Ibnu Qutaibah berkata: " Dahulu penuntut ilmu mendengarkan agar bisa tahu (mendapatkan ilmu), dan mendapatkan ilmu untuk beramal, serta berusaha memahami agama untuk mengambil manfaat dan memberi manfaat.
Dan sungguh penuntut ilmu sekarang mendengarkan ilmu hanya utk mengumpulkannya, dan mengumpulkannya supaya namanya diingat, dan menghafal ilmu untuk menang dalam berdebat dan berbangga diri."
📖 Al Madkhal Al Mufashshal, jilid 5 hal 13
Perkataan Ibnu Qutaibah B beliau sampaikan pd abad ketiga (generasi atba'ut tabi'in). Lantas apa yang layak kita katakan sekarang!?!?!
✎✎✎
Inilah yang seharusnya kita tanamkan dalam diri kita... kita camkan dalam benak kita... semaksimal mungkin belajar - mengamalkan - mengajarkan - dan bersabar
Belajar ilmu agama adalah sebuah kenikmatan tiada tara... lebih nikmat dari belajar ilmu dunia, apapun itu... belajar untuk menjadi seorang insyinyur, pejabat, dokter, dan belajar ilmu apapun itu jika tujuannya dunia... maka akan hampa...
akan ada titik kebosanan yang mau tidak mau ia akan sampai pada titi tersebut... jika ia mampu beribadah tetapi tanpa didasari ilmu... maka ibadahnya pun akan hampa... bahkan mungkin ia akan merasakan kebosanan dengan ibadahnya...
indahnya mencari ilmu agama... indahnya duduk dimajlis ilmu... bersama para ustadz yang bisa dipercaya keilmuannya... tidak berbicara melainkan dengan ilmu... hati ini menjadi tenang karenanya...
Alangkah indahnya jika seorang murid, seorang pencari ilmu memiliki adab kepada gurunya... karena dengan adab, akan menenangkan hati, menentramkan jiwa, dan menjadikan istiqomahnya langkah untuk terus duduk di majlis ilmu... kumpulan para penuntut ilmu... dan membuat
✏ADAB SEORANG PELAJAR TERHADAP GURUNYA
Salah satunya yaitu dengan menjaga kehormatan guru
Diantara bentuk menjaga kehormatan guru adalah
Diantara bentuk menjaga kehormatan guru adalah
Janganlah engkau memanggilnya hanya dengan namanya saja, atau hanya dengan gelarnya saja. Seperti engkau berkata "wahai pak guru fulan", namun katakan: "wahai guru saya" atau "wahai guru kami". Jangan sebut namanya karena itu lebih sopan, jangan panggil dengan mengatakan : "kamu", juga jangan memanggilnya dari jarak jauh kecuali kalau terpaksa.
Sebagaimana tidak layak bagimu memanggil bapak kandungmu : "wahai fulan", atau "wahai bapakku fulan", maka hal itu juga tidak pantas pada gurumu.
Selalulah bersikap hormat terhadap majelis ilmu, dan nampakkanlah kegembiraan dan bisa mengambil faidah saat belajar.
Jika engkau mengetahui kesalahan atau kebimbangan gurumu, jangan jadikan itu alasan untuk meremehkannya, karena itulah yang akan menjadi sebab engkau tidak akan memperoleh ilmu, dan siapakah orangnya yang tidak pernah salah?
Hati-hati jangan sampai membuat gusar gurumu, hindari perang urat syaraf dengannya, dalam artian jangan menguji kemampuan ilmiyah maupun ketabahan gurumu.
Jika engkau ingin pindah belajar pada guru lain, maka mintalah izin kepadanya, karena sikap ini lebih menunjukkan bahwa engkau menghormatinya, serta lebih membuatnya mencintai dan menyayangimu.
Disalin dari kitab "Syarh Hilyah Thaalibil 'Ilmi"
Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin
Madiun 16 dzulqo'dah
Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin
Madiun 16 dzulqo'dah
copas dari WA akh fatih al madiuny
Madiun 16 Dzulqo'dah 1436 H, 31 Agustus 2015 M, 11.09 WIB
Madiun 16 Dzulqo'dah 1436 H, 31 Agustus 2015 M, 11.09 WIB
0 komentar:
Posting Komentar