Makan Sahur
Orang yang berpuasa sangat dianjurkan untuk makan sahur. Hal ini berdasarkan hadits dari ‘Amru bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
ﻓَﺼْﻞُ ﻣَﺎ ﺑَﻴْﻦَ ﺻِﻴَﺎﻣِﻨَﺎ ﻭَﺻِﻴَﺎﻡِ ﺃَﻫْﻞِ ﺍﻟْﻜِﺘَﺎﺏِ ﺃَﻛْﻠَﺔُ ﺍﻟﺴَّﺤُﻮْﺭِ
“Perbedaan antara puasa kami dengan puasa ahli kitab adalah makan sahur.” (HR. Muslim)
Dari Salman radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
ﺍﻟْﺒَﺮَﻛَﺔُ ﻓِﻲْ ﺛَﻼَﺛَﺔٍ : ﺍﻟْﺠَﻤَﺎﻋَﺔِ ﻭَﺍﻟﺜَّﺮِﻳْﺪِ ﻭَﺍﻟﺴَّﺤُﻮْﺭِ
“Berkah ada pada 3 hal: berjamaah, tsarid (roti remas yang direndam dalam kuah), dan makan sahur.” (HR. Ath-Thabrani, 6/251, dengan sanad yang hasan dengan penguatnya, lihat Shifat Shaum An-Nabi oleh Ali Al-Halabi, hal. 44)
Disukai untuk mengakhirkan makan sahur berdasarkan hadits Anas dari Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
Kami makan sahur bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam kemudian beliau bangkit menuju shalat. Aku (Anas) bertanya:
“Berapa jarak antara adzan1 dan sahur?” Beliau menjawab: “Kadarnya (seperti orang membaca)
50 ayat.” (Muttafaqun ‘alaih)
Namun apa yang diistilahkan oleh kebanyakan kaum muslimin dengan istilah imsak, yaitu menahan (tidak makan) beberapa saat sebelum
adzan Shubuh adalah perbuatan bid’ah karena dalam ajaran nabi shallallahu alaihi wasallam
tidak ada imsak (menahan diri) kecuali bila adzan fajar dikumandangkan. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
ﺇِﺫَﺍ ﺃَﺫَّﻥَ ﺑِﻼَﻝٌ ﻓَﻜُﻠُﻮﺍ ﻭَﺍﺷْﺮَﺑُﻮﺍ ﺣَﺘَّﻰ ﻳُﺆَﺫِّﻥَ ﺍﺑْﻦُ ﺃُﻡِّ ﻣَﻜْﺘُﻮْﻡٍِ
“Apabila Bilal mengumandangkan adzan (pertama), maka (tetap) makan dan minumlah hingga Ibnu Ummi Maktum mengumandangkan
adzan.” (Muttafaqun ‘alaih)
Bahkan bagi orang yang ketika adzan dikumandangkan masih memegang gelas dan semisalnya untuk minum, diberikan rukhshah
(keringanan) khusus baginya sehingga dia boleh meminumnya.
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
ﺇِﺫَ ﺳَﻤِﻊَ ﺃَﺣَﺪُﻛُﻢُ ﺍﻟﻨِّﺪَﺍﺀُ ﻭَﺍْﻹِﻧَﺎﺀُ ﻋَﻠَﻰ ﻳَﺪِﻩِ ﻓَﻼَ ﻳَﻀَﻌْﻪُ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﻘْﻀِﻲَ ﺣَﺎﺟَﺘَﻪُ ﻣِﻨْﻪُ
“Jika salah seorang kalian mendengar panggilan (adzan) sedangkan bejana (minumnya) ada di tangannya, maka janganlah dia meletakkannya hingga menunaikan keinginannya dari bejana (tersebut).” (HR. Ahmad dan Abu Dawud dan
dihasankan oleh Syaikhuna Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i rahimahullah dalam Al-Jami’ Ash-Shahih,
2/418-419)
Hukum makan sahur adalah sunnah muakkadah. Berkata Ibnul Mundzir: “Umat ini telah bersepakat
bahwa makan sahur hukumnya sunnah dan tidak ada dosa bagi yang tidak melakukannya berdasarkan hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam bersabda:
ﺗَﺴَﺤَّﺮُﻭﺍ ﻓَﺈِﻥَّ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴَّﺤُﻮْﺭِ ﺑَﺮَﻛَﺔً
“Makan sahurlah, karena sesungguhnya pada makan sahur itu ada barakahnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dianjurkan makan sahur dengan buah kurma jika ada, dan boleh dengan yang lain berdasarkan
hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
ﻧِﻌْﻢَ ﺍﻟﺴَّﺤُﻮْﺭِ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻦِ ﺍﻟﺘَّﻤْﺮُ
“Sebaik-baik sahur seorang mukmin adalah buah kurma.” (HR. Abu Dawud, 2/2345, dan Ibnu Hibban, 8/3475, Al-Baihaqi, 4/236, dan
dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah)
Jika seseorang ragu apakah fajar telah terbit atau belum, maka boleh dia makan dan minum sampai
dia yakin bahwa fajar telah terbit.
Firman Allah subhanallahu wata’ala:
ﻭَﻛُﻠُﻮﺍ ﻭَﺍﺷْﺮَﺑُﻮﺍ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﺘَﺒَﻴَّﻦَ ﻟَﻜُﻢُ ﺍﻟْﺨَﻴْﻂُ ﺍْﻷَﺑْﻴَﺾُ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺨَﻴْﻂِ ﺍْﻷَﺳْﻮَﺩِ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻔَﺠْﺮِ
“Makan dan minumlah kalian hingga jelas bagimu benang putih dan benang hitam, yaitu fajar….” (Al-Baqarah: 187)
Berkata As-Sa’di rahimahullah: “Padanya terdapat (dalil) bahwa jika (seseorang) makan dan semisalnya dalam keadaan ragu akan terbitnya fajar maka (yang demikian) tidak
mengapa.” (Taisir Al-Karim Ar-Rahman hal. 87)
Sumber : http://www.darussalaf.or.id/fiqih/adab-adab-berpuasa/
♥♡Ramadhan In Borneo
1 رمضان 1435 هجرية
29 Juni 2014 M, 08:28 WITA
Sangatta
0 komentar:
Posting Komentar