [2] : 178
Dan surah Al-Hujurat [49] : 9.
b) ***Orang fasik bisa saja masuk ke dalam iman secara umum sebagai mana firman Allah:
“(hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman. (QS. An-Nisa’ [4] : 92
***Namun bisa saja tidak masuk ke dalam iman secara utuh sebagai mana firman Allah:
“sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama
Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah
iman mereka (karenanya). (QS. Al Anfal [8] :
2), serta sabda Nabi: “tidaklah seorang pezina ketika berzina sebagai
mukmin, tidaklah seorang pencuri ketika mencuri sebagai mukmin, dan tidaklah
pemabuk ketika minum khamer sebagai mukmin.” (HR. Bukhari)
Sehinggga bisa ditegaskan bahwa dia seorang mukmin berkurang imannya, atau
seorang mukmin karena keimanannya, dan seorang fasik karena dosa besarnya,
tidak disebut mukmin secara mutlak dan juga tidak ditarik sebutan mukmin secara
mutlak (keseluruhan). (Aqidah wasithiyah, Ibnu Taimiyah, syarah syaikh Fauzan, hal.226-227)
c) Dalam hadits yang panjang dari Abu Sa’id Al Khudri
mengatakan bahwa Rosulullah shalallahu ‘alihi wasalam bersabda:
“Allah memasukkan penduduk Surga ke Surga. Dan Ia memasukkan orang-orang
yang ia kehendaki dengan rahmat-Nya. Dan Ia memasukkan penduduk Neraka.
Kemudian berfirman, lihatlah, orang yang engkau dapatkan dalam hatinya iman
seberat biji sawi maka keluarkanlah ia,’ maka dikeluarkan mereka dari Neraka
dalam keadaan hangus terbakar, lalu mereka dilemparkan ke dalam sungai
kehidupan atau air hujan, maka mereka tumbuh di situ seperti biji-bijian yang
tu,buh dipinggir aliran air. Tidaklah engkau melihat bagaimana ia keluar
berwarna kuning melingkar? (HR. Bukhari)
Segi istidlal-nya,
bahwa orang-orang yang berdosa tidak kekal di Neraka, bahkan orang yang di
dalam hatinya terdapat keimanan yang paling rendah pun akan dikeluarkan dari
neraka, dan iman seperti in tidak lain hanyalah milik orang-orang yang penuh
dengan kemaksiatan yang melakukan berbagai bentuk larangan dan meninggalkan
berbagai jenis kewajiban.
2. Bantahan secara logika
2. Bantahan secara logika
a) Ucapan mereka bahwa pelaku dosa besar mengeluarkan
pelakunya dari iman, bertolak belakang dengan Al-Quran dan As-Sunnah. Bagaimana
mungkin kita menghukumi dengan status dan hukum sama antara dua orang yang
dalam keimanan? Salah satunya sangat patuh menjalankan kewajiban dan
meninggalkan larangan, dan yang kedua sangat mendzalimi dirinya dengan
melanggar berbagai larangan Allah dan meninggalkan kewajiban agama, hanya saja
dia belum melakukan kekufuran?.
b) Anggaplah kita mengeluarkan pelaku maksiat dari
keimanan, tetapi bagaimana mungkin menghukumi dua orang yang berbeda dengan
keimanan yang setara, padahal salah satunya biasa-biasa saja dalam melakukan
ketaatan, sedangkan orang yang kedua sangat giat dalam melakukan kebaikan atas
izin Allah.
((Akidah Muslim hal: 209 - 213))
From: Akidah Muslim , Ustadz Zaenal Abidin Bin Syamsudin
by: el-asnawi
0 komentar:
Posting Komentar